REPUBLIKA.CO.ID, Assalamu'alaikum
Saya seorang pegawai tetap PT Pertamina. Oleh perusahaan gaji saya diberikan lewat Bank Mandiri (tidak cash). Saya punya janji ketika mau melamar di Pertamina pada Bunda, Tante dan Om untuk didoakan kalau lulus insya Allah saya akan biayai melaksanakan umrah tiga orang tersebut.
Alhamdulillah saya sudah empat bulan bekerja di Pertamina dan janji tersebut sulit saya laksanakan dalam waktu dekat (1-2 tahun). Teringat kondisi paman yang sudah tua sekali dan mereka maunya berangkat bersama 3 orang. Hal ini menyebabkan saya berpikir untuk meminjam uang ke Bank Mandiri sejumlah Rp 200 juta dengan rincian untuk umrah tiga orang sebesar 60 juta untuk beli mobil bekas Rp 100 juta dan persiapan nikah Rp 40 juta. Nanti pengembalian uang tersebut langsung dipotong gaji saya oleh Bank Mandiri.
Apakah rencana saya tersebut tidak dibenarkan agama? Lalu adakah jalan lain bagi saya untuk melaksanakan 3 keinginan sekaligus (umrah, beli mobil & nikah)? Saya pernah ke Bank Muamalat untuk biaya umrah lalu biaya beli mobil ada jalannya tapi untuk pinjam uang buat nikah tidak.
Demikian pertanyaan saya besar harapan Ustaz memberikan jawaban dan jalan keluar.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Abdul Hafizh
Jawaban :
Wa'alaikumussalam wr wb
Pak Hafizh yang dirahmati Allah SWT,
Memenuhi janji atau nazar adalah perbuatan baik dan satu bentuk ketaatan kita kepada Allah SWT. Dia berfirman: “Dan tepatilah perjanjianmu dengan Allah apabila kamu telah berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpahmu itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat“. (An-Nahl: 91).
Berutang dalam Islam dibolehkan, dengan beberapa catatan yang harus diperhatikan yaitu: utang piutang harus ditulis dan dipersaksikan, berutang dengan niat dan tujuan yang baik dan akan melunasinya, menggunakan uang pinjaman dengan sebaik mungkin, dan menyadari bahwa pinjaman merupakan amanah yang harus segera dikembalikan atau dilunasi.
Hal yang tidak kalah penting adalah, bahwa setiap pinjaman tidak dibolehkan adanya tambahan karena termasuk dari praktek riba yang dilarang oleh syariat. Oleh itu, keinginan pak Hafizh (umroh, beli mobil dan menikah) dalam perbankan syariah tidak dinamakan dengan pinjaman, tetapi pembiayaan yang diakomodasi dalam bentuk pembiayaan multijasa (biaya pendidikan, pengobatan, pernikahan, dan lain-lain) dengan mendasarkan kepada Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 44/DSN MUI/VII/2004 tanggal 11 Agustus 2004 yang menggunakan akad ijarah.
Namun demikian, mengenai keinginan pak Hafizh untuk umroh, membeli mobil, dan menikah pada waktu yang hampir bersamaan, sebaiknya bapak harus bisa mendahulukan kebutuhan mana yang paling penting dan mendesak.
Karena dikhawatirkan kita terjatuh pada bahaya dimana kita tidak sanggup untuk membayar utang-utang tersebut. Seperti peringatan Rasulullah SAW: “Diampunkan semua dosa bagi orang mati yang terkorban syahid, kecuali jika dia mempunyai hutang (kepada manusia).” (HR Muslim, 6/38).
Wallahu a’lam bi Showwab
Salahuddin El Ayyubi
Program Studi Ekonomi Syariah Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB
Diasuh oleh Program Studi Ekonomi Syariah Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB, Fakultas Ekonomi Manajemen IPB
Kirimkan pertanyaan Anda ke [email protected]