Beberapa bulan terakhir, Fatimah, wanita berumur 90 tahun ini tak bisa tidur. Nafsu makannya juga berkurang setelah dirinya digugat oleh menantunya, Nurhakim, ke Pengadilan Negeri (PN) Tangerang. Gugatan tersebut terkait masalah sengketa tanah antara keduanya.
Janda delapan anak tersebut digugat Nurhakim, menantu yang menikahi Nurhana, anak keempat Fatimah. Fatimah digugat untuk meninggalkan tanah yang ditempatinya dengan ketiga anaknya, atau membayarkan uang sekitar Rp 800 jutaan untuk mengganti tanah seluas 397 m2 tersebut.
Kisah miris yang melibatkan keluarga besar ini bermula ketika Abdurahman, sang mertua, meminta Nurhakim menjual tanahnya kepada sang mertua, sebagai menantu, permintan tersebut pun diterima.
Tetapi, Nurhakim merasa tidak menerima uang pembelian itu, sejak ia hendak ke Palangkaraya bertugas sebagai kepala lapas hingga kini. Padahal, sertifikat tanah sudah berada di tangan sang mertua. "Saksinya kita bertiga, istri, dan ayah mertua. Tak ada pembayaran apa pun," tuturnya.
Semula, Nurhakim tidak ingin membawa sengketa tanah ini ke ranah hukum. Baginya, jika semuanya bersepakat untuk diselesaikan secara kekeluargaan, tidak ada masalah lagi. Namun, mereka bersikeras mengaku kalau tanah ini sudah dibayar. "Padahal tidak ada buktinya," jelas pria yang sudah berumur 72 tahun itu.
Bahkan, Nurhakim mengatakan, jika saja sejak dulu ibu mertuanya ter sebut mengaku kalau belum membayar tanah tersebut, ia tetap akan mempersilakan sang mertua beserta iparnya menempati tanah itu sampai kapan pun.
Apa lacur, perseteruan anak dan mertua itu kian mengkristal. Nurhana sedih karena diputuskan silaturahimnya sebagai keluarga oleh ibunya akibat sengketa tanah ini. Namun, sebagai anak kandung, ia tetap siap berbakti dan tak ingin durhaka.
"Saya siap menampung ibu jika nanti saya memenangkan kasus ini,"tuturnya dengan mata berkaca-kaca.
Fatimah sendiri merasa sakit hati dengan kelakuan menantu dan anaknya tersebut. Warga Kelurahan Kenanga, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang, tersebut bahkan sudah tak ingin damai dan siap menyelesaikan kasus hukum ini.
Sambil menangis, dirinya mengeluhkan sikap anaknya tersebut.
"Sudah lama saya tak mengakui dia sebagai anak. Mungkin dia juga sudah tak mengakui saya lagi sebagai ibunya," katanya.
Bertolak belakang dengan Nurhakim, berdasarkan keterangan anak bungsu Fatimah, Amas, tanah tersebut sudah dibeli oleh almarhum ayahnya, H Abdurahman, seharga Rp 10 juta. Pembayaran disaksikan oleh kakak-kakaknya meski, atas alasan kekeluargaan, hingga kini surat tersebut belum dibalik nama.
"Padahal dia sudah pernah buat surat pernyataan siap balik nama sertfikat, kananeh," jelas pria 37 tahun itu.Hingga akhirnya, pada 2013, Nurhakim dan istrinya melaporkan Fatimah ke Polres Metro Tangerang dengan tudingan penggelapan sertifikat dan menempati lahan orang tanpa izin. Selain ibu, ketiga kakak Nurhana juga menjadi tergugat, yakni Rohimah, Marhamah, dan Marsamah.
Jika tak sanggup membayar, sang ibu terancam keluar dari tanah tersebut.Padahal ibu dan kakak Amas, sudah tinggal di sana dari 1988. "Kita seperti diperas," papar Amas.
Hingga saat ini, kasus sengketa sedang dalam proses hukum. Selasa (30/9), rencananya pengadilan akan menghadirkan saksi untuk pihak pengugat. rep:c81, ed:nashih nashrullah