JAKARTA- Innalillahi wainna ilaihi rajiun. Umat Islam di Indonesia kembali kehilangan salah satu ulama terbaiknya. Ulama itu adalah KH Ahmad Idris Marzuki, pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Hidayatul Mubtadi'ien, Lirboyo, Kota Kediri, Jawa Timur, yang wafat pada Senin (9/6) pukul 09.50 di RS Dr Soetomo, Surabaya.
Ulama karismatik yang merupakan salah satu Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu wafat dalam usia 74 tahun setelah beberapa lama menderita komplikasi penyakit. Karena penyakit komplikasi itu, kiai sepuh NU tersebut kerap keluar-masuk rumah sakit, dan dalam dua hari terakhir dirawat di RS Dr Soetomo, Surabaya. Pada Senin malam, jenazah Kiai Idris dimakamkan di permakaman keluarga Lirboyo.
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj menyatakan sangat kehilangan dan berduka atas wafatnya Kiai Idris. "Sebagai murid, saya tentu sangat kehilangan dan sangat berduka. Atas nama pribadi dan NU, saya sampaikan belasungkawa. Insya Allah, siang ini saya akan ke Kediri untuk takziah," tutur Kiai Said dalam siaran pers yang diterima Republika, Senin pagi.
Dalam pandangan Kiai Said, Kiai Idris adalah ulama besar, sederhana, zuhud, dan sama sekali tidak memikirkan dunia. Kiai Said masih ingat saat Muktamar NU di Lirboyo, beberapa tahun lalu. Ia melihat, Kiai Idris berusaha keras untuk menyukseskan acara. ''Padahal, fasilitas yang ada saat itu tidak sebagus sekarang.''
Kiai Idris, menurut Kiai Said, wafat dengan tenang karena meninggalkan murid-murid dalam kondisi yang sudah sangat baik. Ia menilai, jasa almarhum sangat besar, tidak hanya untuk Lirboyo, tetapi juga warga NU dan umat Islam pada umumnya.
"Saya bertemu terakhir kemarin, 4 Juni, saat bersama-sama ke Ploso (Haul Ploso). Tidak ada pesan apa pun, beliau juga masih senyum-senyum," kata Kiai Said mengenang. Saat itu, lanjutnya, Kiai Idris memang sudah sakit tapi masih tenang dan cerdas saat berbicara.
Ungkapan duka cita juga disampaikan Ketua PBNU KH Maksum Machfoedz. Menurutnya, secara ilmu keagamaan, Kiai Idris sudah tidak diragukan lagi. Mustasyar dalam kepengurusan PBNU, menurut dia, merupakan orang terpilih. Mustasyar adalah sosok yang bisa memberikan nasihat kepada pengurus Syuriah dan Tanfidziyah PBNU.
Kiai Maksum menilai, kontribusi besar Kiai Idris adalah di bidang thariqat. ''Ketika seseorang sudah berada pada level thariqat, maka akan lebih banyak berurusan dengan kepentingan akhirat.''
Jadi rujukan
KH Anwar Iskandar, pengasuh Ponpes al-Amin, Kediri, yang telah mengenal Kiai Idris sejak 1966 mengungkapkan, almarhum merupakan sosok yang sangat tekun beribadah. ''Beliau telah tekun dan disiplin beribadah sejak kecil.''
Kiai Idris memimpin Ponpes Lirboyo menyusul wafatnya sang ayah. Di bawah kepemimpinan Kiai Idris, ponpes ini berkembang pesat. ''Jumlah santrinya berkembang, dari sekitar 800 menjadi 12 ribu santri,'' kata Kiai Anwar.
Kiai Idris, lanjutnya, memiliki empat kriteria kepribadian. Pertama, menguasai ilmu dalam tingkatan yang tinggi, khususnya ilmu agama. Kedua, disiplin dalam beribadah. Ketiga, Kiai Idris merupakan sosok yang wiro'ah dan ikhlas. Keempat, almarhum merupakan sosok yang memiliki semangat perjuangan tinggi. "Karena itu, beliau menjadi rujukan banyak kiai di Indonesia," ujar Kiai Anwar.
Menurutnya, Kiai Idris memberi kontribusi besar bagi dunia pesantren. Pesantren di Indonesia, menurut dia, banyak memperoleh referensi dari Kiai Idris. Selain itu, Kiai Idris juga ulama yang kuat mempertahankan kitab-kitab salaf. ''Beliau juga banyak melahirkan ulama yang tawasut dan menyejukkan di masyarakat.''
Ketua Umum Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Ali Masykur Musa menyebut Kiai Idris sebagai guru yang sangat ia segani. ''Almarhum Mbah Kiai Idris adalah sosok kiai besar yang sederhana. Beliau begitu alim dan zuhud. Seluruh hidupnya diabdikan untuk pengembangan ilmu pesantren, santri, dan umat,'' kata anggota Badan Pemeriksa Keuangan ini.
Almarhum, imbuh Ali, juga merupakan kiai yang selalu menjadi rujukan para pemimpin negara. "Sangat sering almarhum disowani para tokoh nasional dan lokal.'' rep:indah wulandari/c30/c57/c67 ed: wachidah handasah