Senin 18 Apr 2016 12:00 WIB

Nelayan Segel Pulau G

Red:
Ribuan nelayan bersama LSM melakukan aksi simbolis dengan menyegel pulau G proyek reklamasi di kawasan Muara Angke, Jakarta Utara, Ahad (17/4).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Ribuan nelayan bersama LSM melakukan aksi simbolis dengan menyegel pulau G proyek reklamasi di kawasan Muara Angke, Jakarta Utara, Ahad (17/4).

JAKARTA--Ratusan nelayan bersama perwakilan lembaga swadaya masyarakat menyegel Pulau G, Teluk Jakarta, Ahad (17/4). Aksi ini merupakan seruan penolakan terhadap proyek reklamasi yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Pada 2015, pada masa pemerintahan Gubenur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, pembangunan di Teluk Jakarta mulai bergerak dengan dikeluarkannya izin reklamasi Pulau G, Pulau F, Pulau I, dan Pulau K. Masih ada sekitar 13 pulau yang belum mendapat izin reklamasi.

Massa mulai bergerak dari Pelabuhan Muara Angke pada pukul 09.00 WIB. Mereka berangkat menuju Pulau G dengan menggunakan enam kapal besar dan belasan kapal kecil. Mereka memancangkan spanduk bertuliskan "Pulau G ini disegel nelayan tradisional Teluk Jakarta".

Selain itu, mereka berorasi menolak proyek reklamasi. ''Tolong, Bapak Presiden Joko Widodo, cabut izin reklamasi Teluk Jakarta! Nelayan butuh laut buat hidup! Dampak reklamasi ini membuat anak-anak kami menjerit kelaparan," seru para nelayan dalam orasinya.

Aksi penyegelan melibatkan organisasi, seperti Forum Kerukunan Nelayan Muara Angke, Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta.

Selain itu, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Komunitas Nelayan Tradisional (KNT), PBH Dompet Dhuafa, ForBali, Institut Hijau Indonesia, serta sejumlah perwakilan aktivis mahasiswa Universitas Indonesia (UI).

Penyegelan tersebut juga disambut antusias dari pesisir utara Jakarta di luar Muara Angke. Di antaranya adalah masyarakat Kampung Luar Batang yang ikut menyeberang ke pulau hasil reklamasi itu, bersama para nelayan menggunakan 10 kapal.

Ketua DPP KNTI Riza Damanik mengatakan, nasib para nelayan tradisional di Teluk Jakarta semakin menderita sejak proyek reklamasi dijalankan. Menurut dia, reklamasi menyebabkan kerusakan ekosistem laut sehingga berimbas pada menurunnya hasil tangkapan nelayan.

''Terlebih, reklamasi dilakukan tidak sesuai prosedur, menyalahi kewenangan, dan rentan praktik korupsi,'' ujar Riza. Semua argumen ini, menurut dia, sebenarnya sudah cukup menjadi alasan buat pemerintah menghentikan proyek reklamasi.

Haji Affandi, nelayan dari Muara Angke, menuturkan, kesengsaraan nelayan semakin bertambah sejak Ahok memberikan izin kepada PT Muara Wisesa Samudra, anak perusahaan Agung Podomoro Group, untuk melakukan reklamasi Pulau G.

Affandi menilai, proyek tersebut hanya menguntungkan pemodal raksasa. "Sebaliknya, kami para nelayan kecil yang selama ini mencari nafkah di pinggir pesisir utara Jakarta semakin dipersempit ruang penghidupannya akibat ulah para pengembang itu."

Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta proyek reklamasi pantai utara Jakarta dihentikan untuk sementara. Hal ini lantaran proyek bernilai triliunan rupiah tersebut diduga menyalahi sejumlah aturan terkait lingkungan.

"Kalau dalam proses seperti ini, ya bisa dihentikan sementara sambil menata atau mempelajari dasar hukumnya," ucapnya di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, kemarin. Ia menegaskan, setiap keputusan pemerintah tak boleh bertentangan dengan undang-undang.

Dalam kasus reklamasi ini, jelas Kalla, harus dipastikan pula apakah sudah memenuhi ketentuan yang diatur dalam undang-undang atau belum. "Kita membuat keputusan sesuai undang-undang. Izinnya bagaimana, aspek lingkungannya bagaimana, baru bisa," kata dia.

Berbicara secara terpisah, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya pun meminta pengembang menghentikan dulu proyek membuat pulau baru itu. Ia menilai, tak pantas pengerjaan fisik proyek yang sedang menjadi polemik tetap berjalan.

Padahal, menurut Siti, aspek hukum dari proyek itu belum jelas. ''Yang sudah bekerja di lapangan harusnya berhenti dulu sementara, kalau tidak, akan menyakiti publik," ujarnya. Sikap Kalla dan Siti berseberangan dengan Sofyan Djalil.

Pada Jumat (14/4), kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional itu justru mendukung penuh reklamasi di Jakarta. Bagi Sofyan, perluasan wilayah dengan reklamasi adalah sesuatu yang wajar karena kota-kota besar dunia yang berlokasi di pinggir pantai pun melakukan reklamsi.

Ahok bersikeras

Meski didesak menghentikan reklamasi, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok bersikeras tetap melanjutkan reklamasi. Ia menyatakan, reklamasi 17 pulau di Teluk Jakarta nantinya akan memberikan sejumlah manfaat.

Ia beralasan, reklamasi merupakan cara yang dapat ditempuh untuk mengurangi pencemaran di kawasan itu. ''Cara membatasi kontaminasi logam berat salah satunya dengan reklamasi,'' katanya seperti dilansir laman Berita Jakarta, Ahad (17/4). Ia melanjutkan, manfaat lain dari proyek itu, seluruh tanah reklamasi nantinya dibuat sertifikat atas nama Pemprov DKI Jakarta. Bahkan, 45 persen dari luas reklamasi kelak dibangun untuk fasilitas sosial dan umum.

Ia menegaskan, proyek reklamasi tidak bisa dihentikan karena ada proses perundangan. ''Jika dibatalkan, pemprov bisa digugat dan terancam membayar biaya pengganti hingga triliunan rupiah,'' katanya.   rep: Ahmad Islamy Jamil, Halimatus Sa'diyah, rizky suryarandika,c33, ed: Ferry Kisihandi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement