REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Amerika Serikat tengah mempertimbangkan zona larangan terbang di Suriah, Sabtu (15/6). Dikatakan, AS menganggap Suriah telah kelewat batas karena menggunakan gas saraf dalam mengatasi oposisi.
Setelah musyawarah selama berbulan-bulan, pemerintahan Presiden Barack Obama mengatakan akan mempersenjatai oposisi. AS mengaku telah mendapatkan bukti penggunaan senjata kimia terhadap pejuang yang berusaha menggulingkan Presiden Bashar al-Assad.
Dua diplomat senior Barat mengatakan, AS sedang mencari zona larangan terbang terbatas dekat perbatasan selatan Suriah dengan Yordania. "Washington menimbang wilayah bebas terbang untuk membantu oposisi pemerintah," ujar diplomat itu dikutip Reuters.
Sebelum memberlakukan zona larangan terbang, AS harus menghancurkan lebih dulu pertahanan udara canggih buatan Rusia. Hal itu sama dengan jenis kebijakan NATO yang diberlakukan untuk menggulingkan Muammar Gaddafi di Libya dua tahun lalu.
"Jelas kami tidak mempertimbangkan pilihan ini, tapi pada tahap ini tidak ada pilihan lain yang bisa diambil," ujar Duta Besar AS untuk PBB Susan Rice.
Biaya besar
Deputi Penasihat Keamanan Nasional AS Ben Rhodes mengatakan, zona larangan terbang membutuhkan biaya yang besar bagi AS dan komunitas internasional. Dalam sebuah surat kepada Sekjen PBB, Rice mengatakan, Pemerintah Suriah telah menggunakan senjata kimia dalam empat serangan antara Maret dan Mei.
Komandan utama Gerakan Pembebasan Suriah Salim Idriss mendesak sekutu Barat untuk memasok pesawat dan rudal antitank untuk menciptakan zona larangan terbang. Ia mengatakan, jika diberi senjata yang benar, ia mampu mengalahkan pasukan Assad dalam enam bulan.
Kepada Reuters, Idriss mengatakan, pasukannya membutuhkan senjata berat di Aleppo tempat Assad mengatakan pasukannya sedang mempersiapkan serangan besar-besaran.
Prancis mengatakan, zona larangan terbang mustahil tanpa otorisasi Dewan Keamanan PBB. Namun demikian, AS diam-diam telah mengambil langkah-langkah yang akan memudahkan.
Negeri Paman Sam itu telah memindahkan rudal permukaan, pesawat tempur, dan 4.000 tentara ke Yordania. Hal itu dilakukan sebagai bagian dari latihan tahunan pekan lalu.
Washington mengatakan, zona larangan terbang belum dikesampingkan dari kebijakan. Namun, belum ada keputusan mengenai hal tersebut. "Zona larangan terbang akan berbiaya besar bagi AS dan masyarakat internasional. Ini jauh lebih kompleks di Suriah daripada di Libya," ujar Wakil Penasihat Keamanan Nasional, Ben Rhodes.
Konsultasi akhir
Konflik di Suriah menjadi puncak agenda dalam konferensi video pada Jumat lalu antara para pemimpin G8 menjelang KTT mereka pekan depan, dan sehari setelah Amerika Serikat menegangkan kebijakannya tentang Suriah, kata Inggris dan Prancis.
Presiden AS Barack Obama dan para pemimpin Prancis, Jerman, Inggris, dan Italia berbicara melalui jaringan video dan melakukan "Pertukaran yang luas tentang masalah yang dihadapi KTT G8 terutama mengenai Suriah," kata seorang pembantu Presiden Prancis Francois Hollande.
Pembicaraan pada Jumat terjadi setelah Gedung Putih mengatakan telah menyimpulkan bahwa Suriah telah menyeberangi garis merah AS dengan menggunakan senjata kimia terhadap pemberontak yang memerangi pasukan Presiden Bashar al-Assad.
Menurut ajudan, pembicaraan antara Obama, Hollande, Perdana Menteri Inggris David Cameron, Kanselir Jerman Angela Merkel, dan Perdana Menteri Italia Enrico Letta, berlangsung hampir satu jam.
Sebuah pernyataan dari kantor Cameron di Downing Street mengatakan bahwa para pemimpin telah "membahas situasi di Suriah dan bagaimana negara-negara G-8 semua akan setuju untuk bekerja sama demi transisi politik untuk mengakhiri konflik."
Mereka juga membahas cara-cara untuk membantu Perdana Menteri Libya Ali Zeidan. "Berkubu pada demokrasi dan membangun keamanan," di sana. Ben Rhodes menggambarkan sesi tersebut adalah sebagai serangkaian konsultasi terakhir yang Obama adakan dengan para sekutunya menjelang pertemuan puncak. n nur aini/ani nursalikah/antara ed: nina chairani
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.