Selasa 14 Apr 2015 17:00 WIB

Gaya Hidup Ramah Lingkungan

Red:

Setiap orang bisa berpartisipasi untuk membuat Bumi menjadi tempat hunian yang lebih nyaman. Kenyamanannya untuk anak cucuk kelak pun harus diperjuangkan. Apalagi, sudah banyak sekali praktik eksploitasi alam yang tak bertanggung jawab. Mari berbuat mulai dari lingkup terkecil! Tiga perempuan berikut memberikan contoh aplikasi gaya hidup yang ramah lingkungan di keluarga dan tempat kerjanya. ed: reiny dwinanda  

***

Dian Kusuma Wardhani

Ilmu Harus Diamalkan

Mengenal gaya hidup ramah lingkungan sejak di bangku kuliah, Dian Kusuma Wardhani baru tergerak mempraktikkannya sekitar setengah tahun belakangan. Pertemuannya dengan tokoh-tokoh inspiratif menggelorakan semangat perempuan yang akrab disapa Dini ini untuk ikut menjaga kelestarian lingkungan. Apalagi, ia berprofesi sebagai pengajar ilmu keberlangsungan (sustainability).

Dini tersadar, ilmu harus disertai amal. Ia pun berusaha melakukan terlebih dahulu materi yang disampaikannya kepada mahasiswa. Ditambah lagi, ia ingin agar kelak anak cucunya bisa menikmati bumi lebih baik dari yang dinikmatinya sekarang.

Praktik green living yang Dini lakukan cukup sederhana. "Tidak muluk-muluk, yang penting konsisten," ujar penulis buku Sahabat Bumi ini. Saat membangun rumah, ia memilih desain yang menyediakan 40 persen dari lahan sebagai ruang terbuka hijau dan biopori untuk mendukung resapan air. Dini juga menggunakan keranjang takakura untuk mengolah sampah basah menjadi kompos. Selain itu, ia menanam sayur untuk konsumsi keluarga. Penghijauan di halaman membuat huniannya lebih segar, teduh, dan polusi pun tersaring.

Dini mengubah sedikit demi sedikit pola makan keluarganya untuk menurunkan jejak ekologisnya. Ia kini lebih banyak mengonsumsi sayuran daripada produk hewani. Lantas untuk mencuci, ia memilih menggunakan sabun cuci alami dari lerak. "Saat berbelanja, saya kerap membawa tas belanja sendiri untuk menghindari penggunaan kantong plastik," kata anggota komunitas Home Education Malang, Jawa Timur ini.

 

Di lingkungan kampusnya, Dini memelopori pembukaan bank sampah. Ia juga mengajak keluarganya untuk ikut mempraktikkan gaya hidup ramah lingkungan. Perlahan, orang tuanya mau memakai takakura dan kakaknya mau mendaftar menjadi nasabah bank sampah.

***

Kristien Yuliarti

Berkebun Sayur di Teras

Kristien Yuliarti mulai bergaya hidup ramah lingkungan sejak 2008. Kala itu, ia ingin sekali bisa menanam sayur-sayuran. "Apalagi saya tumbuh di Jakarta dan hingga lulus kuliah belum pernah bersinggungan dengan kegiatan berkebun sayur," ujarnya.

Ketertarikan Kristien terhadap kampanye green living muncul menyusul rasa penasarannya terhadap harga sayuran organik yang relatif mahal. Ia ingin mengonsumsi sayuran organik setelah mendengar informasi tentang sayuran yang tinggi residu pestisidanya.

di rumah kontrakan yang sama sekali tidak memiliki lahan berlebih, Kristien dan suami mencoba menanam beberapa benih sayuran organik dengan polybag. Sejak itu, mereka sering mendiskusikan hal-hal terkait pola hidup ramah lingkungan. Mereka mulai dari hal sederhana, dari rumah sendiri, belajar perlahan untuk menerapkan gaya hidup ramah lingkungan. "Aneka sayuran berpestisida, tumpukan sampah, dan informasi tentang rusaknya lingkungan menjadi motivasi kuat kami untuk belajar menerapkan green living dalam keseharian kami," katanya.

Bagi Kristien kendala terbesar dalam menerapkan green living, yakni konsistensi. Seperti kebanyakan masyarakat, ia juga sudah termanjakan dengan kehidupan yang serba instan. "Ketika beralih pada pola hidup yang sedikit merepotkan, butuh niat kuat untuk tetap konsisten."

Kristien berupaya berbagi contoh gaya hidup ramah lingkungan dengan keluarga dan teman kantornya, Respons mereka ternyata tak selalu positif. "Ada yang mengelak karena tidak ada waktu untuk menanam, menanggap harga sayuran murah, dan memilah sampah itu merepotkan."

Apa manfaat bergaya hidup seperti itu? Kristien tak punya jawaban konkret. Ia hanya merasakan ada kebahagiaan yang membuncah ketika memanen sayuran segar dari teras rumah, saat menyetorkan tabungan berupa sampah maupun ketika menggunakan sabun lerak untuk cuci piring. "Langkah kecil individu kalau dilakukan oleh orang banyak mungkin baru terlihat manfaatnya secara luas," ujar Kristien yang bersama teman-temannya di Facebook menggulirkan gerakan compost art, yaitu membuat gambar atau lukisan dari sampah organik tanpa pengawet. Compost art hanya dimaksudkan untuk menghadirkan keindahan dari sampah organik, sebelum kemudian diolah menjadi kompos.

***

Deasi Srihandi

Tetap Modern

Banyak yang mengira, hidup ramah lingkungan sama saja kembali ke gaya hidup kuno atau kembali ke "Zaman Batu". Deasi Srihandi mendapati kenyataannya tidak seperti itu. "Kami sekeluarga punya segala fasilitas, seperti orang modern di eco farm dan masih bisa hidup layaknya orang kota," kata pendiri komunitas Green Mommy Network ini.

Di rumahnya, Deasi menggunakan sumber energi yang bisa diperbarui, contohnya tenaga surya dan tenaga angin. Keluarganya juga membuat kompos dari sampah dapur. Air seni pun dijadikannya pupuk tanaman.

Deasi sekeluarga sangat berhemat air. Mereka menggunakan air hujan yang difiltrasi untuk semua kebutuhan hidup sehari-hari, mulai dari makan, minum, mandi, mencuci, menyiram tanaman di rumah kaca dan ladang, minum ternak, cuci piring, dan pakaian. "Air bekas mandi, cucian piring, dan cucian pakaian kami tempatkan di penampungan grey water dan dipakai lagi untuk berbagai kebutuhan lainnya yang sesuai," ujarnya.

Musim kemarau Deasi memasak dengan menggunakan kompor dan oven bertenaga matahari. Bertepatan dengan panen pada musim penghujan, mereka mengonsumsi makanan mentah. Keluarganya menerapkan pola makan vegan, kecuali jika ada ikan yang bisa dipanen beberapa bulan sekali. "Kami memelihara hewan bukan untuk dikonsumsi, melainkan memberikan mereka tempat selayaknya agar ekosistem menjadi seimbang seperti seharusnya," katanya.

Deasi pun menggalakkan green living di usaha Green Mommy Shop. Di sana, ia mengajar para perempuan, terutama ibu rumah tangga. Mereka belajar membuat produk kebutuhan hidup, seperti sabun, pembersih rumah tangga, kosmetik, hingga membuat makanan sehat alami, seperti saos tomat dan selai. "Kami berinovasi membuat produk yang bisa dikemas tanpa botol plastik," ujar warga Malang, Jawa Timur ini.

Semua tim Green Mommy Shop harus menjalankan pola makan vegan setiap Sabtu. Mereka juga harus membawa kotak makan dan wadah minum sendiri ke tempat kerja dan membuat jus sayuran setiap harinya. Semua sampah yang bisa didaur ulang, mereka simpan dan berikan ke pemulung supaya dibawa ke tempat pemilahan untuk memulai proses daur ulang.

***

Cara Murah untuk Berpartisipasi

Kebanyakan orang mengira, gaya hidup ramah lingkungan itu menyulitkan dan mahal. Beberapa contoh dari sheknows.com berikut dapat menginspirasi. Ayo, coba praktikan!

* Ketika komputer berada dalam kondisi sleep, konsumsi energi tetap berlangsung. Matikan saja kalau memang tak dipakai dalam waktu dekat.

* Gunakan kendaraan umum. Jalan kaki ke lokasi yang terjangkau. Alternatif lainnya, ikuti komunitas yang memberikan tumpangan.

* Beli baterai isi ulang.

* Gunakan lap kain ketimbang tisu kertas.

* Manfaatkan kembali barang bekas.

* Punya koran, majalah, buku yang sudah dibaca? Berikan ke orang lain, taman bacaan, atau tempat-tempat yang memiliki ruang tunggu.

* Isi pajak secara online untuk mengurangi penggunaan kertas.

* Berbelanja dengan kantong kain atau kanvas.

* Pilih kosmetik yang ramah lingkungan. Pertimbangkan juga busana dan dekorasi rumah yang ramah lingkungan.

* Perbaiki keran yang rusak agar air tak menetes percuma.

* Mulai membuat lubang kompos di lahan yang ada di rumah. Gunakan sampah organik untuk menyuburkan kebun.

* Gelar atau datangi garage sale sebelum membeli sesuatu yang baru.

* Pungut sampah yang terlihat.

* Gunakan tangga ketimbang lift.

* Gunakan popok kain untuk bayi Anda.

* Pakai lampu fluorescent, LED, atau halogen ketimbang lampu pijar.

* Daripada membeli air kemasan, bawa botol minum dan isi ulang di tempat yang memungkinkan.

* Hindari penggunakan kantong plastik dan kemasan Styrofoam yang sulit terurai.

* Jangan buang makanan. Ketika makan di luar, bawa wadah dari rumah untuk membawa pulang makanan yang tak sanggup dihabiskan.

Oleh Qommaria Rostanti

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement