Kamis 21 Apr 2016 18:27 WIB

BHP Billiton Hengkang

Red: operator

BHP Billiton belum melaporkan aksi korporasi ini kepada pemerintah. 

MELBOURNE -- Eksportir batu bara terbesar di dunia, BHP Billiton, sedang mempertimbangkan untuk menghentikan operasinya di Indonesia. Langkah tersebut diambil lantaran sejumlah alasan, antara lain, ketidakpastian peraturan di Tanah Air serta lemahnya prospek batu bara.

"BHP Billiton sedang melakukan tinjauan strategis terkait keterlibatan IndoMet Coal dalam tujuh proyek batu bara di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur," tulis perseroan dalam laporan kuartal I 2016, seperti dilansir dari Reuters, di Jakarta, Rabu (20/4). 

BHP Billiton memiliki 75 persen saham pada proyek IndoMet Coal. Sisa sahamnya telah dijual kepada PT Adaro Energy Tbk pada 2010 dengan nilai 335 juta dolar AS.   

Sejak saat itu, harga batu bara anjlok drastis. Para analis menilai, langkah BHP menghentikan operasinya akan menguntungkan perseroan. Dan, jumlah keuntungannya tidak sedikit, yaitu 200 juta dolar AS.

"Apakah langkah ini cepat bagi BHP Billiton? Tidak. Tapi, ini menjadi kesempatan yang luar biasa bagi perusahaan Indonesia dengan koneksi yang tepat," kata analis Shaw and Partners, Peter O' Connor.

Reuters dalam laporannya menyebut BHP Billiton sedang mempertimbangkan sejumlah opsi untuk IndoMet Coal. Namun, sang juru bicara yang enggan disebut namanya menolak berkomentar apakah perusahaan tersebut telah memasuki pembicaraan dengan pembeli potensial untuk saham yang tidak sedikit tersebut.

Dalam kiprahnya, IndoMet Coal telah mulai berproduksi sejak tahun lalu. Tercatat, 1 juta ton batu bara dieksploitasi dari tambang Haju, Kalimantan Tengah.

Proyek tersebut mendapat kecaman dari kelompok-kelompok lingkungan. Musababnya, lokasi penambangan berada di lokasi yang kaya akan keanekaragaman hayati.

Adaro Energy menyebut, IndoMet Coal memiliki potensi sebesar 1,27 miliar ton batu bara. Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan dari perseroan.

Sedangkan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengaku belum mengetahui langkah yang akan diambil BHP Billiton. Hal ini disampaikan Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara Agung Pribadi. 

Seharusnya, sebagai perusahaan global yang beroperasi di Indonesia, BHP melaporkan rencana aksi korporasi tersebut ke Pemerintah RI, termasuk saat hendak menghentikan kegiatan produksi.

Proses divestasi saham perusahaan tambang asing di Indonesia seharusnya mengacu kepada proses divestasi yang dilakukan PT Newmont Nusa Tenggara. Sementara, para pihak yang akan melakukan proses transaksi, melaporkannya kepada pemerintah. 

Hal ini seperti yang dilakukan pemilik Medco, Arifin Panigoro, yang melaporkannya kepada Kementerian Koordinator Maritim dan Sumber Daya pada November 2015 lalu.

Anggota Komisi VII DPR, Kurtubi, menyatakan, proses divestasi saham Newmont bisa menjadi preseden ideal serta studi kasus menarik dalam kasus divestasi perusahaan tambang yang ada di Indonesia.

Direktur Eksekutif Energi Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara mengatakan, idealnya perusahaan asing seperti Newmont dan BHP Billiton yang akan melakukan penjualan saham di Indonesia harus melapor terlebih dulu ke pemerintah.

Pangkas produksi 

Dari Australia dilaporkan, manajemen BHP Billiton memutuskan untuk memangkas produksi tahunan bijih besi sebesar empat persen atau setara dengan 10 juta ton. Kebijakan ini tak lepas dari rencana perseroan untuk memangkas biaya operasional seturut tertekannya harga komoditas.

CEO BHP Billiton Andrew Mac Kenzie mengatakan, selama 12 bulan terakhir, perseroan telah mengambil sejumlah langkah untuk memperkuat BHP Billiton. "Termasuk penjualan aset dan penangguhan investasi untuk jangka pan jang," ujarnya seperti dilansir ABC. Pemangkasan produksi BHP Billiton meliputi tiga komoditas utama, yaitu bijih besi (turun satu persen), minyak (turun empat persen), dan tembaga (turun delapan persen). Sedangkan untuk batubara, penurunannya hanya sekira satu persen.  reuters, ed: Muhammad Iqbal 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement