Pada Ramadhan ini, umat Islam Indonesia, di samping dengan khusyuk menjalankan perintah ibadah puasa, juga tengah menghadapi proses perjalanan politik untuk menentukan atau memilih pemimpin/presiden yang akan menjalankan amanah rakyat . Tugas yang paling berat dihadapi bangsa Indonesia adalah penetapan seorang pemimpin berkualitas yang dapat diterima seluruh lapisan masyarakat.
Pemilihan presiden (pilpres) kali ini hampir saja menyeret masyarakat dalam konflik yang tak berujung. Konflik (perbedaan pendapat) itu sangat wajar, bila didasarkan hasil reasoning (penalaran/ijtihad) atas norma-norma hukum, dan tanpa sentimen kepentingan politik yang saling menjatuhkan.
Dalam ajaran agama, perbedaan pendapat adalah sebuah dinamika yang harus ditumbuhkembangkan. Sebaliknya, bila konflik itu mengarah pada situasi yang meresahkan masyarakat dan anarkis, Islam dengan tegas mengharamkannya.
Dalam teori politik Islam, persoalan pengangkatan pemimpin hal prinsip (penting). Bahkan, Muhammad Rasyid Ridha dalam bukunya al-Khilafah al-imamah al-uzma menggambarkan, begitu pentingnya masalah pengangkatan seorang pemimpin, para sahabat menunda pemakaman Nabi dengan mendahulukan pemilihan imam.
Namun, betapapun mendesaknya masalah kepemimpinan, pengangkatannya harus tetap mengacu pada prinsip nalar yang sehat dan musyawarah yang berorientasi pada kemaslahatan umat. Menurut Ridha, lembaga yang paling berwenang menanganinya adalah ahl al-halli wa al-aqdhi, semacam MPR/DPR yang menghimpun para tokoh/ahli dari berbagai bidang yang berpengetahuan luas (mujtahid), konsisten, jujur, dan tidak memihak kepada suatu golongan.
Kini, kita telah menentukan pilihan kepada pasangan capres/cawapres yang sesuai dengan hati nurani masing-masing. Siapa pun yang terpilih pada pilpres ini, patut disyukuri. Karena ini merupakan hasil jerih payah perjuangan demokrasi dan pilihan berkualitas di mata rakyat.
Mari kita dukung, siapa pun pemimpin/presiden yang telah terpilih. Banyak dana yang telah dikeluarkan, energi tenaga, dan waktu yang dicurahkan, akan sia-sia saja mana kala hasil pilihan bangsa ini dikacaukan ambisi dan ketidakpuasan sesaat.
Bagi pihak yang menang, sepatutnya berbahagia dan bersyukur atas hal ini. Namun, hendaknya tetap rendah hati dan tidak ujub (sombong) dengan membusungkan dada. Sebab, masih banyak tugas berat yang mengadang dalam membawa bangsa ini ke arah yang lebih baik.
Yang kalah, hendaknya menerima kekalahan itu dengan hati yang ikhlas, lapang dada (legawa), dan tak boleh berputus asa, apalagi berbuat ulah dan menimbulkan kerusuhan. Sebab, berputus asa hanya akan membawa negeri ini ke dalam malapetaka (QS [12]: 87). Kemenangan ini adalah kemenangan kita semua, seluruh rakyat Indonesia. Mari kita perkuat persatuan dan kesatuan, serta tetap menjaga kekompakan demi terwujudnya kemajuan bersama.
Bulan Ramadhan menjadi saat yang tepat untuk melakukan kontempelasi zikir, agar segala persoalan, rasa berputus asa, acuh, sombong, dan lainnya, bisa sirna dengan banyak memohon ampunan Allah. Siapa pun pemimpin yang terpilih, mari kita hormati. Semoga Allah meridhai. Wallahu a'lam.