REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kelompok teroris diduga melampiaskan kebencian kepada polisi melalui serangan bom berskala kecil. Bom dalam sebuah panci meledak di Polsek Rajapolah, Tasikmalaya, Jawa Barat, Sabtu (20/7) dini hari WIB.
Pengamat teroris, Al Chaidar, mengatakan, aksi bom di kantor polisi bukan pertama kali terjadi. Ini menunjukkan jaringan terorisme menganggap polisi sebagai musuh utama. “Polisi dianggap musuh sekaligus target utama yang harus dibinasakan,” kata dia, kepada Republika, Ahad (21/7).
Chaidar menilai, ada dua alasan kepolisian menjadi sasaran aksi teror. Pertama, kepolisian sebagai penegak hukum menghalangi perjuangan kelompok-kelompok ini. Kedua, kelompok teroris mulai kekurangan dana. “Jadi, bomnya berdaya ledak rendah,” kata dia.
Meski minim dana, jaringan teroris masih ingin menunjukkan eksistensinya dengan melakukan serangan yang diarahkan ke kepolisian. Dengan bom-bom berdaya ledak rendah, kelompok itu masih ingin dianggap sebagai lawan yang berbahaya. “Tidak peduli hanya bom dengan daya ledak rendah, mau ada korban atau tidak pun mereka tak risaukan, yang penting mereka puas,” ujar Al Chaidar.
Karena itu, dia mengingatkan kepolisian dan masyarakat untuk tetap waspada. Apalagi, kelompok teroris dikenal memiliki kenekatan ketika melakukan aksinya. “Bom panci kemarin bukti kalau polisi lengah, teroris selalu siap memanfaatkan peluang,” ujar dia.
Bom meledak di luar Polsek Rajapolah, Tasikmalaya, Sabtu dini hari atau menjelang sahur. Dua pelaku diduga mengendarai sepeda motor dalam aksinya. Setelah melempar bom dalam sebuah panci di dinding Polsek, keduanya lari dan meledakkan bom dari jarak jauh.
Ini merupakan serangan bom ketiga yang diarahkan ke kantor polisi tiga bulan terakhir. Bulan lalu, seorang pengendara motor melakukan aksi bom bunuh diri di Mapolres Poso. Pada Mei 2013, bom rakitan dilempar ke pos polisi di Tasikmalaya.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jawa Barat Komisaris Besar Martinus Sitompul mengatakan, kelompok teroris di Indonesia memiliki tugas masing-masing. Termasuk kelompok yang bertugas melakukan teror di institusi kepolisian. “Yang melakukan aksi di Mapolsek Rajapolah adalah kelompok peneror institusi Polri,” kata dia.
Tugas lainnya, yaitu kelompok yang melakukan aksi pengeboman terhadap hotel besar dan fasilitas umum, kelompok yang bertugas mencari dana dengan cara merampok. Dia menambahkan, kelompok yang bertugas meneror institusi kepolisian ini berada di Tasikmalaya.
Meski demikian, papar Martinus, pihaknya belum bisa menyimpulkan apakah aksi yang terjadi di Polsek Rajapolah berkaitan dengan aksi di pos polisi, Mei Lalu. Asumsi tersebut, kata dia, baru bisa disimpulkan setelah pelaku pelemparan bom di Polsek Rajapolah berhasil ditangkap.
Sampai saat ini, kata Martinus, Polda Jabar bersama Densus 88 Mabes Polri masih fokus mengejar pelaku bom rakitan di Polsek Rajapolah. Dari hasil penyelidikan yang dilakukan polisi, dia menyatakan, pelaku berjumlah dua orang dan kabur ke arah Ciamis, Jawa Barat.
Keterangan tersebut diperoleh dari dua orang saksi yang melihat pelaku saat kejadian. Kepolisian juga meneliti barang bukti yang disita dari lokasi kejadian, termasuk kamera. Hanya saja, kata dia, keterangan tersebut masih sangat terbatas. “Kami terus mencari bukti-bukti dan saksi-saksi lainnya. Keterangan dari saksi sekarang ini masih sangat dangkal,” kata dia.
Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Kombes Agus Rianto mengumumkan, Unit Penjinak Bom (Jibom) Gegana Satuan Brimob Polda Jawa Barat sudah menyita sebuah panci berdiameter 25 sentimeter dengan tinggi 15 sentimeter. Dari dalam panci tersebut ditemukan banyak benda berbahaya jika terjadi ledakan, seperti paku payung, gotri, belerang, dan serbuk warna kuning.
Dalam panci itu juga ada kabel dan telepon genggam yang digunakan sebagai alat pemantik jarak jauh. “Densus sudah turun. Kami imbau agar masyarakat tenang dan untuk semua satuan untuk mengetatkan penjagaan dan lebih sigap,” ujar dia. n gilang akbar prambadi/djoko suceno ed: ratna puspita
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.