REPUBLIKA.CO.ID,Okul için degil, yasam için ögreniyorum (isveç atasözül).
Hidup bukan untuk bersekolah, tapi untuk kehidupan (TÖMER orta 2, kursus bahasa Turki level orta 2).
Mahasiswa merupakan gerda terdepan dan motor pengerak dalam kemajuan suatu bangsa, karena para pejabat pemerintah, para ahli, profesor yang saat ini menjabat pasti akan lengser sesuai berjalannya waktu dan digantikan oleh para pemuda. Namun masalahnya adalah pemuda seperti apakah yang mampu mengubah bangsa kita menjadi lebih baik? Apakah pemuda yang malas? pemuda yang rajin belajar? Atau pemuda lulusan luar negeri?.
Banyak diantara mahasiswa menggembar-gemborkan akan hadir sebagai agen of change, namun jika dilirik kepada sikap, tanggung jawab yang mereka emban saat ini nampaknya antara harapan dan perbuatan masih jauh dari kata sesuai. Berangkat ke kampus sering telat, tugas selalu copy-paste, IPK dibawah 3,00. Jangankan mengubah dunia atau negara, mengubah dirinya untuk lebih baik saja mereka sudah tidak mampu.
Saya yakin saat saya menuliskan IPK dibawah 3,00 banyak dari pembaca yang tidak setuju dengan berbagai macam dalih dan argumennya terutama para aktivis kampus, namun bagi saya, sebagai mahasiswa, IPK tinggi, merupakan tanggung jawab kepada diri bahwa kita beraktivitas dalam lingkup akademik dan keilmuan.
Memang IPK tinggi tidak menjamin seseorang untuk sukses, perusahaan-perusahaan besar lebih mementingkan skill ketimbang IPK, namun dengan IPK yang baik bisa menjamin setidaknya menjadi salah satu peserta dalam seleksi masuk perusahaan tersebut, karena umumnya perusahaan menyaratkan kriteria IPK minimum dalam administrasi.
Bangsa Indonesia saat ini harus kita akui dan kita sadari masih jauh dari kemakmuran. Perang kemiskinan dan kebodohan, korupsi telah mengakar daging di negeri yang kita cintai ini. Bangsa kita sangat perlu pembenahan dari berbagai macam sektor baik sektor pendidikan, kebudayaan, keamananan, sosial dan seterusnya. Oleh sebab itu bangsa kita membutuhkan orang-orang yang mampu dan mau untuk berpartisipasi untuk mengubah itu semua.
Sebagai mahasiswa yang sedang mendapatkan kesempatan studi di luar negeri sudah seharusnya kita berusaha keras untuk mencarikan solusi sehingga bangsa kita tidak hanya dipandang sebelah mata oleh bangsa lain. Segala problem yang dihadapi saat ini tidak akan bisa diselesaikan oleh orang-orang yang hanya memiliki knowledge semata, namun problem tersebut hanya bisa diselesaikan oleh orang-orang yang mampu mengeluarkan kreativitas pikirannya keluar dari dalam boks ketertekanan.
Tak banyak rakyat indonesia yang medapatkan kesempatan studi di luar begeri. Sistem perekonomian Indonesia yang kapitalis dan mahalnya biaya pendidikan, membuat tidak semua rakyat Indonesia bisa mengecap pendidikan yang lebih tinggi. Beruntung, ada lembaga-lembaga yang memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk bisa melanjutkan studi ke luar negeri melalui program beasiswa. Mahasiswa yang sedang mendapatkan kesempatan di luar negeri sudah seharusnya mampu membuka cakrawala pemikirannya, membuka link kerjasama, mempelajari kultur, budaya serta sistem yang diterapkan di negara tersebut.
Saya tidak bermaksud untuk menjustifikasi bahwa lulusan luar negeri pasti berkualitas, karena output yang dihasilkan berkat input dan proses yang dilalui. Ibarat metamorfosis kupu-kupu, semua jenis kupu-kupu sebelum memiliki tubuh yang indah mereka harus melalui tahap-tahap hidup sebagai telur, ulat, kepompong, dan akhirnya menjadi kupu-kupu cantik.
Sebagai contoh Prof Amin Abdullah dan Prof Komaruddin Hidayat. Mereka adalah alumni salah satu universitas ternama di Turki yang pernah diberikan amanah sebagai rektor masing-masing di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Mereka kembali ke Indonesia tidak hanya mengandalkan gelar luar negeri yang dibawa. Mereka mampu membawa spirit dan pengetahuan yang telah didapat dari luar negeri sehingga mereka mendapatkan kepercayaan dan kedudukan yang terhormat.
Budy Sugandi
Alumnus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Tahun 2010
Mahasiswa Master Pendidikan Matematika, Marmara University, Istanbul-Turkey