JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta kalangan perbankan tidak melakukan perang suku bunga. Otoritas melihat adanya perebutan dana deposan sehingga bank-bank menaikkan suku bunga simpanannya agar lebih menarik calon nasabah.
Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad mengatakan, isu likuiditas menjadikan suku bunga di beberapa bank dipengaruhi oleh pemilik dana besar. "Ada situasi di mana masing- masing bank bersaing. BUKU III dan BUKU IV jadi yang miliki dana besar dari beberapa perusahaan besar," ujar Muliaman, Jumat (19/9).
Foto:Republika/Adhi Wicaksono
Pekerja melintas di depan logo Bank Indonesia di Jakarta.
Demi mendapatkan deposan besar tersebut, ada bank yang menaikkan bunga deposito hingga 11 persen, jauh di atas bunga yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Muliaman mengatakan, OJK sedang mendalami hal tersebut. Ia akan meminta perbankan yang memiliki bunga deposito tinggi untuk menurunkan.
OJK pun akan memanggil bank-bank terkait. "Yang saingan bank besar saja karena dia dititipi dana besar. Kita akan panggil mereka untuk hentikan itu (perang suku bunga)," ujarnya. Ia mengusahakan agar pemanggilan bank-bank tersebut dilakukan sebelum akhir tahun ini.
Muliaman juga mengimbau perbankan agar tidak mematok bunga kredit mikro yang tinggi. Menurutnya, beberapa bank menetapkan bunga mikro yang terlalu tinggi. "Harus dilihat secara baik agar tak tinggi sekali marginnya," katanya. Namun, lanjut Muliaman, terkait besaran pembatasan tingginya suku bunga kredit mikro masih dikaji secara lebih detail oleh tim dari OJK. "Tetapi, berapa besar harus dilihat secara baik. Artinya, jangan sampai tinggi sekali, marginnya kan tinggi sekali. Ini juga berakibat pada getok tular juga (bank lain ikut menaikkan suku bunga)," kata Muliaman.
Ia mengatakan, margin bunga bersih (net interest margin atau NIM) di sektor mikro yang saat ini rata-rata lima-enam persen di Indonesia memang sangat menggiurkan. Bank-bank besar yang mengambil keuntungan dengan memberikan suku bunga kredit mikro tinggi dikhawatirkan akan diikuti oleh bank-bank kecil. "Kalau, misalnya, bank-bank besar sudah kasih bunga besar, apalagi bank kecil. Kan akan memberatkan (nasabah)," kata Muliaman.
Pengamat ekonomi Aviliani menilai, masalah perang suku bunga tidak bisa hanya diselesaikan dengan pengaturan tingkat bunga oleh BI. Menurutnya, suatu hal yang wajar jika bank menerapkan suku bunga deposito dan kredit mikro cukup tinggi. Karena, dunia perbankan tak hanya di Indonesia, tapi juga internasional, tengah mengalami masalah likuiditas.
Pasalnya, permintaan dana kredit dari masyarakat semakin besar. Sementara, margin antara dana tersimpan di Indonesia dan uang yang keluar semakin menipis. "Margin hanya Rp 400 triliun," katanya saat dihubungi Republika, Ahad (21/9).
Solusi untuk menyehatkan perang suku bunga tak bisa hanya diatasi dengan mengatur tingkat suku bunga. BI, lanjutnya, sebaiknya menyalurkan uang yang tersimpan ke bank-bank untuk mengatasi masalah likuiditas. Hal ini dimaksudkan agar semakin banyak kredit yang disalurkan. Sehingga, uang yang beredar di masyarakat makin banyak.
Kedua, BI perlu menurunkan tingkat suku bunga. "Mumpung suku bunga The Fed belum naik," kata Avi. rep:c88 ed: nidia zuraya