Rabu 20 Jan 2016 12:00 WIB

Warga Mulai Usir Pengikut Gafatar

Red:

Antara

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PONTIANAK - Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) mulai memicu penolakan dari masyarakat. Pada Senin (18/1) malam, massa membakar satu unit mobil Avanza milik anggota Gafatar di halaman kantor bupati Mempawah, Kalimantan Barat.

Pembakaran terjadi saat pemilik mobil bernegoisasi dengan pimpinan daerah menyusul ultimatum warga agar para anggota Gafatar tetap tinggal di Mempawah. Saat itu, enam anggota Gafatar bertemu Forum Komunikasi Pimpinan Daerah Mempawah.

(Baca: Pemukiman Gafatar Dibakar massa)

Dalam pertemuan tertutup tersebut, mereka membahas penolakan warga serta opsi untuk para anggota Gafatar yang kini membentuk kelompok tani di Mempawah. Sejak sore, ratusan warga mendatangi kantor bupati menyampaikan tuntutan yang sama.

Bupati Mempawah Ria Norsan sempat meminta massa untuk bubar. Namun sebaliknya, warga yang berdatangan ke halaman kantor bupati justru semakin banyak. Pertemuan yang masih berlangsung hingga malam memicu kekesalan massa.

Mereka merusak kaca mobil yang digunakan enam orang anggota Gafatar ke kantor bupati hingga kemudian membakarnya. Ria menyatakan, sesuai kesepakatan, pemda memberi waktu hingga Selasa (19/1) selepas Zhuhur untuk memenuhi tuntutan warga.

''Para anggota Gafatar itu meminta waktu untuk mendiskusikan tuntutan massa dengan kelompok dan keluarga mereka,'' kata Ria. Selama ini, anggota Gafatar di Kabupaten Mempawah membentuk kelompok tani bernama Pasir Sejahtera.

Kelompok tani tersebut berlokasi di Desa Pasir, Kecamatan Mempawah Hilir, Kabupaten Mempawah. Mereka datang sejak Juli 2015 dan membeli sejumlah lahan di sana. Koordinator Kelompok Tani Pasir Sejahtera Dwi Adiyanto mengatakan secara sah tinggal di sana.

Sebab, sebelum tinggal di Mempawah, kata Dwi, kelompoknya sudah mengurus perizinan, sosialisasi serta bersilaturahim dengan warga setempat. Ia mempertanyakan tuntutan yang mendesak kelompoknya hengkang dari Mempawah. 

Menurut Dwi, bersama kelompoknya, ia sudah dalam kondisi yang sangat terbatas. ''Kami hanya memiliki tanah yang ada sekarang sehingga berat bagi kami untuk mengosongkan tanah yang sudah digarap itu,'' katanya.

Warga di Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat, juga meminta anggota Gafatar pergi. Koordinator kelompok mantan anggota Gafatar di Desa Sedahan, Kabupaten Kayong Utara, Joko (48 tahun), mengaku bingung mau tinggal di mana lagi.

Warga menuntut agar dia dan kelompoknya tak lagi tinggal di Desa Sedahan paling lama 1 x 24 jam sejak Senin. ''Kami menyerahkan keputusan kepada pemerintah karena kami tidak tahu mau pindah ke tempat lain lagi. Kami sudah tidak punya apa-apa," kata Joko, kemarin.

Ia menuturkan, dirinya pindah dari Lampung lantaran ingin mengembangkan pertanian di Kayong Utara. Modal yang diperolehnya dari menjual lahan dan harta benda miliknya sudah digunakan untuk pindah dan bercocok tanam di Desa Sedahan.

Ketua RT 02, Desa Sedahan, Rony Pasya tak percaya begitu saja pernyataan Joko. ''Mustahil mereka tidak bermodal, buktinya mereka bisa meminjamkan uang ke warga di sini dan mereka mengolah lahan menggunakan ekskavator,'' katanya.

Rony mengungkapkan, terdapat tiga unit alat berat di Dusun Segua, Desa Pampang Harapan, yang digunakan untuk mengolah lahan. Menurut dia, itu menunjukkan mereka merupakan kelompok petani dengan modal yang besar.

Kapolda Kalimantan Barat Brigjen Arief Sulistyanto menyatakan, kepolisian berkoordinasi dengan instansi terkait dan pemerintah kabupaten/kota dalam menangani Gafatar. Bagaimanapun juga, jelas dia, mereka warga Indonesia harus mendapat perlindungan.

''Apakah mereka Gafatar, pengikut ajaran sesat, atau kelompok lainnya, tetap harus  mendapatkan perlindungan dan diberikan pemahaman agar tidak menimbulkan konflik di tengah masyarakat,'' kata Arief menegaskan.

Kabid Humas Polda Kalimantan Barat AKBP Arianto menyatakan, polda akan membantu pemda menangani anggota Gafatar. ''Kami siap menangani kebijakan pemda seperti di Kabupaten Mempawah dan kabupaten lainnya,'' katanya.

Ia meminta masyarakat tidak mudah terprovokasi dan bertindak anarkistis terkait Gafatar. Serahkan kebijakan soal organisasi massa itu kepada pemerintah daerah dan kepolisian akan membantu menjalankan kebijakan itu.

Telusuri kamp

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Kombes  Hudit Wahyudi menyampaikan, hingga saat ini pihaknya masih mencari keberadaan orang hilang yang diduga pergi ke Kalimantan bersama rombongan Gafatar.

Pencarian ini dilakukan atas kerja sama dengan Polda Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. ''Di sana ada personel yang turun ke lapangan untuk mengecek sejumlah tempat yang diduga menjadi kamp Gafatar," kata Hudit kepada Republika, Selasa (19/1).

Menurut Hudit, dua polda tersebut akan segera memberi kabar kepada Polda DIY jika menemukan warga Yogyakarta yang dilaporkan hilang. Seluruh data laporan orang hilang di DIY sudah diserahkan ke Polda Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.

Data-data itu ia harap dapat mempermudah identifikasi orang-orang hilang yang dilaporkan pergi ke Kalimantan. ''Kalau informasi penemuan orang hilang terbaru, kami belum dapat kabar lagi dari sana. Namun yang jelas, koordinasi sudah kami lakukan," tutur Hudit.

Berdasarkan catatan Polda DIY, seusai ditemukannya dr Rica Tri Handayani dan anaknya, laporan orang hilang bertambah cukup banyak. Hingga Senin (18/1), terdapat 78 orang yang dilaporkan hilang dan sampai sekarang belum ketahuan keberadaannya.

Kepala Bidang Humas Polda DIY AKBP Anny Pudjiastuti menyatakan, laporan orang hilang itu termasuk yang diduga bergabung dengan Gafatar. Bahkan orang yang dinyatakan hilang sempat berpamitan akan pergi ke Kalimantan.

Secara terpisah, delapan warga Kota Depok, Jawa Barat, hilang dan diduga bergabung dengan Gafatar. Salah satu anggota keluarga yang melaporkan kehilangan adalah Ambarini (32). Ia kehilangan dua anaknya, yakni Fatimah Zahra (12) dan Rasyid Ali (9).

Menurut Ambarini, kedua anaknya itu menghilang dibawa mantan suaminya, Amarullah (37), sejak November 2015. "Saya menduga mantan suaminya itu membawa kedua anaknya bergabung ke kelompok Gafatar,'' katanya.

Amarullah, kata dia, sejak 2004 menjadi aktivis Al-Qiyadah Al-Islamiyah yang dipimpin Ahmad Moshaddeq. Amarullah sering menghadiri pengajian Qiyadah di rumah Moshaddeq yang berlokasi di Tanah Baru, Beji, Depok.

Diutarakan Ambarini, dirinya juga sempat diajak Amarullah untuk mengikuti pengajian ajaran Moshaddeq. Selain kedua anak Ambarini dan Amarullah, lima warga lainnya menghilang secara misterius.

Mereka adalah pasangan suami istri Muhammad Sholeh (40) dan Santi (35) serta ketiga anaknya, yakni Rosa (13), Anissa (10) dan Esa (8). Menurut Ambarini, Muhammad Sholeh adalah kakak kandung Amarullah.  Rizma Riyandi/Rusdy Nurdiansyah/antara, ed: Ferry Kisihandi

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement