Rabu 04 Jan 2017 17:15 WIB

Inflasi Tahunan Terendah Sejak 2010

Red:

JAKARTA  --  Badan Pusat Statistik (BPS) menilai inflasi tahunan pada 2016 merupakan yang terendah sejak 2010. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis inflasi Januari dari Desember 2016 mencapai 3,02 persen, sedangkan khusus Desember sebesar 0,42 persen.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, inflasi kalender 2016 rendah karena inflasi bulanan yang mampu dijaga, sehingga berpengaruh terhadap inflasi tahunan. "Inflasi ini sangat terjaga dan menjadi inflasi paling baik sejak 2010," kata Suhariyanto di kantornya, Selasa (3/1).

Suhariyanto mengatakan, pada 2011 nilai inflasi mencapai 3,79 persen. Pada 2012 nilai inflasi ini naik mencapai 4,30 persen. Inflasi ini terus melonjak dan nilainya sangat tinggi hingga 8,38 pada 2013 dan hanya turun sedikit menjadi 8,36 pada 2014.

Inflasi ini baru bisa turun pada 2015 menjadi 3,35 persen. Prediksi pemerintah untuk menurunkan inflasi kembali dan menahan tidak melambung hingga empat persen tercapai. Sebab, inflasi pada 2016 telah mencapai 3,02 persen.

Suhariyanto berharap, pemerintah masih bisa menekan sejumlah komoditas yang terpantau mengalami inflasi terbesar. Komoditas ini, seperti cabai merah, bawang merah, rokok kretek filter, angkutan transportasi, bawang putih, tarif pulsa ponsel, ikan segar, rokok kretek, tarif kontrak rumah, dan tarif sewa rumah.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pada dasarnya inflasi mengukur harga dari sisi permintaan (demand side) dan struktur harta. Menurut dia, dengan pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang tercatat sebesar 5,0 persen pada 2016 menunjukkan masih stabilnya daya beli masyarakat.

Sri menilai, jika asumsi penurunan daya beli dijadikan alasan atas rendahnya inflasi tahun lalu maka seharusnya pertumbuhan konsumsi masyarakat juga ikut melorot. "Kalau inflasi bagus kok bisa? Karena daya beli rendah? Tahun 2016 kan harga komoditas turun dan pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk menekan cost structure. Growth konsumsi juga masih lima persen. Jadi, bukan karena daya beli turun (inflasi rendah)," katanya.

Kelompok bahan makanan menjadi penyumbang inflasi terbesar sepanjang 2016, yakni mencapai 1,21 persen dari inflasi 2016 yang mencapai 3,02 persen. Apabila dibandingkan dengan 2015, kontribusi bahan makanan meningkat. Pada tahun lalu andil bahan makanan terhadap inflasi sebesar 0,98 persen.

Adapun kelompok yang memberikan andil terhadap inflasi sepanjang 2016 terbesar kedua, yakni kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau yang mencapai 0,91 persen, diikuti kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar sebesar 0,46 persen.

Pemangkasan berbagai harga bahan bakar minyak (BBM) serta tarif listrik nonsubsidi jelang akhir 2016 turut mendorong inflasi yang lebih rendah. Bahkan, mampu menutupi kenaikan rutin inflasi transportasi menjelang musim liburan pada akhir tahun.

Analis Riset Samuel Sekuritas Rangga Cipta mengatakan, inflasi pada kuartal I 2017 diperkirakan mulai naik ke kisaran 3,30 persen year on year (yoy) merespons kenaikan tarif listrik 900 volt ampere (VA) akibat pencabutan subsidi listrik. Meskipun kenaikan harga minyak mentah global yang konsisten, di suatu titik pada 2017 akan mendorong inflasi barang impor untuk naik.

"Pada 2017 inflasi diperkirakan naik hingga ke 4,3 persen yoy. Diperkirakan, Inflasi akhir 2017 akan berada di 4,60 persen dan 2018 5,00 persen," kata Rangga. rep: Debbie Sutrisno, Sapto Andika Candra  Idealisa Masyrafina antara ed: Citra Listya Rini

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement