Antara
Gelaran pesta atau hajatan biasanya identik dengan suvenir atau cendera mata. Meski bukan sesuatu yang wajib, suvenir hampir selalu ada dalam daftar anggaran setiap pasangan yang akan menggelar sebuah pesta, baik pernikahan, perayaan berbagai hal, maupun acara ulang tahun. Keberadaan suvenir tak kurang sebagai wujud terima kasih dari penghelat acara kepada para tamu undangan yang hadir.
Sebelum menentukan cendera mata apa yang akan diberikan kepada rekan, sahabat, dan sanak keluarga, ada baiknya mencari referensi atau melakukan survei terlebih dahulu agar tidak salah pilih dan ketinggalan zaman. Misalnya, dengan mengunjungi pusat-pusat penjualan aneka suvenir, seperti di pasar grosir Asemka yang berlokasi di kawasan Kota.
Salah satu toko grosir suvenir Multi dan Kasih milik Achin, misalnya, menyediakan berbagai cendera mata dari barang yang sifatnya pajangan, hingga yang bisa dipakai untuk kebutuhan sehari-hari. Contohnya, gelas minuman, toples, kipas, cermin, dan lain sebagainya. Untuk saat ini, pertimbangan konsumen adalah tidak hanya pada keindahan dan keunikan bentuknya saja. Mereka sekarang ini justru lebih banyak memburu cendera mata yang mengutamakan nilai manfaat atau kegunaannya.
"Jadi, mereka kasih ke orang enggak sia-sia. Masih bisa dipakai, namun yang utama tetap menyesuaikan budget," kata Rutini, salah satu karyawan toko Multi dan Kasih, Kamis (5/1).
Menurut dia, hampir sebagian besar cendera mata yang dijual di toko tempatnya bekerja berasal dari luar negeri, terutama Cina. Barang-barang yang dijualnya, seperti pulpen berwarna, tempat lilin, kipas motif Cina, hingga cermin dengan gagang ukir berbahan tembaga. Harga yang ditawarkan pun bervariasi, mulai dari Rp 1.000 sampai Rp 75 ribu per potongnya.
Sebelumnya, sudah cukup banyak warga yang mengetahui sentra cendera mata di Pasar Mester Jatinegara, tepatnya di lantai dasar. Di sana juga banyak para penjual aneka produk cendera mata yang bisa memuaskan para konsumen yang tengah berburu. Para konsumen bahkan, bisa membandingkan harga dan kualitas produk antara toko satu dengan yang lain.
Harganya juga bervariasi, seperti halnya dengan jenis cendera mata yang jumlahnya bisa mencapai puluhan, hingga ratusan jenisnya. Harganya berkisar dari Rp 1.000 per buah sampai puluhan ribu rupiah untuk satu barang. Ada pula yang menjualnya secara grosiran. "Semakin banyak jumlah barang yang dipesan, harganya kita kasih murah deh," kata Kokom, penjaga salah satu kios di bagian tengah lantai basement Pasar Mester.
Dia juga mengatakan, setiap konsumen bisa meminta cendera matanya dalam bentuk biasa saja atau dikemas dengan menggunakan kain tila atau plastik mika dan diberi pita. Pilihan warnanya pun terserah pada konsumen. "Kalau dipakaikan tila atau mika, biasanya tambah lagi harganya. Tetap (harganya) murah kok jatuhnya."
Khusus bagi konsumen yang memesan grafir nama, tanggal, dan acaranya ada lagi tambahan biayanya. Biasanya sesuai hasil negosiasi dengan konsumen. "Kalau mau pakai nama, harus pesan dulu sekitar satu sampai dua minggu. Tergantung banyaknya orderan juga."
Pergantian model tiap-tiap barang, menurut dia, sangat cepat untuk produk cendera mata yang dijual di sentra-sentra penjualannya. Satu jenis barang dengan model tertentu, misalkan kipas satin berenda, hanya bisa bertahan paling lama dua sampai tiga bulan. Setelah stok habis, datang lagi kipas baru dengan model berbeda. Karena itu, dia menyarankan agar konsumen mempertimbangkan jumlah barang yang hendak dibelinya. Apabila jumlahnya kurang, belum tentu masih tersedia stok yang sama. Oleh Dewi Mardiani, Retno Wulandhari
--------------------------
Survei Lewat Daring
Selain mendatangi sentra penjualan cendera mata, para konsumen dapat melakukan survei dengan mengunjungi situs-situs penjualan suvenir secara online. Di situs daring tersebut, beragam cendera mata unik dan menarik bisa menjadi pilihan. Salah satunya adalah yang dijual Maryati melalui akun Instagram Lucklig.co.
Luckling yang fokus menyediakan cendera mata pernikahan menawarkan produk berbeda dari yang ada di pasaran, seperti mug, tote bag, tumbler, atau pun notebook. Uniknya, semua produk itu dipercantik dengan desain doodle yang dapat disesuaikan dengan keinginan pemesan.
"Lucklig menyediakan customize ilustration-nya juga. Jadi, suvenir yang dipesan enggak sama dengan yang lain. Ini jadi nilai plus dari Lucklig," ujar wanita yang akrab disapa Mery ini.
Selain itu, yang menjadi keutamaan pada produknya adalah pemilihan media yang tepat, sehingga desain dapat tercetak dengan baik. Meski banyak toko suvenir yang menawarkan produk custom di pasaran, masih jarang yang memerhatikan kualitas desain dan media cetak.
Menurut dia, suvenir yang paling diburu konsumennya saat ini adalah mug vintage dengan kreasi doodle. Selain memiliki nilai fungsi untuk dipakai dalam keseharian, mug ini kini termasuk langka, sehingga memiliki daya tarik tersendiri. Pemesan pun dapat memilih bahan kemasan yang sesuai budget, seperti paper wrap, kertas coklat, paper bag, atau kain tila. Untuk setiap item suvenirnya, Mery membanderol harga mulai Rp 4.000 hingga Rp 38 ribu.
Satu lagi situs penjualan suvenir yang menawarkan produk yang berbeda dari yang umum, yaitu toko online milik Kristin Oktavia Dewi yang dipasarkan melalui akun Instagram btarigendhis. Toko online yang berbasis di Delanggu, Klaten, Jawa Tengah, ini menjual produk berbahan dasar kain blacu.
Kristin biasanya menawarkan produk aneka tas atau dompet dalam berbagai ukuran. Kain blacu dipilih sebagai bahan dasar produknya, karena mendukung kampanye Go Green. "Tujuannya agar penerima suvenir bisa memanfaatkannya berkali-kali sebagai pengganti kantung plastik."
Untuk suvenir berbahan kain, harganya lebih murah dibandingkan kanvas. Untuk mendapatkan suvenirnya, konsumen harus memesan minimal satu bulan sebelumnya. Sebab, semua proses produksi masih dilakukan secara manual, dari desain, sablon, jahit, hingga kemasan.
Harga yang dibanderol untuk setiap barang beragam berdasarkan dengan jumlah dan ukuran produk yang dipesan. Untuk suvenir dompet dijual mulai Rp 4.500-an per potongnya dan tas dijual mulai harga Rp 6.000-an per potongnya. rep: Retno Wulandhari, ed: Dewi Mardiani