JAKARTA — Majelis Ulama Indonesia (MUI) menggelar Halaqah Kebangsaan untuk membahas antisipasi gerakan komunisme di Indonesia di kantor MUI, Jakarta, Rabu (1/10). Pertemuan ulama bertema "Mewaspadai Gejala Kebangkitan Komunisme Gaya Baru di Indonesia" sekaligus digelar untuk memperingati Gerakan 30 September 1965.
"Kegiatan ini bertujuan agar masyarakat tetap mewaspadai gerakan baru komunisme," ujar Wakil Sekretaris Jenderal MUI Amirsyah Tambunan, Rabu (1/10). Acara yang digelar sejak pukul 10.00 WIB dihadiri oleh puluhan peserta perwakilan dari organisasi masyarakat Islam, tokoh militer, hingga media.
Acara tersebut menghadirkan beberapa pemateri ternama, seperti KH Hasyim Muzadi (mantan ketua umum PBNU), Prof Salim Said (sejarawan), Anton Tabah (anggota Komisi Hukum MUI sekaligus penasihat kapolri), dan Mayjen Setyo Sularso (kepala staf Kostrad).
Dia menyatakan, gerakan komunisme tetap harus diwaspadai karena telah menjelma dalam bentuk baru. Menurutnya, gerakan komunis saat ini sudah mengambil peran berbeda saat mereka menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI) pada era Orde Lama.
Dia menyebut, gerakan komunisme yang melebur dengan gerakan sosial lain sebagai gerakan membahyakan. Menurutnya, keberadaan mereka tidak terdeteksi, namun memiliki gerakan yang nyata. Parahnya, komunisme mengangap agama sebagai racun. "Padahal, agama Islam merupakan jalan kita menuju kebenaran dan ridha Allah," ujar Amir.
Dia berharap, Halaqah Kebangsaan ini akan memberikan rekomendasi kepada bangsa Indonesia untuk berhati-hati terhadap gerakan komunisme. Bagi dia, Indonesia bisa bertahan sebagai negara kesatuan karena mengakui hak-hak keberagamaan.
Komunisme Gaya Baru
Guru besar Universitas Indonesia (UI) Prof Salim Said menyatakan, Indonesia harus mewaspadai lahinya gerakan Komunisme Gaya Baru (KGB). Gerakan ini akan memasukkan nilai-nilai komunisme ke dalam gerakan lain tanpa menyebut nama komunis.
"Komunisme secara kelembagaan di Indonesia sudah bangkrut. PKI berkembang di dalam pemerintah yang berezim otoriter, bukan demokratis," ujar Salim. Dia menyatakan, zaman sekarang sudah berbeda dengan ketika PKI timbul dan berkembang. Saat ini, ujarnya, PKI tidak bisa hidup pada era demokrasi karena tidak memiliki musuh bersama untuk dijadikan bahan konsolidasi.
Menurut dia, Indonesia tidak akan menjadi negara besar tanpa mengusung sistem demokrasi yang baik. Banyaknya bangsa, keyakinan, dan ideologi di dalam Indonesia, ujarnya, mengharuskan Indonesia memperbaiki sistem berdemokrasi. "Jika ada kekurangan dalam berdemokrasi, yang bisa menjawab kekurangan tersebut adalah waktu dan proses," ujarnya.
Salim menjelaskan, PKI selalu menganggap kelompok di luar PKI sebagai musuh. Sehingga, kata dia, PKI melakukan pembantaian terhadap lawan musuhnya. "Seperti, pembantaian di Madiun, Jawa Timur, pada 1948," ujar Salim.
Dalam sejarahnya, ujar Salim, PKI merupakan pecahan dari Sarekat Islam. Dalam membaca situasi politik kala itu, SI terbagi menjadi dua. Kelompok pertama merasa kurang puas dengan ide perlawanan Islam. Mereka lantas menemukan cara pandang yang lebih pas dalam ajaran komunisme. Maka, kelompok pertama ini mendirikan PKI.
Sedangkan, kelompok lain adalah kelompok yang tetap bertahan pada gerakan Islam yang tidak revolusioner dan tetap berada di dalam SI. Perpecahan itu, kata Salim, karena Islam memang belum menjadi gerakan sosial dan politik. Namun, Islam baru sebatas gerakan keagamaan.
Menurutnya, citra PKI menjadi buruk usai gerakan 30 September 1956. PKI dianggap mendalangi sejumlah pembunuhan terhadap para jenderal di Jakarta. Sejak saat itu, nama PKI meredup dan organisasi tersebut menjadi salah satu organisasi yang dilarang di Indonesia.
Anggota komisi hukum MUI Anton Tabah menegaskan, adanya potensi gerakan komunisme menyusup ke generasi muda bahkan lembaga pemerintah."Ini harus diwaspadai,Anggota komisi hukum MUI Anton Tabah menegaskan, adanya potensi gerakan komunisme menyusup ke generasi muda bahkan lembaga pemerintah. Gejala-gejala masuknya paham terlarang tersebut sudah terlihat di antaranya lewat pornografi dan pornoaksi yang mencontoh budaya Barat."Ini harus diwaspadai," kata Anton menegaskan. " rep:c60 ed: a syalaby ichsan