Sari (Tara Basro) menghabiskan waktunya sehari-hari bekerja sebagai pegawai salon. Sepulang kerja, Sari selalu mendatangi toko DVD bajakan untuk membeli DVD-DVD terbaru yang akan ia tonton di tempat kosnya.
Rutinitas itu dilakukan Sari hampir setiap hari sampai suatu saat ia bertemu dengan Alek (Chicco Jerikho) yang berprofesi sebagai pembuat subtitle untuk DVD-DVD bajakan di toko yang sering didatanginya. Mereka saling jatuh cinta dan akhirnya berpacaran.
Kehidupan Sari tidak lagi membosankan setelah ia bertemu Alek. Ia yang gemar menonton film tak perlu lagi membeli DVD di toko karena bisa mendapatkan film apa pun secara gratis dari Alek.
Hanya, Sari mulai jenuh dengan tempatnya bekerja dan mencoba mencari peruntungan di salon yang lebih besar. Di salon baru, Sari diutus atasannya untuk melayani seorang klien bernama Mirna di sebuah penjara wanita. Ia menerima perintah tanpa mengetahui jika kepergiannya ke penjara merupakan awal dari kemalangan hidupnya.
Penjara yang ia datangi tidak seperti yang ia bayangkan. Tidak ada jeruji besi, melainkan sebuah kamar yang lengkap dengan segala fasilitas, seperti televisi, kulkas, dan bahkan kursi untuk facial. Mirna bahkan memiliki banyak koleksi DVD yang membuat Sari tak tahan untuk mencurinya. Sebuah DVD berhasil ia bawa pulang setelah disembunyikan di balik bajunya.
Sari tak pernah menyangka DVD yang ia kira berisi film ternyata berisi rekaman video bukti transaksi korupsi. Dari situ, Sari mengetahui kliennya adalah seorang broker yang sering berhubungan dengan pejabat-pejabat negara.
Setelah gagal mengembalikan rekaman itu, Sari menjadi buronan dan memutuskan untuk tinggal sementara di rumah Alek. Nahas, saat Alek pergi ke kos Sari untuk mengambil baju-baju kekasihnya, ia diculik dan disekap oleh orang tak dikenal yang ternyata adalah agen suruhan Mirna. Alek disiksa dengan membabi buta. Meski demikian, ia tetap menolak memberikan keterangan mengenai keberadaan Sari.
Sari yang terlambat mengetahui Alek disandera, menyesal tidak dapat menemukan pria itu. Ia lalu membalas dendam dengan menyebarluaskan DVD rekaman transaksi korupsi milik Mirna ke toko-toko DVD bajakan.
Sutradara Joko Anwar mencoba menawarkan cerita sederhana lewat film A Copy of My Mind. Dia mengangkat potret kehidupan masyarakat kelas menengah di Jakarta yang bisa dengan mudahnya menjadi korban keserakahan pejabat korup.
Untuk mendapat kesan apa adanya, ia tidak menggunakan setting buatan. Joko memilih lokasi-lokasi autentik, seperti toko-toko DVD di Pasar Glodok dan rumah indekos sederhana tempat Sari tinggal, lengkap dengan pedagang dan penghuni sungguhan.
Ia bahkan melakukan pengambilan gambar di tengah maraknya aktivitas kampanye pemilihan presiden pada 2014. Dengan memanfaatkan situasi yang benar-benar nyata, pengambilan gambar cukup dilakukan selama delapan hari tanpa menghabiskan dana yang besar.
Kesan natural juga didapat karena film A Copy of My Mind tidak banyak menyisipkan soundtrack dan musik latar. Suara khas perkampungan Jakarta lebih mendominasi, seperti suara kendaraan, suara orang mengobrol, hingga azan. Kualitas akting Tara Basro dan Chicco Jerikho benar-benar teruji dalam film ini, terutama karena keduanya dituntut untuk tampil mesra.
Satu-satunya hal yang kurang memuaskan dalam film A Copy of My Mind adalah akhir cerita yang menggantung. Sebagai sutradara, Joko Anwar mengaku mempersiapkan dua versi film A Copy of My Mind untuk disiarkan di Indonesia dan disiarkan di pasar internasional.
Hal itu karena dalam film ini terdapat beberapa adegan dewasa dan dialog-dialog kasar. Meski demikian, A Copy of My Mind telah lolos sensor dari Lembaga Sensor Film (LSF). Menurutnya, sensor hanya dilakukan di beberapa bagian dengan memotong sejumlah adegan, tetapi tidak mengganggu jalannya cerita.
Film yang ditulis sendiri oleh Joko Anwar ini telah menyabet tiga penghargaan dalam Festival Film Indonesia (FFI) 2015, yaitu dalam kategori Sutradara Terbaik, Pemeran Utama Wanita Terbaik, dan Penata Suara Terbaik. Selain itu, A Copy of My Mind juga telah diputar di beberapa festival film dunia, seperti Festival Film Venice 2015 dan Toronto International Film Festival 2015. rep: Fira Nursya’bani, ed: Endah Hapsari