Kamis 02 Oct 2014 15:00 WIB

Qanun Janjikan Kepastian Hukum

Red:

JAKARTA -- Pengesahan Qanun Hukum Jinayat di Aceh mencapat sorotan dan penolakan oleh sejumlah pihak. Di Aceh, pihak-pihak yang menyusun regulasi itu menilai, Qanun Jinayat justru bisa menjamin kepastian hukum.

Anggota tim ahli Komisi G DPR Aceh (DPRA) Prof Alyasa Abubakar yang ikut menyusun qanun mengatakan, qanun yang baru disahkan, pekan lalu, itu jauh lebih komprehensif dari qanun-qanun jinayat sebelumnya. Misalnya, jika sebelumnya qanun hanya mengatur judi dan konsumsi minuman keras, Qanun Jinayat yang baru menyertakan juga pasal zina, pemerkosaan, dan yang berhubungan dengan hal itu.

Hal itu, menurut Alyasa, bisa mencegah tindakan main hakim sendiri yang menggejala sejak hukum syariat diberlakukan di Aceh. "Itu harapan kami," ujar Alyasa ketika dihubungi Republika, Rabu (1/10).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:AMPELSA/ANTARAFOTO

Petugas Satpol PP/WH menahan puluhan wanita bercelana ketat yang melanggar Qanun nomor 11 tentang Syariat Islam di Aceh dan mereka dilepaskan kembali setelah mendapat arahan dan pembinaan.

Menurutnya, sebelum ada Qanun Jinayat, warga kerap menilai perbuatan zina sebagai hal yang diatur dalam qanun. Saat mengetahui bahwa tak ada hukuman pidana untuk perbuatan yang dinilai melanggar itu, masyarakat kemudian kecewa dan sebagian mengenakan hukum sendiri-sendiri.

Selain itu, masyarakat juga tak jarang melayangkan tudingan mengenai perbuatan zina kepada pasangan yang hanya kedapatan sedang berduaan. Dalam Qanun Jinayah, diatur bahwa tuduhan seperti itu tanpa pembuktian yang memadai bisa berakibat hukuman bagi penuduh. "Jadi, warga tak bisa seenaknya saja menuduh orang baik-baik melakukan zina," ujar Alyasa.

Menurut Alyasa, Qanun Jinayah juga menyelesaikan persoalan kewenangan penanganan pelanggaran jarimah. Dengan qanun yang baru, kepolisian dan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) diserahi kewenangan menindak segala pelanggaran dalam qanun.

Selain itu, penuntutan juga diserahkan sepenuhnya pada jaksa penuntut umum dari kejaksaan setempat. Putusan yang dihasilkan mahkamah syariah di Aceh terkait tindak pidana yang tercantum dalam qanun juga bisa dikasasi di Mahkamah Agung.

Alyasa menegaskan, Qanun Jinayah merupakan amanat dari UU Nomor 11/2006 tentang Pemerintah Aceh. Dalam beleid tersebut, sudah diatur bahwa Pemprov Aceh berwenang menelurkan peraturan hukum positif sesuai syariat Islam.

Sebagai salah satu penyusun qanun, Alyasa tak khawatir dengan rencana evaluasi dari kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait qanun tersebut. Menurutnya, sebagian besar isi qanun juga sudah dikonsultasikan dengan Kejaksaan Agung, Mabes Polri, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Agama, dan Kemendagri.

"Uji materi qanun juga hanya bisa dilakukan di Mahkamah Agung menurut UU 11/2006," kata Alyasa. Sebab itu, ia menilai, qanun tak bisa begitu saja dibatalkan Kemendagri.

DPRA mengesahkan Qanun Jinayat pada Sabtu (27/9) dini hari. Qanun tersebut, di antaranya, berisi sanksi bagi mereka yang melakukan jarimah (perbuatan yang dilarang syariat Islam dan dikenal hukuman hudud atau takzir). Mereka yang melanggar qanun diancam dengan hukuman beragam, di antaranya, hukum cambuk.

Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan, kementeriannya bisa mengevaluasi qanun tersebut setelah disetujui Pemprov Aceh. Jika ada aturan yang bertentangan dengan undang-undang nasional, qanun tersebut bisa direvisi.

Kepala Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Aceh, Edrian mengatakan, Qanun Jinayah yang sudah disahkan DPRA belum legal. Pasalnya, qanun tersebut belum ditandatangani gubernur dan belum disampaikan kepada Mendagri. "Artinya begini, produk hukum daerah persetujuan Qanun Jinayah belum legal," ujarnya kepada Republika, kemarin

Menurutnya, Pemprov Aceh belum menerima secara resmi Qanun Jinayah yang sudah disahkan tersebut. Ia menuturkan, jika Qanun Jinayah sudah diberikan maka pihaknya akan mengoreksi secara subtansi. rep:c75 ed: fitriyan zamzami

KEPASTIAN QANUN

-    Diatur bahwa penyelidik dan penyidik adalah Polri dan PPNS.

-    Mahkamah Agung berwenang mengadili semua perkara jinayat yang dimintakan kasasi.

-    Jarimah zina harus dibuktikan empat saksi yang melihat secara langsung.

-    Pelaksanaan uqubat (hukuman) adalah Jaksa Penuntut Umum.

-    KUHAP dan KUHP tetap berlaku sepanjang tak diatur qanun.

Sumber: Qanun Aceh Nomor 7/2013 Tentang Hukum Acara Jinayat

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement