REPUBLIKA.CO.ID, WONOSARI - Anda masih akan menikmati cahaya matahari yang tumpah ruah sesaat sebelum menembus dasar bumi Gua Jomblang di Wonosari. Gua ini terletak di Dukuh Jetis Wetan, Kecamatan Semanu atau sekitar 10 kilometer dari Wonosari, ibu kota Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta. Lorong vertikal sedalam 70 meter pun harus dilewati dengan teknik tali tunggal atau single rope technique (SRT).
Kelompok Pemerhati Gua 'Hira' Himakova baru saja melakukan salah satu kegiatan tahunannya, espedisi dan silaturahmi (eksisi) ke Gua Jomblang 1,5 bulan lalu. Sebanyak 12 rimbawan dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (DKSHE) IPB itu pun berkesempatan bertemu dengan sejumlah penelusur gua (caver) di sana dan bertukar cerita tentang pengalaman berburu cahaya surga di dasar gua yang terkenal dengan sebutan 'Ray of Heaven' ini.
Seorang anggota KPG, Aldi Andrean, mengaku begitu kagum dan bersyukur karena berkesempatan mengikuti eksisi tahun ini. Tidak hanya karena itu merupakan eksplorasi tahunan mereka, tetapi juga menambah pengetahuan mereka tentang gua dan kawasan karts di Indonesia. Kekeluargaan antar anggota KPG Hira Himakova semakin akrab. "Itu saya rasakan ketika berkumpul bersama caver lain dan menginap di tenda camp," ujarnya.
ROLers, jangan pernah meremehkan tantangan pada saat anda menelusuri gua (caving), apalagi jika gua tersebut adalah gua vertikal, seperti Jomblang. Caving merupakan salah satu olah raga ekstrem yang perlu pengamanan memadai. Itu semua untuk memberikan rasa aman dan nyaman bagi pengunjung.
Tanpa peralatan lengkap, anda tidak disarankan untuk mencobanya. Peralatan pribadi standar yang wajib anda kenakan adalah coverall, sepatu boot, helm, dan headlamp. Sedangkan untuk mengakses gua ini, satu tim setidaknya harus memiliki SRT yang terdiri dari seat and chest harness, footloop, ascender, carabiner, jammer, hingga cowstail panjang dan pendek.
Ketika anda pertama sampai di dasar gua, decak kagum pun menggema di bawah sana. 'Gila!' 'Keren banget!' 'Wow!' 'Subhanallah!’ ‘Keren mampus!' dan berbagai kekaguman lain meluncur dari bibir-bibir para cavers ketika sinar matahari membentuk sebuah tiang cahaya dari permukaan tanah ke dasar gua. Inilah yang disebut pesona cahaya surga di dasar Gua Jomblang.
Ketua KPG, Anugro Purwidiatmoko memaparkan cahaya surga yang dimaksud terbentuk dari cahaya matahari yang masuk ke dalam lorong vertikal gua dan mengenai partikel-partikel lebih kecil, seperti debu atau percikan air sehingga merefleksikan cahaya. "Adanya aliran sungai bawah tanah di gua ini menghasilkan percikan air yang pada akhirnya merefleksikan cahaya indah untuk disaksikan," katanya.
Anak-anak Hira sempat bertukar cerita dengan salah seorang pelopor pengelola Gua Jomblang sekaligus Presiden Himpunan Kelompok Speleologi Indonesia (Hikespi), Cahyo Alkantana. Ia menyatakan sedari awal berkeinginan mengembangkan kawasan Gua Jomblang sebagai lokasi wisata minat khusus berbasis gua atau ecotourism based on cave. "Setidaknya butuh waktu lebih dari tiga tahun bagi saya dan warga sekitar untuk membuat Gua Jomblang seperti saat ini," ujarnya kepada Himakova.
Banyak pengorbanan untuk mengembangkan potensi ekowisata di dalam dan di sekitar Gua Jomblang, mulai dari biaya, tenaga, hingga mental. Cahyo menceritakan awalnya tanah di sekitar gua kering dan gersang, sedangkan saat ini sudah subur dan ditanami berbagai pepohonan oleh warga. Bangunan-bangunan tradisional joglo yang ada di sekitar gua dibangun kembali sebagai tempat peristirahatan yang nyaman bagi pengunjung. (Anugro Purwidiatmoko)
Rubrik ini bekerja sama dengan HIMAKOVA
Alamat: Tangkaran Himakova, DKSHE Fahutan IPB. Kampus IPB Dramaga, Bogor 16001
e-mail: [email protected]
Blog: himakovaipb.blogspot.com
Twitter: @HIMAKOVA