JAKARTA -- Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alifian Mallarangeng dituntut 10 tahun penjara. Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga meminta hakim memberikan hukuman denda Rp 300 juta subsider enam bulan kurungan dan pidana uang pengganti sejumlah Rp 2,5 miliar subider dua tahun kurungan.
Jaksa KPK Supardi menuntut agar majelis hakim memutuskan terdakwa Andi Alifian Mallarangeng terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi proyek Pembangunan Lanjutan Pusat Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang. Andi melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Sebagaimana dakwaan kedua dan menjatuhkan pidana penjara selama 10 tahun pidana dengan denda Rp 300 juta subsider enam bulan kurungan," kata dia di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (30/6).
Jaksa mengatakan, hal yang memberatkan adalah perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemberantasan tindak pidana korupsi. Andi juga tidak mengakui perbuatan. "Terdakwa selaku pimpinan kementerian tidak menjadi teladan untuk bawahan dalam mengelola keuangan negara dan pengadaan barang jasa secara baik dan benar," kata Supardi.
Hal yang meringankan, yaitu Andi dianggap sopan selama persidangan dan belum pernah dihukum. Andi juga memiliki tanggungan keluarga serta pernah menerima pengharagaan bintang jasa utama dari pemerintah selaku anggota KPU.
Pertimbangan lainnya, Andi juga telah mengembalikan sebagian uang dari hasil tindak pidana melalui adiknya, Choel Mallarangeng. Di persidangan, Andi melalui Choel memang telah mengembalikan uang 550 ribu dolar AS.
Uang tersebut berasal dari manajer pemasaran Permai Grup Mindo Rosalina Manulang. Awalnya, Rosalina berniat ikut membangun proyek Hambalang. Tapi, atas perintah mantan Ketua Partai Demokrat Anas Urbaningrum, perusahaan milik mantan bendahara umum Partai Demokrat M Nazaruddin tersebut tidak jadi ikut dalam proyek Hambalang.
Jaksa menyatakan, uang tersebut digunakan untuk biaya pencalonan terdakwa sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, pembayaran tiket dan akomodasi rombongan Menpora dan anggota Komisi X, uang saku dan transportasi dalam rapat dengar pendapat, pembayaran kunjungan kerja anggota Komisi X, tunjangan hari raya pembantu, sopir, dan rumah kediaman terdakwa. "Yang seluruhnya Rp 2,5 miliar," ujar jaksa.
Jaksa pun menilai, ada kesengajaan Andi memperkenalkan adiknya Choel kepada Wafid Muharam setelah dia menjadi menpora. Semestinya, kata jaksa, terdakwa tidak memberikan kesempatan kepada Choel untuk diperkenalkan ke Kemenpora. "Sehingga, menunjukkan niat terdakwa, apalagi pertemuan dilakukan di ruang menteri yang hanya bisa diakses orang tertentu," ujar jaksa.
Andi beralasan, tidak mengetahui penerimaan uang 550 juta dolar AS dan fee sebesar 18 persen oleh Choel ke Adhi Karya. Sebab, terdakwa selaku menteri yang mendapat laporan pembangunan tidak pernah melakukan cross check karena mengatakan berprasangka baik.
Jaksa menilai, alasan ini tidak masuk akal. Sebab, Andi sudah menyatakan ingin membangun tata kelola yang baik. "Terlebih, untuk pembangunan kompleks seharusnya dilakukan pengawasan. Dapat diartikan, terdakwa menjadi bagian yang merencanakan proses lelang terdakwa punya tujuan yang sempurna untuk menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi," kata dia.
Atas tuntutan tersebut, Andi mengatakan, akan mengajukan nota pembelaan atau pledoi pada 10 Juli 2014. "Walau tidak ada bukti, jaksa tetap menuntut saya bersalah. Maka, tuntutan ini menjadi fiksi karena mengabaikan kesaksian di persidangan," kata Andi seusai sidang. rep:gilang akbar prambadi/antara ed: ratna puspita