Inggris pernah memiliki pahlawan Muslimah pada Perang Dunia II, yaitu sosok Noor Inayat Khan. Muslimah kelahiran Rusia, 2 Januari 1914, ini adalah keturunan India dan Amerika Serikat (AS).
Ayahnya, Hazrat Inayat Khan, adalah tokoh Muslim keturunan India yang terpandang. Ayah Noor memiliki garis keturuann dengan Sultan Tipu, pemimpin Kerajaan Islam Mysore di India. Ibunya, Ameena Begum, adalah seorang warga AS yang mendalami sufi.
Ayah dan ibu Noor adalah tokoh yang mengenalkan sufi ke Eropa dan Amerika. Setelah menetap di Rusia, keluarga Noor memutuskan hijrah ke Prancis. Noor adalah gadis yang lemah lembut, pemalu, dan penyayang anak-anak.
Ia mengambil kuliah tentang psikologi anak di Sorbone dan kuliah musik di Paris Conservatory. Ia mempelajari puisi dan menulis untuk majalah anak-anak. Buku dongeng Twenty Jataka Tales menjadi karya pertamanya yang diterbitkan pada 1939. Namun, siapa sangka, sosok yang lemah lembut dan penyayang anak itu memiliki keahlian sebagai mata-mata.
Saat Perang Dunia II meletus, Prancis diinvasi oleh Jerman. Keluarga Noor memutuskan melarikan diri ke wilayah Bordeaux dan menyeberang ke Inggris. Mereka tiba di Falmouth, Cornwall, pada 22 Juni 1940.
Noor yang tidak suka dengan negara yang menginvasi negara lain akhirnya bergabung dengan pasukan Inggris. Ia bergabung ke divisi Women's Auxiliary Air Force (WAAF) sebagai operator nirkabel. Setelah mendapat pendidikan militer, Noor ditarik ke divisi intelijen angkatan udara Inggris.
Noor memiliki nama samaran Nora Baker. Ia ditempatkan di First Aid Nursing Yeomany (FANY). Ia dikirim ke Wanborough Manor, dekat Guildford, Surrey, Inggris.
Pada akhir 1942, ia direkrut menjadi agen elite. Tugasnya tidak main-main, masuk ke wilayah musuh dan mengirimkan segala informasi ke London. Noor dikirim ke Prancis untuk memata-matai aktivitas Jerman di sana. Ia memiliki kata sandi "Madeleine".
Noor berangkat dengan dua teman wanita, Diana Rowden dengan kata sandi "Paulette" dan Cecily Lefort dengan nama sandi "Alice". Keduanya bergabung dengan tim medis yang dipimpin Francis Suttill dengan nama sandi "Prosper".
Selama satu setengah bulan di Paris, hampir semua jaringan Noor tertangkap mata-mata Jerman, Sicherheitsdienst (SD). Noor sempat lolos, namun ia menolak kembali ke Inggris. Ia ingin terus mengirim kabar terbaru dari Paris ke London. Ia pun selalu berpindah-pindah lokasi guna menghindari kejaran pasukan Jerman.
Noor yang tinggal sendiri dari jaringan Prosper menjadi agen Inggris yang paling dicari tentara Jerman di Paris.
Namun, Henri Dericourt dan Renee Garry, sesama agen rahasia, mengkhianatinya. Henry adalah agen ganda SD Jerman. Renee mendapat iming-iming 100 ribu franc dank.
Akibat pengkhianatan tersebut, dia ditangkap pada 13 Oktober 1943. Noor diinterogasi di markas SD di 84 Avenue Foch, Paris. Karakternya yang lembut dikhawatirkan akan membocorkan rahasia, tetapi fakta berkata lain. Noor lebih tegar terhadap siksaan lebih dari sebulan.
Pada 25 November 1943, Noor lolos dari markas SD bersama dengan sesama agen rahasia negara SOE, John Renshaw Starr dan Leon Faye, tapi tak lama kemudian kembali tertangkap.
Noor dibawa ke Jerman pada 27 November 1943, sebagai tahanan dan dipenjarakan di Pforzheim di sel isolasi. Dia ditahan selama sepuluh bulan dan diborgol. Ia sama sekali menolak memberikan informasi apa pun yang ia ketahui.
Pada 11 September 1944, Noor dan tiga agen SOE lainnya dari Karlsruhe yang dipenjara, Yolanda Beekman, Eliane Plewman, dan Madelaine Demermeint, dipindahkan ke Kamp Konsentrasi Dachau. Pada pagi hari, 13 September 1944, empat wanita tersebut dieksekusi hukuman mati. Sesaat sebelum ditembak, Noor meneriakkan kata "liberte" yang bermakna kemerdekaan bagi siapa pun di bumi ini.
Berkat jasanya, Kerajaan Inggris memberikan penghargaan George Cross kepada Noor. Prancis juga menganugerahinya gelar Croix de Guerre.
Penghargaan tersebut merupakan penghargaan tertinggi bagi pahlawan Inggris yang dapat menghadapi langsung musuhnya dengan gagah berani. Ratna Ajeng ed: Hafidz Muftisany