Jumat 13 Jan 2017 16:00 WIB

E-Voting Tekan Biaya

Red:

JAKARTA -- Ketua Panitia Khusus (Pansus) Revisi Undang-undang Pemilu Lukman Edy mengatakan, peralihan dari sistem pemilu konvensional ke elektronik atau e-voting merupakan kebutuhan, bukan latah. Sistem elektronik dinilainya memberikan lebih banyak keuntungan, di antaranya efisiensi biaya, waktu, dan juga lebih aman dari kecurangan.

Sistem ini berlangsung secara luring (offline) sehingga tidak perlu dikhawatirkan diretas oleh pihak tak bertanggung jawab. "Dengan e-voting waktu panjang untuk penghitungan suara dari TPS sampai ke tingkat nasional juga bisa dipangkas. Kemudian pembiayaan juga dapat dihemat, mengingat piranti e-voting dapat digunakan berkali-kali," jelas Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini sesaat setelah rapat pansus di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (12/1)

Sistem ini hanya memerlukan sedikit biaya logistik. Tidak ada lagi penggunaan surat suara, tinta, dan lain-lain. Dia memprediksi penghematan anggaran bisa mencapai setengah dari anggaran pemilu saat ini. Masyarakat memperoleh hasil pemilu cepat, jujur, dan adil. Dia mengatakan, e-voting meminimalkan kecurangan.

Edy mengatakan, ada tiga opsi. Pertama, menolak e-voting dan tetap menggunakan sistem manual. Kedua, menerapkan e-voting secara keseluruhan pada Pemilu 2019. Opsi terakhir adalah penerapan terbatas di beberapa daerah yang disebut peralihan. Dia mengatakan, Pemilu 2024 sudah harus menggunakan e-voting.

Komisioner KPU Pusat Ferry Kurnia Rizkiyansyah mengatakan, usulan e-voting harus mempertimbangkan tiga aspek dasar, yaitu kepercayaan, keamanan, dan transparansi. Berdasarkan kajian KPU, penguatan sistem rekapitulasi hasil pemilihan atau e-rekap lebih mungkin diberlakukan.

Pendalaman dan uji coba e-voting diperlukan karena salah satu tujuan kebijakan itu adalah memutus rantai manipulasi pemilu. Namun, dia pun menyatakan, kajian KPU belum mengarah kepada penerapan e-voting.

KPU sejak dua tahun lalu telah mengkaji penerapan teknologi informatika dalam pemilu. Kajian menyasar sistem e-voting, e-rekap, dan e-counting. Kajian yang dilakukan mengacu kepada aspek regulasi, teknologi, sosial politik, dan anggaran. Ferry kembali menyebutkan, penguatan sistem e-rekap menjadi agenda selanjutnya bagi KPU.

Proses e-rekap tidak akan menghilangkan teknis memilih dengan medium kertas. E-rekap diberlakukan dengan penguatan teknologi informatika untuk mengumpulkan hasil pemindaian formulir C1. Sistem itu telah dirintis sejak Pemilu 2014. Pada pilkada 2015, sistem tersebut semakin dikuatkan dengan rekap.

Cegah Suara Terbuang

Anggota Fraksi Hanura Sarifuddin Sudding menyatakan, pihaknya mengusulkan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold (PT) dihapuskan dalam revisi UU Pemilu. Ambang batas itu dinilainya tidak lagi relevan dalam Pemilu 2019.

Ambang batas diterapkan untuk mengusung capres dan cawapres oleh parpol atau gabungan parpol yang mencapai angka 20 persen. "Nah, sekarang pemilu serentak tidak perlu lagi ambang batas itu, sehingga ketika semua parpol berhak mengusung capres dan cawapres, saya kira parliamentary threshold tidak dibutuhkan dalam UU Pemilu,"' kata Sudding, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (12/1).

Ia meminta semua partai menghargai pilihan rakyat. Sebab, selama ini banyak suara rakyat yang terbuang ketika ada anggota partai terpilih harus gugur karena perolehan suara partai tidak sampai ambang batas. Hal tersebut merupakan kemunduran demokrasi karena tidak memberikan penghormatan kepada hak rakyat dalam memilih calonnya di parlemen.

Untuk sistem pemilu, Hanura mendukung tetap menggunakan sistem proporsional terbuka. Warga perlu diberi ruang selebar-lebarnya untuk memilih calon mereka. Partai politik harus merekrut caleg dengan selektif. Kader yang diusung haruslah berintegritas dan berkompeten.

Sistem proporsional terbuka juga didukung oleh sejumlah fraksi, seperti PKB, PAN, PPP, dan Nasdem. Sistem ini sudah pernah diterapkan pada Pemilu 2004 dan 2009. Sistem ini mengatur agar warga dapat memilih langsung calon yang disukainya. Mereka dapat melihat foto calon legislatif dalam surat suara.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo berharap revisi Undang-Undang Pemilu dapat selesai pada Mei. DPR dan perwakilan pemerintah tengah memilah isu-isu krusial dalam pemilu, mana yang sudah diputuskan Mahkamah Konstitusi dan mana yang merupakan masukan baru. "Saya kira targetnya Mei, tidak ada masalah," ujar Tjahjo, di Istana Kepresidenan, Jakarta.

Lebih lanjut ia mengatakan, panitia kerja (panja) di DPR juga masih membahas opsi-opsi cara penghitungan kursi. Mereka merangkum semua masukan yang ada untuk didiskusikan dan mencari opsi terbaik.

Dalam membahas revisi undang-undang ini, Presiden Jokowi telah berpesan agar semua aspirasi yang datang dari partai politik, fraksi, dan masyarakat diperhatikan. Hal ini untuk memastikan Undang-Undang Pemilu yang baru dapat menjadi produk hukum yang berkualitas. 

"Kita ingin undang-undang ini dapat dipakai untuk jangka panjang dan benar-benar mendukung terciptanya pemilu yang demokratis."    rep: Ali Mansur, Dian Erika Nugraheny, Halimatus Sa'diyah, Eko Supriyadi, ed: Erdy Nasrul

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement