Sabtu 03 Aug 2013 08:35 WIB
Inflasi Agustus 2013

Inflasi Tinggi Bukan Kiamat

Inflasi, ilustrasi
Foto: Pengertian-Definisi.Blogspot.com
Inflasi, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Inflasi tinggi pada Juli 2013 tak membuat pemerintah khawatir. Menteri Keuangan M Chatib Basri menilai inflasi akan turun kembali pada Agustus meski belum kembali normal. Dia menilai target inflasi tahunan memang jadi sulit tercapai, namun masih ada ruang untuk itu. "Jadi ini nggak kiamat kok, dan harga akan turun," ujar Chatib di kantornya, Jumat (2/8). Chatib yakin penurunan mulai tampak pada inflasi Agustus. Menurut dia, inflasi akan kembali normal pada September

Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan inflasi Juli 2013 sebesar 3,29 persen. Tingkat inflasi Januari-Juli 2013 menjadi 6,75 persen dan inflasi tahunan atau Juli 2013 terhadap Juli 2012 sebesar 8,61 persen. Tingkat inflasi tahunan Juli 2013 tertinggi sejak Januari 2009 dan inflasi bulanan tertinggi sejak Juli 1998.

Target inflasi dalam APBN-P 2013 sebesar 7,2 persen. Chatib menilai target itu bukan mustahil untuk tercapai di tengah tingginya inflasi Juli. "Mungkin 7,2 persen agak susah tetapi saya melihat ruang untuk turun yang year on year 8,6 persen," kata Chatib.

Wakil Menteri Keuangan II Mahendra Siregar menambahkan, pengendalian arus barang, khususnya di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, merupakan upaya pemerintah untuk mengendalikan inflasi. Hal tersebut disebabkan arus barang terkait erat dengan sistem logistik.

"Semakin lama dia di jalan, semakin biaya yang ditanggung semakin besar. Ini menjadi beban tersendiri apakah konsumen atau proses produksi," ujar Mahendra. Aspek lainnya adalah kemampuan seluruh pemangku kepentingan untuk merespons secara cepat kebutuhan masyarakat yang terkadang meningkat drastis pada waktu tertentu.

Terkait inflasi yang kemungkinan menurun setelah Lebaran, Mahendra menilai hal tersebut belum tentu terjadi. Menurut dia, penurunan inflasi usai Lebaran belum tentu terjadi kalau aspek pasokan belum lancar. Padahal, permintaan bisa kuat terus karena dari segi consumer confidence terus tinggi.

Menurut ekonom I Kadek Dian Sutrisna Artha, inflasi paling besar ditentukan oleh expected inflation. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk mengendalikan expected inflation dengan kebijakan yang prudent. Faktor lainnya adalah pengendalian nilai tukar rupiah. "Ini perlu menjadi prioritas," kata Artha.

Menurut Artha, inflasi tak semata-mata secara murni bisa diatasi oleh Bank Indonesia. Terlebih, sebagian besar penyebab inflasi berada dalam domain pemerintah seperti komponen volatile food. Supply site dan infrastruktur penting. Menurut dia, perlu koordinasi antarpemangku kepentingan.

Anggota Komisi VI DPR Ecky Awal Muharram menyebut inflasi yang sangat tinggi ini dipicu oleh kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi beberapa waktu lalu. Dia juga menyebut ketidaksiapan pasokan bahan pangan pada Ramadhan dan jelang Lebaran sebagai penyumbang lainnya.

Memasuki bulan Ramadhan, masyarakat terus diberatkan dengan mahalnya beberapa komoditas pangan seperti daging, cabai, dan bawang merah. Pemerintah, kata dia, perlu segera menerbitkan peraturan yang jelas mengenai perlindungan stabilitas harga. Selain itu, ketegasan pemerintah mutlak diperlukan untuk mengusut adanya kartel pada beberapa komoditas. n muhammad iqbal/hafidz muftisany ed: m ikhsan shiddieqy

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement