Sekarang makin banyak ibu yang senang mendadani anak perempuannya dengan jilbab atau kerudung. Modelnya pun bermacam-macam, mulai dari turban, bergo, kerudung segi empat, ataupun pashmina. Kegemaran mereka itu makin terakomodasi dengan banyaknya penjual hijab untuk bayi dan anak. Ketiga pengusaha berikut turut menyemarakkan pasar hijab anak.
***
Tampil Kembar dengan Ummi
Ressa Echa mulai berbisnis jilbab anak sejak tahun 2012. Berawal dari menjadi reseller, ia terinspirasi untuk memproduksi sendiri sekitar tiga bulan yang lalu. Bisnis ini ia tekuni karena sering mendadani anak perempuannya, Keyra. Si kecil pun terkadang ingin menggunakan pakaian dan jilbab yang sama dengan yang bundanya pakai.
Awalnya, Echa kesulitan mencari baju dan jilbab anak yang sesuai dengan keinginannya. Ia melihat busana Muslimah untuk anak yang ada di pasaran cenderung monoton, kurang variatif. "Saya lantas mulai mendesain baju dan kerudung merek Farakey yang cocok untuk anak seusia Keyra," ungkap perempuan kelahiran 11 Juni 1979 ini.
Inspirasi model kerudung Echa ambil dari gaya berjilbab Muslimah yang ia anggap menarik. Terkadang, ia browsing model kerudung dan mengembangkannya. Selain itu, ia juga mendapat masukan dari adik Echa yang juga berperan sebagai stylist Farakey.
Saat ini, kerudung instan untuk anak sedang ngetren. Kepraktisan dan kenyamanannya membuat kerudung instan cocok untuk menjadi pakaian anak yang aktif. Untuk memperkaya pilihan, Echa membuat variasi kerudung instan dengan menambahkan aksesori, seperti pita atau membuat perpaduan warna dan bahannya. "Ada kerudung pesta dan ada juga yang bisa dipakai untuk ke sekolah," ujar ibunda Zarkasya (7 tahun) dan Keyra (4 tahun) ini.
Dalam mendesain kerudung anak, Echa selektif memilih bahan. Prinsipnya, bahan yang digunakan harus nyaman, tidak membuat anak kegerahan. Ia memilih berkreasi dengan sifon yang bahannya tidak terlalu tebal dan halus teksturnya. Rayon spandek atau jersey pun termasuk yang ia gunakan.
Jilbab anak Farakey Echa tawarkan mulai dari Rp 45 ribu. Harganya bergantung pada bahan dan modelnya. Karyawati bank swasta syariah di Bandung, Jawa Barat, ini memasarkan produknya melalui akun Instagram @farakey13, website, Facebook, Blackberry Messenger, dan media sosial lainnya. Selain itu, produk Farakey juga dipasarkan di beberapa butik busana Muslim di Bandung, Jawa Barat.
Dua tahun belakangan, Muslimah yang berjilbab semakin banyak, tren baju Muslim dan jilbab semakin berkembang, dan para ibu sudah mulai memakaikan jilbab pada anak-anaknya. Peminat jilbab anak buatan Echa cukup banyak. Mereka berasal dari kalangan terdekat, yakni keluarga, teman kantor, teman sekolah anak, saudara, hingga followers di akun media sosial.
Memproduksi jilbab anak sejak tiga bulan lalu, omzet Echa per bulannya kurang lebih sekitar Rp 20 juta. Margin keuntungannya sekitar 25 persen. "Dalam tiga bulan masa perkenalan ini, saya memberikan diskon dan ada potongan harga untuk reseller."
Echa melihat belum banyak produsen jilbab anak sepertinya. Modelnya pun masih kurang banyak variasinya. Ia berpendapat tantangan terbesar dalam bisnis jilbab anak adalah kreativitas. "Saya harus mencari model jilbab yang tidak pasaran, namun harganya tetap terjangkau."
***
Pashmini untuk Muslimah Cilik
Ragil Putri Mahrita juga berbisnis jilbab atau kerudung anak. Ia memulainya sejak 2012, tepatnya tiga bulan sebelum Lebaran. Awalnya, ia berbisnis fashion untuk ibu menyusui. Seiring waktu, ada pelanggan yang minta disediakan busana Muslimah kembar ibu dan anak. "Jadi, bukan ibunya saja yang belanja, anaknya juga," kata perempuan kelahiran Nganjuk, 19 November 1986, ini.
Ragil lantas mencoba mendesain busana kembar tersebut. Ia terinspirasi oleh hijab dewasa yang sedang tren. Tentunya, model tersebut ia modifikasi agar terasa nyaman saat dipakai anak. Ragil memilih bahan spandek rayon karena terjamin adem, tidak cepat berbulu, dan menyerap keringat. Sebagai pemanis, ia menyematkan renda, pita satin, dan aksesori lainnya.
Awal merintis usaha hijab anak, Ragil membuat pashmini, yakni pashmina dengan ukuran kecil. Pashmini pas untuk dikenakan Muslimah cilik. Ternyata, respons pelanggan kurang baik. Meski saat itu pashmina dewasa sedang tren, konsumen tak menganggapnya cocok untuk anak-anak. Itu karena pashmini cukup ribet pemakaiannya. "Itulah sebabnya saya menganggap tantangan terbesar dalam bisnis ini ada pada ide desain, apalagi perputaran tren fashion sangat cepat," ujarnya.
Tahun 2014, jilbab syiria dan khimar menjadi favorit Muslimah berhijab. Ragil menangkap fenomena itu sebagai peluang bisnis. Saat ini, ia sedang mendesain model hijab syiria khusus untuk anak agar bisa kembar dengan ibunya. Pada akhir Agustus, ia akan memperkenalkan hijab couple syiria yang dapat dikenakan ke pesta. "Koleksi terbaru ini merupakan hijab syiria yang dimodifikasi dengan tambahan renda sehingga cocok dipakai untuk acara resmi," urai Ragil.
Berbisnis hijab kembaran anak dan ibu, Ragil menyasar ibu-ibu dengan anak usia tiga bulan sampai 12 tahun. Target pasar itu dibidik karena para ibu biasanya mulai berminat memasangkan kerudung pada bayi, mulai dari usia tiga bulan. Pelanggan Ragil beralasan, ketimbang memakaikan topi pada anaknya, lebih nyaman dengan hijab. "Selain menghindari panas saat jalan di luar, memasangkan jilbab juga membuat anak terbiasa menggunakan hijab sejak kecil," komentarnya.
Ragil menjual jilbab atau kerudung anak hasil karyanya dengan harga antara Rp 40 ribu dan Rp 100 ribu. Omzet jilbab anak produksinya mencapai Rp 20 juta per bulan. "Keuntungannya 20 sampai 30 persen dari omzet."
Ragil memasarkan produknya melalui jalur online dan offline. Ia memanfaatkan laman www.aisdestore.com, Facebook fanpage Hijab Anak, dan akun Instagram @hijab_anak untuk memajang foto produknya. Di samping itu, peminat Hijab Anak juga dapat mengunjungi tokonya di daerah Tanah Baru, Depok, Jawa Barat. "Yang paling laris saat ini pemasaran lewat Instagram," ujarnya.
Ragil mendapati saat ini sudah banyak kompetitor yang berjualan produk jilbab anak yang kembar dengan ibunya. Tetapi, untuk ide desain tentunya berbeda. Untuk itu, kreativitas dalam mendesain merupakan modal penting dalam bisnis ini.
***
Betah Berhijab
Agar bayi atau anak bisa betah menggunakan jilbab, Echa menyarankan agar orang tua memilih model jilbab anak yang simpel. Selain itu, pilih yang nyaman dipakai. Hindari menggunakan bahan yang membuat anak kegerahan. "Ingatlah, anak cenderung banyak bergerak dan mudah berkeringat," kata Echa.
Untuk membiasakan anak berpakaian Muslimah, Echa menyarankan para ibu memasangkan hijab sejak anandanya berusia enam bulan. Tak masalah jika nantinya anak minta jilbabnya dilepas. Toh, Muslimah cilik ini belum memiliki kewajiban untuk menutup sempurna auratnya.
Mengapa mulai usia enam bulan? Echa berpendapat, anak cenderung menolak mengenakan busana yang menutupi kepala, lengan, hingga kakinya jika pembiasan terlambat dimulai. Kegerahan menjadi dalihnya.
Sama seperti Echa, Ragil juga menyaranakan untuk memilih jilbab dengan bahan yang menyerap keringat, model yang simpel, dan warna-warna cerah yang menarik untuk anak. Selain itu, berikan pemahaman tentang pentingnya menutup aurat. "Jelaskan Muslimah harus memakai jilbab ketika keluar rumah atau ada tamu nonmahram yang datang ke rumah," saran Ragil.
rep:desy susilawaty ed: reiny dwinanda