Oleh: Fachry Ali, Pengamat sosial dan murid MC Ricklefs
Bagi sejarawan Yogyakarta, ia pernah dianggap titisan Rodolf van Goen, utusan VOC pertama ke Mataram di masa Amangkurat I, abad ke-17. Dialah sejarawan MC Ricklefs (lengkapnya Merle Calvin Ricklefs). Lalu, saya membaca disertasinya ‘Yogyakarta Under Mangkubumi’. Juga karya monumentalnya ‘A Modern History of Indonesia’.
Pada 1989, saya diundang karibnya, Prof Fasseur untuk menyampaikan makalah dalam seminar Late Colonial State di Universitas Leiden. Makalah saya berjudul ‘Masses without Citisenship: A 19th Century Javanese Islamic Protest Movement’. Makalah itu kemudian diterbitkan KITLV pada 1992 dengan editan Robert Cribb. Fasseur tertarik dg makalah saya.
Kepada Merle Ricklefs ia menulis: ‘Kalau Anda mau mencari murid, ini orangnya.’ Merle Ricklefs bersurat kpd saya dan mengundang saya belajar di bawah bimbingannya. Jadilah saya murid Prof Ricklefs di Monash University, Melbourne. Sementara, Merle Ricklefs terus profuktif. Bukunya ‘Seen and Unseen’, ‘War, Culture and Economy’ terbaca meluas di kalangan akademik. Tetapi saya tdk melaksanakan pesannya untuk menerbitkan tesis saya. Tesis yg berjudul ‘The Rebellion of the Nation-State Builders’ itu sengaja tak saya terjemahkan karena alasan tertentu.
Beberapa menit lalu, dari Amelia, salah seorang muridnya, saya dapat kabar bahwa sejarawan hebat ini meninggai dunia hari ini pd pukul 10.30 waktu Melbourne, Australia. Walau tak menuruti usulnya menerbitkan tesis, saya sempat mengirim pesan kepada Merle Ricklefs melaui video. Isinya, mengucapkan selamat Natal, selamat tahun baru dan tetap berkarya.
Video-video yang dikoordinasi Amelia itu diperdengarkan kepada Merle Ricklefs di atas ranjang rumah sakit. Selamat jalan Pak Merle. Kami akan mengenangmu dengan terus berkarya.