Jumat 30 May 2014 14:00 WIB

30 persen Titik Api di Lahan Moratorium

Red:

oleh:Meiliani Fauziah/antara -- Penanganan kebakaran hutan dinilai masih sebatas di permukaan.

JAKARTA — Fakta temuan Greenpeace terkait hutan sungguh mengkhawatirkan. Analisis Greenpeace pada Februari 2014 menunjukkan sebanyak 30 persen titik api berada di lahan moratorium. Padahal, pemerintah selalu mengampanyekan bila perlindungan lahan gambut harus lebih maksimal.

Dari seluruh titik api pada lahan moratorium tersebut, hampir 80 persen terjadi di lahan gambut. Padahal, moratorium dimaksudkan untuk menghentikan sementara waktu pembukaan lahan baru di wilayah hutan.

Berkaca pada kondisi ini, upaya pengendalian kebakaran hutan harus lebih efektif. Pemerintah selama ini belum menyentuh akar penyebab kebakaran hutan. “Artinya, penanganan kebakaran hutan masih sebatas di permukaan,” kata Indonesia Political Forest Campaign Team Leader Greenpeace, Yuyun Indradi, di Jakarta, Rabu (28/5).

Menurutnya, masalah yang sesungguhnya, yaitu buruknya praktik pengelolaan lahan gambut. Hal ini membuat titik api awet. Selain itu, pengeringan lahan gambut memicu kebakaran hutan lebih lanjut. 

Kebakaran hutan secara hukum dilindungi melalui moratorium sejak Mei 2011. Indonesia mengenalkan masa dua tahun pada izin konsesi baru dan hutan primer di lahan gambut.

LSM lingkungan tersebut mengingatkan peluang kebakaran lahan gambut di Sumatra masih ada. Siklus El Nino diperkirakan mampir di Indonesia dan memicu kebakaran.

Yuyun menyarankan agar pemerintah lebih ketat melakukan pengawasan. Analisis Greenpeace menemukan bahwa banyak kasus Hutan Tanaman Industri (HTI) ditanami tanaman yang tidak cocok dengan kondisi gambut.

Misalnya, akasia, bahan baku kertas yang dikatakan tidak cocok di lahan gambut. “Cari tanaman yang memang saling mendukung ksehatan lahan gambut,” ujarnya.

Jika serius ingin menanggulangi kebakaran, pemerintah harus membuat HTI mengubah sistem pengelolaan selama ini. HTI seharusnya hanya bisa menanam tanaman yang cocok dengan kondisi tanah.

Seberapa besar sumbangan HTI, menurut Yuyun, tidak dapat dibandingkan dengan kerugian apabila terjadi kebakaran di lahan gambut. Dari sisi kesehatan, kebakaran hutan menyumbang 110 ribu kematian dalam setahun di Asia Tenggara.

LSM Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) juga mendesak pemerintah meninjau ulang izin konsesi hutan yang diberikan kepada berbagai perusahaan yang dinilai tumpang tindih dengan hak pengelolaan hutan oleh masyarakat adat. “Diperlukan peninjauan kembali izin konsesi yang tumpang tindih dengan ruang kelola masyarakat,” kata Manajer Program AMAN Henk Satrio.

Menurutnya, dari aspek penyelesaian konflik kehutanan, pemerintah cenderung lambat merespons kepentingan masyarakat adat dan lokal yang hak-haknya dilanggar. Ia berpendapat bahwa konflik kehutanan tidak akan selesai selama tata kuasa hutan begitu timpang, dengan penguasaan masyarakat kurang dari dua persen.

LSM juga menuntut pengesahan UU Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat sebagai langkah awal untuk memulihkan hak-hak masyarakat adat atas hutan.

Sebelumnya, Kementerian Kehutanan (Kemenhut) mengingatkan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) hutan tanaman industri (HTI) untuk tidak lalai dalam melakukan kemitraan dengan masyarakat setempat.

Dirjen Bina Usaha Kehutanan Kemenhut Bambang Hendroyono menyatakan pengembangan kemitraan berpedoman pada Peraturan Menteri Kehutanan No. P.39 tahun 2013 tentang Pemberdayaan Masyarakat Melalui Kemitraan Kehutanan. “Di masa lalu pengembangan kemitraan memang sedikit kendur. Tapi, sekarang wajib dilakukan oleh pengelola HTI,” ujarnya.

Ia mengakui tak lebih 10 persen perusahaan pemegang konsesi HTI menyiapkan lahan seluas lima persen untuk tanaman kehidupan di areal konsesi mereka.

Dari 250 unit HTI, sekitar 10 persennya menyiapkan lahan untuk tanaman kehidupan. “Hal itu terjadi karena tidak ada penekanan dari pemerintah. Nah, sekarang itu harus jadi prasyarat, kalau HTI tak sisihkan lima persen dari luas areal konsesinya diminta revisi Rencana Kerja Usaha ke Kemenhut,” ujarnya. Menurut Bambang, pengembangan kemitraan akan mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat sekaligus mendongkrak produtivitas HTI yang dikelola, selain itu sebagai resolusi konflik.

ed: zaky al hamzah

sumber : http://pusatdata.republika.co.id/detail.asp?id=738496
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement