REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan keluarga Kerajaan Uni Emi rat Arab punya kesamaan pandangan soal pentingnya dak wah dengan jalan damai. Kedua pihak menilai, dakwah dengan cara kekerasan telah merusak citra Islam.
"Muslim tidak menyakiti satu sama lain," kata keluarga Kerajaan Uni Emirat Arab Syekh Muhammad bin Hamdan bin Zayed al-Nahyah saat berkunjung ke kantor PBNU di Jakarta, Kamis (26/3).
Syekh Muhammad mengatakan, Allah memberi kemuliaan yang tinggi kepada umat Muhammad SAW. Sebab, meskipun umat Nabi Muhammad SAW berumur pendek, namun mereka memiliki tanggung jawab besar yakni menyampaikan dakwah Islam. "Karena tidak ada nabi setelah Rasulullah. Sehingga, umat saat ini memikul tanggung jawab dakwah," ujar Syekh Muhammad.
Syekh Muhammad menyatakan, saat ini di kawasan Timur Tengah banyak terjadi penyimpangan dakwah dengan mengandalkan cara-cara kekerasan. Padahal, berdakwah dengan cara damai dan baik justru lebih memikat hati seseorang terhadap Islam.
Syekh Muhammad menceritakan pengalamannya berdakwah ke sejumlah negara, seperti Albania dan Filipina. Adik ipar Amir Uni Emirat Arab itu mengaku pendekatan dakwah yang baik dan damai bisa mengajak orang-orang untuk kembali ke Islam. Dia mengatakan, saat ini pihak Kerajaan Uni Emirat Arab tengah menjajaki kemungkinan kerja sama dengan NU mengenai dakwah secara moderat. "Di antaranya dengan melakukan pertukaran pelajar NU dan UEA," katanya.
Sementara itu, Ketua Umum PBNU Kiai Haji Said Aqil Siroj mengapresiasi ajakan kerja sama pihak keluarga Kerajaan Uni Emirat Arab di bidang dakwah. Menurutnya, kedatangan Syekh Muhammad ke Indonesia merupakan yang pertama. "Beliau (Syekh Muhammad) pertama kali berkunjung ke Indonesia. Kedatangannya dalam rangka menyamakan visi misi dakwah," ujar Kiai Said kepada wartawan.
Kiai Said mengatakan, sikap NU sejalan dengan pandangan Syekh Muhammad. Menurut Kiai Said, NU mendukung dakwah dengan cara damai dan moderat. Menurutnya, kelompok radikal dengan mengatasnamakan Islam seperti Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) telah mencoreng Islam.
Kondisi dakwah, kata Said, menjadi semakin tidak kondusif dengan adanya gerakan tersebut. "Demi Allah, ISIS itu sudah mencoreng Islam," ujar Said.
Said menilai, ISIS bahkan lebih kejam dari Alqaidah. Ini karena ISIS kerap tidak pandang bulu dalam membunuh orang yang mereka anggap musuh. Said pun mengimbau kepada generasi-generasi penerus untuk tidak sampai terprovokasi ajakan radikalisme. "NU sendiri sudah menyampaikan kepada seluruh perwakilan tingkat untuk waspada," ujar Said.
Menurut Said, gerakan radikal seperti ISIS telah mengotori kemuliaan Islam. Oleh karena itu, Indonesia dan UEA memiliki peran untuk mengem-balikan dakwah lewat cara yang tepat. Dari pertemuan tersebut, Said menyatakan akan ada penjajakan dalam pertukaran pelajar antara NU dan Uni Emirat Arab. "Kita harus menampakkan Islam sebagai agama yang santun," ujar Said. c71, ed: M Akbar Wijaya