Senin 06 Jul 2015 17:00 WIB

Kejang, Apakah Selalu Epilepsi?

Red:

Kejang atau dikenal penyakit ayan kerap dihubungkan dengan mitos kesurupan. Padahal,  tidak menutup kemungkinan, kejang merupakan gejala dari epilepsi. Namun, apakah kejang selalu epilepsi?

Ketua Yayasan Epilepsi Indonesia yang juga spesialis saraf pada RSU Bunda Jakarta, dr Irawati Hawari Sp S, mengatakan, tidak semua kejang itu epilepsi. Kejang bisa juga terjadi karena penyebab lain, seperti gula darah yang sangat rendah atau karena rendahnya kalsium. Namun demikian, menurutnya, anak dengan riwayat kejang demam berisiko untuk menjadi epilepsi lebih besar daripada anak yang tidak pernah kejang demam. Tetapi perlu dicatat, pada epilepsi kondisi kejang tidak mengalami demam dan catatan laboratorium normal.

Epilepsi, kata dia, merupakan salah satu penyakit neurologi menahun yang dapat mengenai siapa saja tanpa batasan usia, jenis kelamin, maupun sosial-ekonomi. Angka kejadian epilepsi tergolong tinggi, terutama di negara berkembang. Di Indonesia, dari 237,6 juta penduduknya, diperkirakan jumlah penyandang epilepsi sekitar 1,1 juta jiwa - 8,8 juta jiwa. Sedangkan, insiden sekitar 50-70 kasus per 100 ribu penduduk.

Pada serangan epilepsi, terjadi aktivtas listrik abnormal di otak. Manifestasi serangan yang ditimbulkan bisa berupa kejang-kejang atau bentuk lain, seperti perubahan tingkah laku, perubahan kesadaran, dan perubahan lain yang hilang timbul (baik terasa atau terlihat). "Gejala serangan atau bangkitan epilepsi berbeda-beda, tergantung pada fungsi otak mana yang terganggu," paparnya.

Gangguan listrik di otak tersebut disebabkan, antara lain, oleh kerusakan jaringan, misalnya, tumor otak, cedera kepala lantaran kecelakaan atau benturan, atau karena infeksi otak (meningitis, encephalitis). Selain itu, juga bisa karena gangguan pembuluh darah otak (stroke), kelainan genetik, atau karena pemakaian obat terlarang.  Penyebabnya juga bisa terjadi karena faktor pada saat dalam kandungan dan pada proses kelahiran. Namun, menurut Irawati, sekitar 30 persen tidak diketahui penyebabnya.

Umumnya, masyarakat mengetahui serangan epilepsi berbentuk kejang kelojotan disertai mulut berbusa. Padahal, selain kejang, serangan bisa berupa hilang kesadaran sesaat (bengong) dan tiba-tiba menjatuhkan benda yang dipegang.

Dokter ini menerangkan, serangan epilepsi terdapat dalam bentuk umum dan parsial. Pada epilepsi general (umum), biasanya tidak dimulai dengan tanda apa-apa dan langsung kejang kelojotan atau langsung terjadi penurunan kesadaran. Sementara, pada epilepsi parsial sederhana, orang dengan epilepsi (ODE) masih merasakan sadar dan tiba-tiba cemas atau merasa tidak enak di ulu hati. Selanjutnya, ini bisa berkembang menjadi parsial kompleks, di mana ODE sudah mulai tidak sadar atau bengong. Dari situ, ODE bisa berkembang menjadi serangan epilepsi umum, dan mulai jatuh dan kelojotan kejang.

Umumnya, ODE mengetahui epilepsi ketika sudah terjadi kejang. Padahal, bisa jadi serangan diawali dengan bentuk parsial. Di sini, pentingnya untuk merunut dan mendiagnosis gejala awal pada ODE. Karena, penanganan pada pilihan obatnya akan berbeda.

Di samping itu, kejang pada epilepsi biasanya terjadi hanya beberapa detik atau sekitar satu  menit. Jika kejang berlangsung hingga tiga sampai lima menit, biasanya terjadi penurunan kesadaran dan terdapat kerusakan sel-sel otak. Karena itu, Irawati mengingatkan agar jangan sampai kejang berlangsung lama.

Sebagai antisipasi ketika terasa mulai kejang, ODE hendaknya segera menarik napas panjang, menenangkan diri dan mencari tempat yang aman supaya tidak terjatuh. Ada pula penelitian yang mengungkapkan, kejang bisa dicegah dengan melakukan penekanan pada ibu jari hingga timbul rasa nyeri pada ODE.

Pengobatan

Epilepsi bukanlah penyakit menular. Penyakit ini dapat disembuhkan dan dikendalikan. Dokter spesialis bedah saraf pada RSU Bunda Jakarta, DR dr Wawan Mulyawan SpBS (K) memaparkan, penegakan diagnosis pada epilepsi kadang tidak mudah. Karena itu, perlu pemeriksaan dengan alat monitor Electroencephalogram (EEG). Selanjutnya, pentingnya pengobatan agar ODE bebas bangkitan tanpa efek samping. Hal ini tentunya agar tercapainya kualitas hidup yang optimal. 

Ia menjelaskan, penanganan epilepsi harus dilakukan oleh satu tim terpadu yang biasanya dipimpin oleh neurolog. Pengobatan pada ODE bisa dilakukan dengan mengonsumsi obat antiepilepsi untuk mencegah berulangnya bangkitan atau kejang.

Umumnya, 70 persen bangkitan dapat teratasi oleh satu jenis obat. Sementara itu, sekitar 30 persen ODE masuk dalam golongan epilepsi yang sulit dikendalikan dengan obat dan sepertiganya membutuhkan operasi. Kondisi yang disebut epilepsi refrakter ini membutuhkan alternatif pengobatan dengan pembedahan. ed: Khoirul Azwar 

***

Penangan  kejang pada ODE

-    Jauhkan  benda berbahaya di sekitarnya

-    Miringkan tubuh atau kepala ODE

-    Jangan memasukkan benda apa pun ke dalam mulut untuk menahan gigi ODE. Karena hal itu bisa menyebabkan gigi patah.

-    Sebaiknya, menghitung berapa lama waktu kejang ODE.

-    Jangan menahan gerakan ODE saat kejang. Karena tidak sedikit, saat kejang ODE kerap dipaksa untuk meluruskan anggota tubuh, seperti tangan karena bisa menimbulkan cedera (dislokasi) pada tulang.

-    Setelah kejang reda, ODE biasanya akan tampak seperti kebingungan. Pada kondisi demikian, sebaiknya ODE ditemani hingga dia sadar penuh.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement