Jumat 08 Jan 2016 11:00 WIB

Kemenag Terbitkan Aturan Baru untuk LAZ

Red:

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menerbitkan regulasi baru mengenai pemberian izin lembaga amil zakat (LAZ). Peraturan ini tercantum dalam Keputusan Mentri Agama (KMA) Nomor 333 Tahun 2015 yang ditandatangani 6 November 2015 lalu.

Direktur Pemberdayaan Zakat Kementerian Agama RI Jaja Jaelani mengatakan KMA Nomor 333 Tahun 2015 merupakan turunan dan Peraturan Presiden (PP) Nomor 14 Tahun 2014 pedoman pemberian izin LAZ.

Dalam regulasi baru ini, ada tiga tingkatan LAZ, yaitu LAZ Nasional (Laznas), LAZ provinsi, dan LAZ kabupaten/kota.

Salah satu persyaratan yang tercantum dalam KMA Nomor 333 Tahun 2015 adalah adanya batasan penghimpunan dana minimal Rp 50 miliar untuk Laznas, Rp 20 miliar untuk LAZ provinsi, dan Rp 3 miliar untuk Laznas Kabupaten/kota.

Jaja mengatakan, regulasi ini merupakan salah satu cara untuk memperkuat dan menunjukkan keseriusan dalam pengelolaan zakat. "Jadi zakat tidak bisa dimain-mainkan lagi. Kalau ingin mengelola zakat hendaknya amanah dan serius," ujar dia kepada Republika beberapa waktu lalu.

Hingga saat ini, kata Jaja, telah ada lima lembaga zakat yang mengajukan perizinan. Empat di antaranya, telah mendapatkan Surat Keputusan (SK).

Menurut Jaja, regulasi ini akan berlaku mulai 26 November 2016. Ia mengimbau agar lembaga zakat yang belum mempunyai legalitas segera mengajukan izin. Menanggapi banyaknya lembaga zakat berskala kecil yang muncul masjid-masjid dengan penghimpunan dana minim dan tidak memenuhi syarat, Jaja mengatakan, "Itukan berarti ilegal. Agar legalitasnya bisa dipertanggungjawabkan segera mendaftar," kata dia. 

Direktur Utama Dompet Dhuafa Ahmad Juwaini mengaku dapat memahami adanya pembatasan penghimpunan dana yang diperlakukan. Ia sepakat dengan aturan ini selama bertujuan untuk memperkuat pengelolaan zakat.

"Karena dengan jumlah (dana terhimpun) yang besar akan memberikan kemampuan mendanai Laz-nya dengan cukup besar. Artinya dengan dana yang besar, dia juga punya kesempatan untuk membuat program-program yang lebih berarti, lebih signifikan, lebih bermanfaat buat masyarakat," ujar dia. 

Ahmad memprediksi besaran dana minimum yang dihimpun kemungkinan akan menyebabkan penurunan jumlah Laznas dari 18 lembaga menjadi sekitar 10 lembaga. Namun, lagi-lagi ia dapat memahami aturan tersebut. Ia setuju bahwa jumlah Laznas tidak perlu terlalu banyak. "Yang perlu banyak itu Laz yang kecil-kecil, seperti LAZ kabupaten/kota," kata dia.

Lebih lanjut, Ahmad menyarankan agar Kemenag tidak memilih opsi untuk menganggap ilegal lembaga yang tidak memenuhi persyaratan sebagai Laz. Lembaga-lembaga tersebut dapat meleburkan diri menjadi unit pengumpul zakat (UPZ) dari Laz atau Baz yang ada.

Pendapat ini juga mendapat dukungan dari Ketua Umum Forum Zakat (FOZ) Nur Efendi. Menurut dia, banyaknya lembaga amil zakat yang belum terdaftar justru menjadi evaluasi baik bagi Kemenag, BAZNAS maupun LAZ.

"Bisa jadi mereka tidak mendaftar itu karena tidak tahu. Itu yang harus diperhatikan. Jadi sebelum men-judge mereka ilegal, harus dipastikan mereka mengerti registrasinya. Kan selama ini dari sisi sosialisasi masih minim," ujar CEO Rumah Zakat ini.

Menurut Efendi, perlu ada tahapan sebelum menyatakan lembaga tersebut ilegal, misalnya dengan sosialisasi, surat teguran, hingga penindakan. Selain menjadi UPZ, ia juga menyarankan lembaga-lembaga tersebut juga dapat bermitra dengan Laznas.

Dengan adanya KMA, jumlah batasan minimum lebih kecil daripada yang ditentukan Baznas. Jumlah ini juga tidak harus terpenuhi selama pengajuan, namun dapat berupa kesanggupan. Apabila Laz tidak mampu memenuhi jumlah yang telah ditentukan, lembaga ini bisa diturunkan skalanya.

Adapun aturan yang masih mengganjal bagi Efendi antara lain pembatasan jumlah jaringan yang bisa dibuka oleh Laznas. Selama ini, Laznas hanya boleh membuka satu jaringan di ibukota provinsi, sementara Baznas dapat membuka hingga kabupaten/kota.

Rumah Zakat sendiri sudah mendapat SK Menteri Agama sebagai Lembaga Amil Zakat Nasional (Laznas) pada Senin (4/1).

Nur Efendi berharap RZ semakin berkomitmen menjadi mitra pemerintah dan Baznas untuk menghimpun dan mengelola dana zakat, infak, sedekah serta dana sosial lainnya.

Selain itu Ia juga berharap RZ dengan gerakan dan kampanyenya, yakni "Sharing Happiness" bisa mengajak sebanyak-banyaknya masyarakat agar lebih peduli dan senang berbagi. 

Inisiatif Zakat Indonesia (IZI) yang memisahkan diri dari struktur Lembaga Kemanusiaan PKPU juga mendapatkan SK yang sama.

Direktur Utama IZI Wildhan Dewayana menyebut, lahirnya IZI adalah upaya mengoptimalkan pengelolaan dan pelayanan zakat sesuai dengan UU Zakat No 23 Tahun 2011.

"IZI akan mengembangkan aktivitas pengelolaan zakat dan semua hal yang melekat padanya yang sebelumnya telah dikelola oleh PKPU selama 16 tahun," kata Wildhan.

Dirjen Bimas Islam Kemenag Prof Machasin berpesan agar Lembaga Zakat Nasional yang telah mendapatkan surat izin dapat menjadi lembaga zakat yang amanah dan dapat mencapai standar penghimpunan zakat senilai minimal Rp 50 miliar dalam satu tahun.

"Kami ucapkan selamat atas keluarnya surat keputusan menteri agama sebagai lembaga amil zakat nasional dan tentunya lembaga zakat yang telah mendapatkan izin ini dapat amanah," ujar Machasin.

Sedangkan, Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Bambang Sudibyo menekankan agar pengelolaan dana sebesar Rp 50 miliar ini sesuai syariah dan aturan hukum yang berlaku.

"Pada kesempatan ini saya ingin memberikan sebuah penekanan kepada pimpinann LAZ ini agar dapat mengelola dana Rp 50 miliar ini sesuai syariah dan ketentuan hukum yang berlaku," ujar Bambang Sudibyo. n ed: hafidz muftisany

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement