Jumat 03 Oct 2014 15:00 WIB

Bertahan di Tengah Perang Tarif

Red:

Ketua Asosiasi Hotel dan Restoran Syariah Indonesia (Ahsin) Riyanto Sofyan mengakui, saat ini tengah terjadi persaingan ketat antarhotel di Pulau Dewata karena menjamurnya jumlah hotel, vila, dan home stay. Akibatnya, hotel-hotel tersebut harus saling berkompetisi untuk bertahan dan sampai membanting harga sewa kamar hotel.

"Memang hotel syariah di Bali seperti Bayt Kaboki mendapat pengaruh akibat persaingan ini. Tetapi, justru itu, kita punya keunggulan komparatif," katanya kepada Republika di Jakarta, Rabu (1/10).

Dibandingkan hotel konvensional, kata dia, hotel syariah menyediakan makanan halal, hiburan yang tidak melanggar nilai universal, hingga tidak memperbolehkan tamu nonmuhrim menginap. Di satu sisi, kata dia, ternyata ada masyarakat atau tamu hotel, termasuk non-Muslim yang membutuhkan suasana hotel yang nyaman, kondusif, dan makanan halal.

Jadi, kondisi hotel syariah relatif stabil meski sedikit banyak kondisi hotel di Bali sedang tidak bagus karena telah memiliki pasar sendiri. "Contohnya, Hotel Bayt Kaboki yang tidak sampai menurunkan harga. Hotel syariah di Bali memiliki pangsa pasar sendiri yang bisa diperluas," katanya.

Riyanto menyebutkan bahwa saat ini ada sekitar 100 hotel syariah di Indonesia. Jumlah hotel syariah, kata dia, trennya terus bertambah sekitar tiga hingga 10 hotel dalam tiga tahun terakhir. Tidak heran, tingkat hunian kamar (okupansi) di Medan, Sumatra Utara, sampai 90 persen.

Untuk itu, kata dia, hotel syariah harus tetap kreatif, namun tetap menerapkan ajaran agama yang tidak bisa ditawar. "Jadi, saya yakin, hotel syariah berpotensi untuk dikembangkan," ujarnya.

Keyakinannya juga karena melihat data transaksi pariwisata Islami yang lebih besar daripada ibadah haji. Dia menyebutkan, transaksi pariwisata syariah dunia pada 2012 mencapai 137 miliar dolar AS. Sementara, transaksi umrah dan haji pada tahun yang sama tercatat hanya sebesar 16 miliar dolar AS.

Sebelumnya, Presiden Junior Chamber International (JCI) Indonesia Ida Bagus Agung Gunarthawa mengatakan, hotel-hotel di Pulau Dewata tengah perang tarif. Penyebabnya adalah menjamurnya hotel-hotel baru, home stay, dan vila.

Kehadiran mereka membuat jumlah tempat penginapan di Bali itu tidak lagi proporsional, sudah melebihi tingkat permintaan (over supply). Wisatawan domestik pun lebih paham ke mana mereka harus mencari tempat tinggal di Bali, meskipun belum terdaftar.

Penyebab lain terjadinya perang tarif, kata dia, adalah kurangnya wisatawan mancanegara yang berlibur ke Bali. Dia menceritakan, kapasitas daya tampung Bali terhadap turis dibanding Singapura, Malaysia, Thailand, dan negara tetangga lainnya lebih besar.  rep:rr laeny sulistyawati ed: irwan kelana

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...

Apa yang paling menarik bagi Anda tentang Singapura?

1 of 7
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement