Kamis 25 Apr 2013 01:00 WIB
Upah Minimum Regional

MA: Pelanggar UMR Dipidanakan

Unjuk rasa buruh
Foto: Republika/Irfan Abdurrahmat
Unjuk rasa buruh

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan hukuman pidana untuk pengusaha Tjioe Christina Chandra karena membayar buruh di bawah upah minimum regional (UMR). Christina pun harus menerima hukuman penjara selama satu tahun dan denda sebesar Rp 100 juta.

Hakim Agung Gayus Lumbun mengatakan ganjaran hukum untuk Christina merupakan bentuk pembelajaran bagi para pengusaha supaya mereka membayar gaji buruh sesuai dengan undang-undang. Hukuman itu diharapkan bisa menjadi contoh bagi para pengusaha lainnya agar tak membayar buruh di bawah UMR. “Putusan hukuman terhadap terdakwa Tjioe Christina Chandra dengan pidana satu tahun penjara diputus dengan suara bulat majelis hakim sebagai bentuk pembelajaran untuk tidak dilakukan lagi oleh masyarakat banyak,” kata Gayus saat dihubungi Republika, Rabu (24/4).

Sebelumnya, Christina dianggap melanggar hukum atas tindakannya itu. Namun, ia divonis bebas oleh Pengadilan Negeri Surabaya.

Hal itu membuat jaksa penuntut umum (JPU) yang menangani kasus ini mengajukan kasasi ke MA. Selain hukuman satu tahun penjara,  majelis hakim kasasi yang terdiri atas Ketua Majelis Hakim Zaharuddin Utama dengan anggota majelis Surya Jaya dan Gayus  ini juga mendenda pengusaha Surabaya yang memiliki 53 karyawan itu sebesar Rp 100 juta. Putusan tersebut dibacakan pada 5 Desember 2012.

Majelis hakim menganggap pengusaha asal Surabaya itu terbukti melanggar Pasal 90 Ayat 1 Undang-Undang Ketenagakerajaan. Pada ayat itu disebutkan, pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari UMR. “Hukuman dan denda ini merupakan hukuman minimal terhadap pasal yang dilanggar,” kata Gayus.

Dia menyatakan hukuman yang dijatuhkan ini merupakan pertama kali di Indonesia. Hakim agung itu mengungkapkan bahwa putusan tersebut sebagian didasarkan dengan konsep pemikiran penyalahgunaan keadaan. “Seperti, dalam keadaan sulitnya mencari pekerjaan, misal di Indonesia saat ini, salah satu pihak menyalahgunakan keadaan sehingga menekan pihak lain (buruh). Padahal, masalah UMR telah diatur dengan UU,” katanya.

Gayus mengatakan bahwa dirinya siap dihujat banyak pihak terkait putusannya itu. Sejauh ini, banyak pihak yang menyalahkan putusan tersebut. Namun, itu sebagai pembelajaran agar pengusaha tidak menyalahgunakan situasi untuk menekan buruh dengan mengupah di bawah UMR.

Juru Bicara MA Ridwan Mansyur mengatakan bahwa putusan MA menjatuhkan vonis satu tahun penjara dan denda Rp 100 juta kepada Tjioe Christina Candara dapat menjadi preseden hukum yang baik di masa datang. Putusan itu sekaligus menunjukkan bahwa MA semakin memperhatikan pemulihan dan penegakkan hak-hak buruh.

Menurut Ridwan, mempekerjakan karyawan dengan membayar gaji di bawah UMR tidak dapat dibenarkan secara hukum. Karena itu, ia berharap putusan ini dapat menjadi yusrisprudensi bagi hakim-hakim, baik pengadilan tinggi maupun pengadilan negeri. 

Menanggapi putusan tersebut, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton Supit mengatakan kasus itu terjadi karena ketidakarifan pemerintah. Pemerintah takut terhadap demo dan tuntutan buruh sehingga membuat kebijakan menaikkan UMR. “Ini dilema, akhirnya keputusan pemerintah menjadi bumerang,” kata Anton saat dihubungi Republika.

Menurut Anton, kalau hanya mengacu pada UMR, tanpa disadari kemampuan setiap sektor itu berbeda-beda. Kalau sektor industri atau elektronik mungkin mampu membayar, tapi perusahaan Christina ini adalah termasuk UMKM dan padat karya. “Loh, ini pekerjanya cuma 53 orang, kok!” katanya.

Jika operasional perusahaan Christina dijalankan dengan membayar buruh di atas UMR, ia tak akan sanggup bertahan. Risikonya, buruh kehilangan pekerjaan. “Harusnya pemerintah mengerti yang seperti ini,” katanya. n ahmad islamy jamil ed: muhammad hafil

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement