JAKARTA — Demi pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak yang berintegritas, para kandidat wajib melaporkan kekayaannya kepada KPK. Mereka juga harus transparan terkait laporan dana kampanyenya karena KPK masih menemukan banyak pelanggaran terkait pelaporan dan pemberian sumbangan dana untuk pilkada.
Menurut dosen Universitas Trisakti Jakarta Yenti Ganarsih, aturan laporan kekayaan harta penyelenggara negara (LKHPN) sudah sangat bagus, tetapi masih mengalami kedodoran dalam mekanismenya. Selama ini, kata Yenti, LKHPN hanya sebagai formalitas. Tidak ada sanksi yang jelas bila tidak mematuhi aturan LKHPN.
"LKHPN hanya formalitas atau seperti macan ompong. Seharusnya LKHPN itu bisa digunakan untuk pencegahan tindak pencucian uang," kata Yenti di Jakarta, Ahad (8/1).
Mirisnya, sambung Yenti, LKHPN lebih sering digunakan setelah terjadinya tindak kejahatan pencucian uang dan hanya untuk bukti. Dalam kasus pilkada, sering kali harta hasil tindak kejahatan digunakan sebagai modal para calon kepala daerah saat berkampanye. LKHPN yang dilaporkan pun hanya digunakan sebagai syarat formalitas. Tidak ada verifikasi lebih lanjut ihwal harta kekayaan para calon kepala daerahnya.
"Menurut saya, itu sangat terlambat. Memang LKHPN penting, tapi tidak ada sanksi. Selama ini menteri saja banyak yang tidak patuh, bagaimana dengan mereka yang masih baru akan mencalonkan," ujarnya. Dian Fath Risalah, ed: Hafidz Muftisany