REPUBLIKA.CO.ID, KARAKAS -- Keinginan oposisi Venezuela untuk merebut kekuasaan dari kelompok Chavez kembali kandas. Nicolas Maduro yang disebut-sebut sebagai penerus jejak Hugo Chavez berhasil mengalahkan pemimpin oposisi Henrique Capriles dalam pemilihan presiden yang dihelat pada Ahad (14/4) waktu setempat.
Namun, Maduro hanya berhasil menang dengan suara tipis. Komisi Pemilihan Umum Venezuela mencatat, Maduro mendapatkan 50,7 persen atau 7,5 juta dukungan. Sementara Capriles meraih 49,1 persen. Selisih keduanya sekitar 1,6 persen atau 235 ribu suara.
Capriles menolak mengakui kemenangan tersebut. Mantan gubernur Negara Bagian Miranda ini meminta dilakukannya penghitungan ulang. Dia juga mengklaim hasil penghitungan elektronik KPU berbeda dengan yang dilakukan oleh pihaknya.
“Hari ini yang kalah adalah kamu,” ujarnya merujuk ke arah Maduro. “Kami tidak akan mengakui hasil pemilihan ini sampai semuanya dihitung.” Capriles sebelumnya menuding Maduro berbuat curang dengan memanfaatkan alat-alat negara dari mulai militer, kementerian, sampai perusahaan minyak untuk kampanye.
Jumlah partisipasi dalam pemilihan presiden kali ini hanya 78 persen atau lebih rendah dibandingkan pemilihan pada Oktober lalu dengan 80 persen. Saat itu persaingan terjadi antara Capriles dengan Hugo Chavez. Chavez meraih kemenangan mutlak atas Capriles dengan selisih 11 persen atau jauh lebih besar dibandingkan kemenangan Maduro sekarang.
Chavez wafat akibat penyakit kanker 5 Maret lalu sebelum dilantik sebagai presiden.
''Ini adalah hasil resmi. Rakyat telah berkehendak dalam pemilihan yang adil dan bersih,'' kata Ketua KPU Tibisay Lucena di Ibu Kota Karakas, seusai penghitungan. Menurut Lucena, Maduro akan dilantik sebagai presiden pada 19 April nanti. Maduro akan memimpin Venezuela hingga 2019.
Kemenangan Maduro menegaskan bahwa arah politik Venezuela lima tahun mendatang belum akan berubah secara drastis. Para pendukung Chavez, Chaviztas, berharap dirinya melanjutkan sistem ekonomi sosialisme dan menolak privatisasi di sektor industri.
Dalam pidato kemenangan, Maduro mengatakan, hasil pemilihan ini adalah bukti kecintaan rakyat Venezuela kepada Chavez. Maduro pun berjanji melanjutkan cita-cita pendahulunya itu. ''Kita masih dalam pertempuran (mempertahankan sosialisme). Dan kita tidak akan terkalahkan,'' katanya.
Maduro meminta kelompok oposisi untuk menerima fakta politik ini. Pertikaian politik domestik, menurutnya, sudah tuntas. Maduro mengaku telah berbicara dengan Capriles melalui saluran telepon. Mantan sopir bus inipun mengizinkan audit ulang hasil pemilihan. ''Kita harus berdamai, dan menolak kekerasan,'' tuturnya.
Kemenangan Maduro disambut Chaviztas. Masyarakat di ibu kota beramai-ramai menyambut kemenangan mantan wakil presiden itu. Reuters melansir pesta kembang api, terjadi di mana-mana. Sebaliknya pendukung oposisi tampak bersedih, dan ada di antaranya yang memukul-mukul panci tanda kelaparan.
Seorang pemilih, Alejandro Rodriguez (34 tahun) mengatakan, warisan ideologi Chavez harus dijaga. Menurutnya, Maduro adalah pemimpin yang disiapkan untuk melanjutkan warisan Chavez.
Sejumlah tantangan menanti Maduro ke depan. Selain perselisihan dengan oposisi, Maduro juga harus bisa mengatasi tingginya inflasi yang mencapai dua digit. Termasuk persoalan pasokan pangan dan listrik yang bermasalah. Dalam hubungan internasional, Maduro juga dihadapkan pada konflik negara itu dengan AS yang telah dibangun Chavez sejak lama. n bambang noroyono/ap/reuters
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.