REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Lebih dari 150 orang nasabah kredit pemilikan rumah (KPR) memenuhi halaman kantor cabang Bank Internasional Indonesia (BII) di Jalan Margonda Raya, Kota Depok, Selasa (4/6) siang. Massa warga Perumahan Taman Anyelir III, Cilodong, itu menuntut surat jaminan kepada BII seiring belum dimilikinya izin mendirikan bangunan (IMB) oleh pengembang perumahan yang sudah berdiri tiga tahun itu.
Ada seribu unit rumah di Perumahan Anyelir III yang belum memiliki IMB. Para pemilik rumah merasa ditipu pihak pengembang PT Surya Inti Propertindo (SIP). Ketua Paguyuban Taman Anyelir III, Irdian, yang mewakili 300 kepala keluarga yang menjadi nasabah KPR BII menuntut pertanggungjawaban BII sebagai bank yang mengucurkan dana pinjaman kepada pengembang yang disalurkan dalam bentuk KPR. Mereka mempertanyakan kredibilitas BII yang bisa dengan mudahnya menggelontorkan pinjaman kepada proyek permukiman yang belum mengantongi IMB itu.
''BII ini tidak ada iktikad baik. Dua bulan sudah kita negosiasi agar mereka memberikan surat jaminan kepada warga hingga diterbitkannya IMB,'' ujar Irdian saat ditemui Republika di depan Kantor BII Cabang Margonda kemarin. Warga khawatir pengembang yang tak beriktikad baik bisa saja melarikan diri dan enggan bertanggung jawab. ''Atau, kalau manajemen mengganti nama,'' kata Irdian.
Seorang warga Perumahan Taman Anyelir III yang berinisial SA menganggap rumahnya yang belum ber-IMB sebagai bangunan ilegal atau liar. Pria yang tak mau menyebutkan identitasnya ini khawatir rumahnya bakal dibongkar oleh Pemerintah Kota Depok. Menurut SA, seharusnya penyerahan sertifikat tanah, IMB, serta akta jual beli (AJB) diberikan saat proses serah terima rumah dari pengembang. Setiap bulannya, seluruh warga rutin membayarkan angsuran kredit kepemilikan rumah ke BII. Sampai kini, surat-surat berharga itu tak kunjung mereka terima.
''Ternyata mana? Suratnya tidak ada. BII tidak bertanggung jawab. Rumah kami sudah berdiri, tetapi surat tidak ada. BII ... BII. BII bank penipu!'' seru Susi, seorang warga Anyelir, yang turut menyuarakan aspirasinya di depan kantor BII. Susi menilai, situasi ini merupakan cermin dari pemerintahan dalam negeri yang buruk. ''Apakah ini potret dari penguasa kita? Yang kecil digencet terus, yang besar dilindungi!'' teriaknya.
Sebenarya, akar permasalahan tidak terbitnya IMB Perumahan Taman Anyelir III ini terkait dengan aturan Garis Sempadan Sungai (GSS) Ciliwung. Perumahan Taman Anyelir di bawah PT SIP dinilai memaksakan diri membangun seribu unit rumah di atas lahan GSS Ciliwung. Pemerintah Kota Depok telah menghentikan sementara (moratorium) pembangunan proyek Perumahan Taman Anyelir. Sementara itu, saat media memintakan konfirmasi kepada Bank BII Margonda, petugas keamanan tidak memperbolehkan rekan media masuk ke dalam bank. Tidak ada perwakilan BII yang menemui warga.
Menurut Irdian, sejumlah bank lainnya yang turut memberikan dana kepada pengembang, seperti BRI dan BTN, sudah memberikan surat jaminan yang dituntut warga Anyelir III lainnya yang mengambil kredit di bank itu. Tetapi, warga yang menjadi nasabah KPR BII tak mendapat jaminan serupa. Warga pun kecewa saat berupaya melalui jalan damai dengan menyambangi kantor cabang. Namun, BII Margonda malah menyuruh warga memintakan surat jaminan kepada kantor BII pusat.
''Total, sudah empat tahun kita berusaha meminta secara baik agar BII mengeluarkan surat jaminan,'' kata Irdian. Warga mengancam akan menginap di halaman kantor BII Margonda hingga waktu yang tak ditentukan jika mereka tak menerima surat jaminan. ''Kita harus menginap. Kita tidur, kita masak juga di sini,'' ujarnya.
Kemungkinan, ratusan warga Anyelir akan menginap hingga Selasa (4/6) malam di halaman Kantor BII Margonda. Warga yang dirugikan ini pun berharap agar dengan menggelar aksi damai yang menuntut kejelasan pihak bank tersebut dapat membuka mata Pemerintah Kota Depok. Irdian berharap agar pemkot sadar bahwa banyak ratusan warganya yang diperlakukan tak adil. ''Pokoknya, kita ingin membuka mata pemkot. Jangan mereka hanya memoratorium-moratorium pengembang Anyelir saja, tanpa memberikan sanksi nyata,'' tegas Irdian.
''Kami tidak ingin keluarga kami tinggal di kolong jembatan hanya karena ternyata PT Surya Inti Propertindo adalah perusahaan ilegal. Selain itu, bahwa bank yang kami kira baik dan profesional, BII, ternyata tak ada pertanggungjawabannya,'' ujar warga lainnya yang menuntut hak mereka itu. n alicia saqina ed: rahmad budi harto
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.