Senin 28 Oct 2013 05:20 WIB
Data Pemilih Pemilu 2014

KPU Tagih Data Bawaslu

Warga mengecek daftar pemilih sementara (DPS) Pemilu 2014 di Kelurahan Pasar Baru, Jakarta Pusat, Jumat (12/7).
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
Warga mengecek daftar pemilih sementara (DPS) Pemilu 2014 di Kelurahan Pasar Baru, Jakarta Pusat, Jumat (12/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penundaan penetapan daftar pemilih tetap (DPT) secara nasional salah satunya dipicu rekomendasi Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) yang menyebut masih terdapat 10,8 juta pemilih bermasalah. KPU menagih Bawaslu menyerahkan perincian kesalahan tersebut untuk melakukan perbaikan.

"Kemarin kami sudah ke Bawaslu dan minta datanya. Tapi, Bawaslu pusat belum memberikan data detailnya," kata Staf Ahli Tim Teknis KPU Partono Samino, Ahad (27/10). Menurut Partono, KPU sudah mengeluarkan surat edaran Nomor 714 Tahun 2013 yang ditujukan kepada Bawaslu.

Surat itu meminta Bawaslu memberikan data sesuai nama dan lamat yang dianggap masih bermasalah. Rekomendasi Bawaslu yang membuat KPU menunda penetapan DPT nasional menyebut masih terdapat 10,8 juta pemilih bermasalah.

Komisioner KPU Sigit Pamungkas mengatakan, tanpa data detail dan spesifik dari Bawaslu, perbaikan DPT sulit dilakukan. Ia meminta Bawaslu memberikan data yang dianggap bermasalah itu secara detail lengkap dengan nama dan alamat. “Bukan hanya jumlah dan gelondongan saja sehingga KPU bisa lakukan perapian data,\" kata Sigit.

Menurut dia, rekomendasi disusun berdasarkan data yang dikonsolidasikan Bawaslu dan diberikan kepada KPU, pada 11 Oktober, 18 Oktober, dan tanggal 23 Oktober. Menurut Sigit rekomendasi itu tidak pernah disandarkan pada data pascapenetapan DPT di tingkat kabupaten/kota atau provinsi.

Rekomendasi dikeluarkan berdasarkan data sebelum penetapan DPT di tiap tingkatan dilakukan. Menggunakan data yang saat DPT ditetapkan sebenarnya telah diubah KPU.

Artinya, menurut Sigit, data-data itu bukan data aktual dan bukan data observasi pascapenetapan DPT. Tapi karena itu sudah menjadi rekomendasi, tidak ada pilihan lain bagi KPU kecuali melaksanakan perbaikan.

Jika rekomendasi Bawaslu hanya menyertakan data rekapitulasi, menurut Sigit, akan sulit bagi KPU untuk memastikan pembersihan data sesuai dengan yang diinginkan Bawaslu. Sebab, pada dasarnya KPU terus melakukan pembersihan data setiap kali rekapitulasi dilakukan di tingkat kabupaten/kota dan provinsi.

Terkait permintaan perincian data, Bawaslu meminta KPU tidak hanya bergantung pada data Bawaslu dalam memperbaiki DPT. Selain itu, Bawaslu juga tak bisa memberikan perincian data karena masing-masing perincian dipegang panitia pengawas pemilihan umum (panwaslu) di daerah-daerah.

Bawaslu justru menyarankan KPU memperbaiki data di tingkat daerah dengan berkoordinasi dengan panwaslu. “Supaya di sana diperbaiki di tingkat bawah, tapi jangan ini jadi polemik pula," kata Komisioner Bawaslu Nelson Simajuntak, kemarin.

Perincian data di daerah menurut Nelson, juga telah diserahkan kepada KPU setempat sebelum penetapan DPT. Menurutnya, kemungkinan sebagian sudah diperbaiki KPU. Yang menjadi masalah, KPU tidak pernah memberi tahu ke panwaslu dan Bawaslu tentang apa saja yang telah diperbaiki.

Karena tidak KPU menginformasikan perbaikan data berdasarkan temuan Bawaslu tersebut, menurut Nelson, rekapitulasi temuan diteruskan ke tingkat provinsi hingga pusat. Data itulah yang kemudian dihimpun Bawaslu dan disampaikan saat rapat pleno penetapan DPT secara nasional.

Namun, untuk membantu percepatan penyelesaian DPT menjelang 4 November 2013 nanti, Nelson menyebutkan Bawaslu telah memberi instruksi kepada panwaslu di seluruh daerah. Mereka diminta kembali menyerahkan temuan DPT bermasalah kepada KPU di daerah.

Koordinator Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahudin mencurigai bahwa Bawaslu ingin memanfaatkan momentum DPT ini untuk melakukan pencitraan. Sebab, sebelumnya masyarakat banyak mengkritik kinerja pengawasan Bawaslu yang sangat buruk.

“Ini adalah satu pilihan kebijakan yang keliru. Tidak semestinya Bawaslu mencari keuntungan dari kesulitan KPU. Mestinya, dia turut membantu KPU itu,” kata Said. Menurutnya, jika informasi yang menyatakan bahwa pengawas pemilu justru tidak pernah punya temuan atau data spesifik, maka patut diduga Bawaslu telah melakukan kebohongan publik. n ira sasmita ed: fitriyan zamzami

Sandingkan Data

Salah satu temuan kesalahan oleh Bawaslu dalam DPT adalah rancunya nomor induk kependudukan (NIK) pemilih yang terdaftar. Terkait hal itu, KPU menyatakan akan menyandingkan kembali DPT dengan daftar penduduk potensial pemilih (DP4) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay mengatakan, penyandingan ulang DPT tanpa NIK harus dilakukan karena NIK merupakan elemen wajib yang harus dimiliki pemilih sesuai Pasal 33 UU Pemilu Nomor 8 Tahun 2012. Penyandingan telah dilakukan KPU pascapenundaan penetapan DPT nasional pada 23 Oktober 2013 kemarin. "Kami menyandingkan sebagian data DPT yang belum memiliki NIK dengan DP4. Ini kami laksanakan sendiri," kata Hadar.

Proses sinkronisasi, lanjut Hadar, memang dilakukan KPU secara terpisah dengan Kemendagri terlebih dahulu. Melalui Sistem Informasi Data Pemilih (Sidalih), KPU mengecek satu per satu data pemilih tersebut.

DPT tanpa NIK bisa saja terjadi karena terdapat kesalahan pengunggahan oleh petugas KPU di lapangan. Sebab, DP4 yang diterima KPU sebanyak 190.411.133 pada Februari lalu untuk dimutakhirkan harusnya sudah memiliki NIK.

Dengan pengecekan dan penyandingan kembali, menurut Hadar, akan diketahui status DPT dengan NIK nihil pada DP4. Setelah penyandingan selesai, bila masih ditemukan data pemilih yang belum memiliki NIK, KPU akan menyerahkan kepada Kemendagri.

"Yang tidak kami temukan padanannya baru kami kirimkan ke Kemendagri untuk dipastikan ada atau tidaknya NIK mereka. Atau mereka memang belum memiliki NIK, karena bisa saja pemerintah belum memberi NIK," ujar Hadar.

Penetapan DPT secara nasional yang sedianya dilakukan 23 Oktober lalu ditunda hingga 4 November karena rekomendasi Bawaslu yang menyebut masih terdapat 10,8 juta pemilih bermasalah. Direktorat Jenderal Administrasi dan Kependudukan Kemendagri juga memaparkan, 20,3 juta pemilih dari 186.842.533 DPT yang telah direkapitulasi KPU belum memenuhi lima variabel pemilih sesuai UU Pemilu. Yakni nama, tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, serta NIK.

Mendagri Gamawan Fauzi mengatakan, pihaknya akan membantu KPU untuk membersihkan data pemilih. "Teknis penyelesaian masih kurang, maka kami mengintegrasikan tim teknis. Kami terus membersihkan data, terutama yang 20,3 juta itu," kata Gamawan pekan lalu. n ira sasmita ed: fitriyan zamzami

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement