Kamis 30 Apr 2015 14:00 WIB

Aborsi dalam Islam

Red:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Ada banyak upaya yang dilakukan manusia demi kelangsungan hidupnya. Namun, berbagai upaya pula dilakukannya untuk menghentikan kehidupan sebelum atau sesudah kehidupan itu sendiri dimulai. Salah satu upaya yang dilakukan manusia untuk menghentikan kehidupan adalah dengan menstrual regulation atau aborsi.

Aborsi banyak sekali dilakukan guna mencegah kehamilan atau karena seorang wanita tidak menghendaki kehamilan tersebut. Salah satu penyebab keadaan ini adalah ketidaksanggupan atau ketidakrelaan untuk menanggung konsekuensi dari kehamilan tersebut.

Menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah abortus. Dalam definisinya, abortus berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Tentu saja ini adalah suatu pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk tumbuh. Ada tiga macam aborsi yang dikenal dalam dunia kedokteran.

Pertama, aborsi spontan atau alamiah yang berlangsung tanpa tindakan apa pun. Kebanyakan disebabkan kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma. Kedua, aborsi buatan atau sengaja adalah pengakhiran kehamilan sebelum usia kehamilan 28 minggu sebagai suatu akibat tindakan yang disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi. Ketiga, aborsi terapeutik atau medis, yaitu pengguguran kandungan buatan yang dilakukan atas indikasi medis.

Banyak sekali alasan kaum wanita untuk melakukan tindakan aborsi. Akan tetapi, alasan nonmedis biasanya lebih mendominasi, seperti tidak ingin memiliki anak karena mengganggu karier atau sekolah, tidak memiliki cukup uang untuk merawat anak, tidak ingin memiliki anak tanpa ayah, atau masih terlalu muda untuk memiliki anak. Sebenarnya alasan-alasan seperti ini tidak mendasar karena hanya menunjukkan sikap egoisnya yang tidak peduli dan hanya memikirkan dirinya sendiri.

Pandangan Islam terhadap praktek aborsi

Ulama memiliki beberapa pandangan terkait hukum aborsi. Ada beberapa ulama yang mengharamkan secara mutlak, namun ada juga yang memperbolehkan dengan beberapa syarat dan kondisi-kondisi tertentu. Namun, secara umum, banyak ulama yang mengharamkan secara mutlak, berhujah dari Alquran dan sunah.

Ulama yang mengharamkan menyatakan, dalam Alquran sangat banyak disebutkan persoalan janin dan bayi. Dalam Alquran, tidak dijumpai satu pun ayat yang memperbolehkan tindakan aborsi. Persoalan terkait janin dan kandungan sebenarnya sudah tuntas dibahas Alquran. Namun, tak satu pun dari ayat-ayat tersebut yang memberikan legalitas untuk melakukan aborsi.

Di samping itu, ada beberapa fuqaha dari kalangan mu'ashirah (kontemporer) yang memperbolehkan tindakan aborsi dalam beberapa kondisi tertentu. Misalnya, ada alasan medis yang kuat untuk melakukan aborsi, seperti janin yang jika tetap dipelihara akan membahayakan keselamatan dan nyawa si ibu.

Dalam kondisi ini, janin boleh digugurkan sebelum mencapai usia 120 hari (empat bulan). Para ulama berpendapat, sebelum memasuki usia 120 hari, janin belumlah hidup. Berdalil dari ayat Alquran, ruh baru akan ditiupkan kepada janin pada usia 120 hari. Jika janin digugurkan sebelum usia tersebut dengan alasan yang syar'i, tidak dapat dikategorikan membunuh. Sebagaimana definisi pembunuhan adalah menghilangkan nyawa.

Para ulama yang memperbolehkan aborsi dalam kondisi ini berdalil dengan kaidah fikih, Dar`ul mafaasid muqaddam `alaa jalbi al-mashalih (antisipasi keburukan lebih diutamakan daripada meraih kebaikan). Hal terburuk dalam kondisi ini adalah nyawa si ibu yang terancam karena janin. Sedangkan, jalbi al mashalih adalah mendapatkan bayi.

Jika berpatokan pada kaidah fikih, berarti menyelamatkan nyawa si ibu lebih diutamakan daripada mengharapkan kelahiran bayi.

Kondisi inilah yang diperbolehkan oleh para ulama, menurut pendapat yang mu'tamad. Adapun jika usia janin sudah lebih dari 120 hari, para ulama sepakat akan keharaman menggugurkan kandungan.

Apa pun kondisinya, tindakan aborsi tetap saja haram untuk dilakukan, sekalipun tidak membahayakan nyawa si ibu. Melakukan aborsi di usia 120 hari ke atas adalah pembunuhan. Islam tidak membolehkan membunuh satu nyawa untuk menyelamatkan satu nyawa. Kendati demikian, si ibu tetap diharuskan menjalani pengobatan sampai takdir yang menentukan. Apakah salah satu nyawa diambil Allah atau diberikan karunia kehidupan untuk ibu dan bayinya.

Adapun alasan-alasan nonmedis, seperti kasus hamil di luar nikah, ingin berkarier, dan seterusnya tentu saja tidak dapat diterima. Keharaman aborsi tidak bisa digugurkan oleh alasan-alasan tersebut. Keharaman tersebut karena Islam sangat memuliakan janin. Di samping itu, risiko aborsi yang sangat berat juga menjadi faktor pengharaman. Seorang Muslim diharamkan menjatuhkan dirinya pada kebinasaan. Apalagi, hanya dengan alasan-alasan yang tak dapat diterima.

Aborsi memiliki risiko yang tinggi terhadap kesehatan maupun keselamatan seorang wanita. Ada dua macam risiko kesehatan terhadap wanita yang melakukan aborsi. Pertama, risiko kesehatan dan keselamatan fisik. Saat melakukan aborsi dan setelah melakukan aborsi ada beberapa risiko yang akan dihadapi seorang wanita, seperti kematian mendadak karena pendarahan hebat, kerusakan leher rahim (cervical lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya, infeksi pada lapisan rahim (endometriosis), atau menjadi mandul atau tidak mampu memiliki keturunan lagi (ectopic pregnancy).

Kedua, risiko kesehatan mental. Proses aborsi bukan saja suatu proses yang memiliki risiko tinggi dari segi kesehatan dan keselamatan seorang wanita secara fisik, melainkan juga memiliki dampak yang sangat hebat terhadap keadaan mental seorang wanita. Gejala ini dikenal dalam dunia psikologi sebagai post-abortion syndrome (PAS).

Pada dasarnya seorang wanita yang melakukan aborsi akan mengalami gangguan psikologi, seperti kehilangan harga diri, berteriak-teriak histeris, ingin melakukan bunuh diri, bahkan mulai mencoba menggunakan obat-obat terlarang. Di samping itu, para wanita yang melakukan aborsi akan dipenuhi perasaan bersalah yang tidak hilang selama bertahun-tahun dalam hidupnya. Pikirannya senantiasa dihantui dengan anak yang digugurkannya dan selalu mengalami mimpi buruk dan halusinasi yang berhubungan dengan aborsi yang dijalaninya.

Kehidupan adalah anugerah dari Allah SWT. Betapa banyaknya pasangan suami istri yang rindu untuk dikaruniai anak, tetapi mereka belum mendapatkannya. Seorang calon ibu yang memutuskan untuk aborsi belum tentu akan diberikan lagi karunia untuk hamil oleh Allah SWT. Bisa jadi mereka mendapatkan risiko aborsi untuk mandul seumur hidup. Di sanalah mereka akan menyesal dan meratapi tindakan mereka. Allahu A'lam. Oleh Hannan Putra  ed: Hafidz Muftisany

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement