Jumat 29 Aug 2014 12:00 WIB
wawancara

Prof Dr KH Ahsin Sakho Muhammad: Beban Berat Seorang Umara

Red:

Dalam Kitab Hilyatul Auliya’ disebutkan, ketika Umar bin Khattab menjadi khalifah ia pernah mengatakan, "Sekiranya ada seekor kambing di Irak yang masuk terperosok ke dalam Sungai Furad dan hal itu disebabkan karena fasilitas umum yang tidak baik, maka akulah yang bertanggung jawab soal itu."

Bayangkan saja, Umar bin Khattab yang berada di Madinah mempunyai tanggung jawab sampai ke Irak. Begitu luas dan beratnya beban yang diemban seorang pemimpin. Pakar ilmu tafsir dan hukum Islam Prof Dr KH Ahsin Sakho Muhammad mengatakan, demikian beratnya beban seorang pemimpin yang harus ia pertanggungjawabkan di akhirat kelak di hadapan Allah.

Menurut Ahsin, dengan tugas pemimpin seberat itu, pantaslah ia disebut dengan "bayang-bayang" Allah di muka bumi. Berikut petikan wawancaranya bersama wartawan Republika Hannan Putra.

Bagaimana konsep umara (kepemimpinan pemerintah) dalam Islam?

Dalam suatu masyarakat Muslim harus ada kepemimpinan yang namanya Amir. Pada waktu Nabi SAW meninggal, antara kaum Muhajirin dan Anshar terjadi perbedaan pandangan siapa yang akan menggantikan Nabi. Ketika itu Umar bin Khatab memegang tangan Abu Bakar RA dan akhirnya mengangkat Abu Bakar.

Jadi, kepemimpinan dalam masyarakat Islami itu harus ada sebuah idealisnya. Tapi, dalam masyarakat zaman sekarang yang sudah berubah dari tatanan masa lalu, kita memasuki suatu arena pembentukan. Karena kita sekarang ini berdasarkan bangsa dan negara.

Setelah berakhirnya Perang Dunia ke-2, masa Khilafah Islamiyah di Turki sudah berakhir. Maka, bentuk-bentuk negara sudah berdasarkan negara masing-masing. Orang sekarang itu berubah dalam tatanan masyarakat itu. Secara politik tidak lagi disatukan pada satu orang, tetapi kekuasaan itu sudah dibagi-bagi.

Ini merupakan ijtihad (usaha) manusia dan banyak diterima negara-negara. Para pemikir Muslim memandang ini suatu ijtihad selama masih berada dalam koridor keislaman tentu tidak apa-apa. Apakah dalam bentuk kerajaan, parlemen, negara, itu tidak apa-apa selama masih diisi dengan semangat keislaman.

Apa tugas pemimpin negara dalam perspektif Islam?

Ada yang mengatakan, khalifah itu bayang-bayang Allah di muka bumi. Itulah tujuannya pemimpin untuk menciptakan kesadaran masyarakat agar menjadikan Allah sebagai satusatunya Tuhan yang harus disembah. Inilah tugas pemimpin, menyadarkan rakyatnya agar kembali kepada fitrah mereka. Bagaimana rakyatnya bisa menyembah hanya kepada Allah SWT.

Kemudian, pemimpin juga bertugas sebagai penyampai pesan-pesan Allah kepada rakyatnya. Yaitu, bagaimana rakyatnya bisa beribadah dan menunaikan kewajiban mereka kepada Allah. Kemudian, tugas pemimpin untuk menciptakan keadilan hukum yang ada di suatu kawasan. Itu saja.

Bagaimana mengakomodasi tugas pemimpin dalam perspektif Islam dalam sistem demokrasi?

Dalam sistem demokrasi itu berdasarkan kemauan dan kehendak rakyat. Kalau seandainya rakyatnya sudah Muslim dan tahu dengan tujuan hidup mereka. Itu kan boleh-boleh saja. Makanya sesuatu dilarang oleh Allah, itu sudah tidak boleh lagi dimusyawarahkan. Misalkan, musyawarah untuk legalisasi penjualan minuman keras. Jelas ini tidak boleh karena ini sudah diharamkan. Kita hanya dibolehkan untuk memusyawarahkan sesuatu yang tidak dilarang dalam Islam dan jelas ada nashnya.

Seberapa berat tanggung jawab seorang pemimpin jika dilihat dalam perspektif Islam?

Tentu berat sekali. Abu Dzar pernah meminta kepada Rasulullah SAW untuk dijadikan pemimpin. Rasulullah mengatakan, Sesungguhnya kepemimpinan itu adalah amanah. Sesungguhnya itu dipertanggungjawabkan di hari kiamat. Itu adalah beban yang sangat berat. Di hari kiamat, beban kepemimpinan bisa menyebabkan seseorang merasa rugi.

Inilah tantangan bagi seorang pemimpin, bagaimana menciptakan suatu keadilan di masyarakatnya dalam seluruh aspek dan unsur kehidupan. Semua itu ditanggung oleh pemimpin, baik urusan dunia sampai urusan akhirat.

Bagaimana ciri-ciri pemimpin yang zalim?

Pemimpin zalim adalah yang mengeluarkan instruksi bersifat mencederai umatnya. Zalim kebalikan dari kebenaran. Seandainya pemimpin memerintahkan kepada bawahannya melakukan tindakan-tindakan tidak sesuai dengan aturan yang mereka buat sendiri, itu namanya kezaliman.

Harusnya, pemimpin adalah orang yang paling mengalah. Ia adalah orang yang paling awal melaksanakan. Coba lihat Umar bin Khattab dalam kitab Hilyatul Auliya’. Suatu kali Umar bin Khatab pernah mengatakan, "Sekiranya ada seekor kambing di Irak yang masuk terperosok ke dalam Sungai Furad, dan hal itu disebabkan oleh fasilitas umum yang tidak baik, maka akulah yang bertanggung jawab soal itu."

Bayangkan saja, Umar bin Khattab itu di Madinah, sedangkan kejadian itu di Irak. Itulah tanggung jawabnya pe mim pin. Sekarang, andaikan pemerintah tidak becus mengurus saluran air sehingga ada anak kecil terperosok di situ, kemudian maraknya kecelakaan lalu lintas karena jalan yang rusak, itu semua harus dipertanggungjawabkan oleh pemerintah.

Pemerintah harus mengemban tanggung jawab da lam kesejahteraan masyarakatnya. Semua itu dipertanggungjawabkan kepada Allah terlebih dahulu, kemudian tanggung jawab kepada umatnya.  rep:hannan putra ed: hafidz muftisany

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement