Kamis 01 Sep 2016 13:00 WIB

80 Tahun Abah Alwi, Berkarya dari Hati

Red:

 

Republika/ Wihdan               

 

 

 

 

 

 

 

 

Waktu di ruang rapat lantai dasar kantor Harian Republika, Rabu (31/8), menunjukkan pukul 16.00 WIB. Satu per satu karyawan  dari berbagai divisi Republika memilih leseh di atas karpet di ruang itu ketimbang pulang.

Tujuan mereka hanya satu, yaitu menghadiri milad wartawan senior Republika Alwi Shahab atau yang akrab disapa Abah Alwi. Kemarin, Abah tepat berusia 80 tahun. Tidak hanya merayakan milad, perayaan juga ditujukan untuk menandai 50 tahun Abah Alwi berkarya di dunia jurnalistik. Abah lahir di Jakarta, 31 Agustus 1936.

Tepat pada 1960, Abah Alwi memulai karier sebagai wartawan di kantor berita Arabian Press Board di Ibu Kota. Tak lama berselang, yaitu 1963, Abah hengkang ke kantor berita negara Indonesia, Antara.

Abah Alwi membangun reputasi sebagai wartawan andal di sini. Beragam bidang liputan diladeni. Mulai dari perkotaan, politik, hingga ekonomi. Puncaknya tentu saat Abah bertugas sebagai wartawan di Istana Kepresidenan pada periode 1969 hingga 1978.

Purnabakti dari Antara tidak membuat Abah Alwi berhenti dari dunia jurnalistik. Kecintaannya terhadap profesi ini membuatnya bergabung dengan Harian Umum Republika pada 1993.

Di Republika, Abah Alwi menulis beragam artikel sejarah Ibu Kota. Rubriknya yang familiar di mata pembaca adalah Nostalgia. Rubrik ini banyak sekali penggemarnya. Tulisan Abah Alwi khas karena tidak sekadar mengutip dari sumber formal, tapi Abah selalu menyisipkan pengalaman pribadinya di situ. Dengan gaya tulisan yang mengalir, seperti sebuah mini cerpen.

Tidak hanya itu, Abah juga sempat memiliki acara yang senantiasa dipadati pembaca dan peminat sejarah, yaitu Jalan-Jalan Bareng Abah Alwi. Destinasinya tidak hanya di Jakarta, tetapi juga sejumlah tempat di Banten dan wilayah lainnya.

Meski sering kali diterpa sakit, Abah masih tetap menulis untuk Republika. Via redaktur Republika Online Karta Raharja Ucu, karya-karya Abah ditulis ulang untuk ditampilkan di kanal Selarung.

Sosok inspiratif

Dalam sepekan, Abah Alwi biasa ngantor dua hari kerja. Ia selalu mengenakan seragamnya yang khas, kemeja lengan panjang yang lengannya digulung, celana bahan, dan sneakers. Dia pun masih mengetik di komputernya yang lama. Benar-benar komputer yang lama.

Sebelum mengetik artikel, Abah selalu menuangkan garis besar artikelnya dalam sebuah buku tulis atau selembar kertas. Tulisan tangan Abah besar-besar, miring ke kanan, dan mirip stenograf. Dan yang pasti, Abah selalu menyapa, serta disapa seluruh warga Republika.

Selama kariernya, Abah kerap menginspirasi banyak wartawan muda. Saat memberikan sambutan, Abah Alwi mengaku memiliki kesan mendalam terhadap Republika.  "Di sini saya banyak kemajuan. Sebab di Republika, tulisan saya terkadang masih ditolak. Itu artinya, saya harus terus perbaiki," ujarnya, disambut tawa hadirin. Tentu saja hadirin tertawa karena tulisan Abah pastinya 'press klaar'. Kalau begitu, siapa yang berani menolak tulisan 'press klaar' Abah Alwi?

Menurut Abah, nilai lebih bekerja di Republika adalah kesetiakawanan antarwartawan. "Hal ini tak saya temukan di tempat lain," kata kakek kelahiran Kwitang ini. Keteladanan Abah Alwi dalam berkarya menginspirasi banyak wartawan, khususnya jurnalis Republika.

Pemimpin Redaksi Republika Irfan Junaidi mengaku sangat terinspirasi dengan sosok Abah. Menurut Irfan, Abah benar-benar membuatnya malu sebagai orang yang lebih muda. Semangat Abah menemui narasumber di usia senjanya menunjukkan kesungguhannya dalam menulis.

"Abah itu bekerja dari hati, tidak hanya mengerjakan penugasan. Sampai saat sakit pun, dia masih minta maaf kepada saya karena belum mengirimkan tulisannya," ujar Irfan.

Hal senada juga diungkapkan Wakil Direktur PT Republika Media Mandiri Mira Djarot. Menurut Mira, tak hanya sebagai wartawan, tapi Abah juga merupakan sejarawan sekaligus saksi sejarah.

Mira mengatakan, Abah Alwi mencatat apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan. Abah mampu melihat makna dan mengungkapkannya dalam tulisan.

Bagi mantan pemimpin redaksi Republika Nasihin Masha, Abah Alwi ini memiliki semangat yang luar biasa. Semangat tersebut membuat Nasihin iri. Abah, menurut Nasihin, di usia yang tak lagi muda, masih konsisten membuat tulisan dua kali sepekan. Nasihin mengatakan, Abah Alwi merupakan sosok wartawan yang dikenal karena karyanya. "Abah merupakan wartawan yang dikenang karena karyanya. Saya tahu tak gampang berkarya," ujar Nasihin.

Begitu pun bagi Ikhwanul Kiram, mantan pemimpin redaksi Republika lainnya. Kiram, sapaan akrabnya, sangat meneladani Abah Alwi. Baginya, Abah tak hanya diteladani untuk soal pekerjaan, tetapi juga menjadi teladannya dalam urusan berumah tangga dan mendidik anak-anak. "Rahasia Abah mendidik itu, orang tua harus jadi contoh bagi anaknya," kata Kiram.

Di mata keluarganya, Abah Alwi juga merupakan sosok yang menjadi panutan. Menurut istrinya, Abah merupakan suami yang baik dan di mata anak-anaknya, dia adalah ayah yang perhatian.

Perayaan milad Abah Alwi digelar sederhana. Dengan pemotongan tumpeng, sepenggal pemutaran film tentangnya, dan gelak tawa kawan-kawan Republika.

Meski sederhana, suasana hangat menyelimuti. Abah tersenyum menyambut satu per satu orang yang menyampaikan ucapan selamat.  Keluarganya menyambut bahagia. Pun tiga orang cucu yang turut hadir menemani.

Pesan Abah pun terus terngiang. "Hidup untuk berkarya, berkarya tak mengenal akhir," katanya. Selamat ulang tahun Abah Alwi. Semoga keberkahan selalu meliputi.    Oleh Gita Amanda, ed: Muhammad Iqbal

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement