Senin 16 Jun 2014 16:29 WIB

Pekerjaan Rumah Atasi Kesenjangan Pendapatan

Red:

Indonesia masih diharapkan pada tingginya kesenjangan pendapatan atau meningkatnya koefisien gini. Hal ini disebabkan bukan hanya karena masalah miskin dan kaya, akan tetapi karena akses pendidikan.

Peneliti dari School of Oriental and Africa Study University of London, Anne Booth, mengatakan, sejak krisis 1997/1998, kesenjangan alias ketimpangan terus terjadi karena rendahnya pendidikan di wilayah pedesaan. Memang di satu sisi, katanya, mempertahankan pertumbuhan ekonomi merupakan tindakan yang cukup tepat. Khususnya, dalam upaya mengurangi penurunan kemiskinan.

Hanya, ia mengungkapkan, kurang efektif. Apalagi program bantuan langsung tunai yang diberikan pemerintah, belum tentu diterima oleh masyarakat miskin. Hal ini makin diperparah karena adanya migrasi. Orang muda yang berasal dari pedesaan berpindah ke kota untuk mencari pekerjaan. Sayangnya, berakhir dengan tingkat produktivitas yang rendah dan menjadi buruh di sektor informal.

Oleh karena itu, pemerintah yang akan datang perlu membuat kebijakan untuk memudahkan akses masyarakat kepada pendidikan dan kesehatan. Khususnya, pendidikan tinggi bagi warga pedesaan.

"Kampus perlu membuka ruang selebar-lebarnya bagi masyarakat miskin dan daerah," ujarnya.

Ia berharap, institusi pendidikan baik swasta maupun negeri memberikan bantuan bagi masyarakat tidak mampu. Meski, saat ini beberapa kampus swasta telah memiliki prioritas untuk merekrut mahasiswa dari keluarga berpenghasilan rendah. Hanya belum semua kampus melakukan hal tersebut.

Berdasarkan koefisien gini, terjadi peningkatan dari jumlah pembelanjaan per kapita rumah tangga, sejak 1980 hingga 1996. Bahkan, ketimpangan itu terus meningkat hingga saat ini. Sejak 1999, angka koefisien gini terus meningkat dari 0,31 menjadi 0,41 pada 2011.

Pada saat yang sama terjadi peningkatan proporsi belanja, khususnya di perkotaan. Jika pada 1984 angka belanja perkotaan sekitar 19 persen, saat ini angkanya meningkat menjadi 27 persen dengan tertinggi di Jakarta, yaitu 31 persen.

Ia juga menambahkan bahwa data menunjukkan angka ketimpangan di Indonesia tak setinggi di Malaysia, Thailand, Cina, dan Amerika Latin. Namun, hal ini terjadi karena pengukuran di Indonesia berdasarkan pengeluaran per kapita yang memberikan perkiraan lebih rendah dari pendapatan per kapita.

Padahal, berdasarkan data yang digunakan untuk multidimensional poverty index (MPI) yang dilakukan pada 2000-2007, menunjukkan Indonesia berada di peringkat 53. Angka ini di bawah Thailand, Malaysia, Cina, Filipina, dan Vietnam.

Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2012 mengungkapkan, angka kemiskinan mayoritas berada di desa, yaitu, 63 persen. Mayoritas kaum miskin berada di Jawa sebanyak 55 persen. Hanya secara statistik, angka kemiskinan tertinggi ada di Aceh, Nusa Tenggara Barat, Maluku, Papua, dan Papua Barat.

Sebenarnya, ia mengungkapkan, tidak ada jawaban pasti alasan mengapa ada orang miskin di Indonesia. Kemiskinan kadang timbul karena sakit, kecelakan, dan usia yang tua. Ada juga yang miskin karena tidak memiliki asset, seperti tanah, pendidikan, keahlian, keluarga, dan kontak sosial. Faktor lain, ia menambahkan, timbul akibat konflik dan kekerasan, seperti yang terjadi di Aceh dan Maluku.

Sementara, Papua dan Papua Barat memiliki alasan khusus mengapa terus berada dalam kemiskinan. Penduduk asli, kata Anne, terbelakang karena faktor pendidikan dan kemampuan. Mereka juga mengalami diskriminasi dalam pekerjaan.  rep:ichsan emerald alamsyah ed: fitria andayani

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement