REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Terdakwa kasus suap di Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak Bumi dan Gas (SKK Migas) Rudi Rubiandini menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (7/1). Selepas pembacaan dakwaan, ia mengakui telah menerima gratifikasi.
Mantan ketua SKK Migas itu didakwa menerima gratifikasi dengan jumlah total 2,42 juta dolar AS atau sekitar Rp 24,22 miliar. Dana tersebut mengalir dari pengusaha maupun pejabat SKK Migas. Tujuannya, agar Rudi menggunakan kewenangannya sebagai ketua SKK Migas untuk keuntungan pihak-pihak pemberi.
Selepas pembacaan dakwaan, Rudi menyatakan mengerti. Ia memutuskan tidak akan mengajukan eksepsi atau keberatan atas dakwaan yang dibacakan bergantian oleh anggota tim jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ia kemudian meminta izin kepada majelis hakim untuk menyampaikan pendapat tentang isi dakwaan. Rudi sudah menyiapkan satu setengah halaman pendapat pribadi sebagai tanggapan atas tuduhan jaksa.
Namun, Ketua Majelis Hakim Amin Ismanto menolak permintaan itu. Amin berpendapat, Rudi harus menyampaikan eksepsi jika ingin menanggapi dakwaan jaksa.
Terkait penolakan tersebut, usai persidangan, Rudi mendadak mengadakan konferensi pers. Di luar sidang Rudi menaiki kursi tamu pengadilan dan mengakui perbuatannya.
“Benar saya menerima gratifikasi itu. Tapi demi kebaikan institusi, saya pindahkan gratifikasi itu ke pihak yang membutuhkan tadi,” kata Rudi usai sidang.
Rudi kemudian mengatakan, gratifikasi yang ia terima tidak bisa dihindari. Menurutnya, ada desakan dari salah satu pemangku kebijakan terkait minyak dan gas di pemerintahan terkait penerimaan gratifikasi.
Namun, ia menolak menyebutkan nama pemangku kebijakan tersebut. Rudi hanya menegaskan gratifikasi itu terpaksa ia terima untuk memenuhi kebutuhan pihak yang mendesaknya tersebut.
Saat memberikan keterangan, Rudi terlihat gemetar dan berlinangan air mata. Katanya, uang haram yang ia terima tidak mampir ke kantongnya atau ke rekening keluarganya. “Tidak satu rupiah pun saya makan. Tidak satu rupiah pun saya terima. Tidak satu rupiah pun saya pakai untuk keluarga saya,” ujar Rudi.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa kasus yang menjeratnya sebagai imbas dari pembenahan yang ia lakukan di SKK Migas. Ia menegaskan siap membongkar aksi culas banyak penyelenggara negara yang terkait dengan SKK Migas.
Kesaksian tersebut akan ia sampaikan dalam sidang-sidang selanjutnya. “Dengar. Dengar, persidangan ini baru dimulai. Saya tidak akan bicara sebelum persidangan ini dilanjutkan.”
Atas dakwaan yang dibacakan JPU, Rudi terancam hukuman penjara selama 20 tahun penjara. Jaksa KPK mendakwa profesor tamatan ITB Bandung tersebut dengan dakwan pidana berlapis dari Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Kasus suap yang menjerat Rudi bergulir selepas operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar KPK pada 13 Agustus 2013. Saat itu, Rudi masih menjabat sebagai kepala SKK Migas.
Rudi diciduk dari kediamannya di Jakarta Selatan. Dari rumah Rudi, KPK menyita uang senilai 400 ribu dolar AS. Selain Rudi, KPK juga menangkap pelatih golfnya, Deviardi, dan Komisaris PT Kernel Oil Pte Ltd (KOPL) Simon Gunawan Tanjaya.
Simon divonis bersalah sebagai pemberi suap oleh Pengadilan Tipikor pada 19 Januari 2013. Menurut majelis hakim, ia terbukti mengalirkan dana suap dari Direktur Utama PT KOPL Widodo Ratanachaitong. Atas perbuatannya, Simon diganjar hukuman tiga tahun penjara dan denda Rp 200 juta.
Selain pihak-pihak yang ditangkap KPK, sejumlah pihak juga terseret kasus tersebut. Setelah OTT, KPK menyita uang senilai 200 ribu dolar AS dari kantor Kesekjenan Kementerian ESDM. Uang tersebut, menurut Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, berurutan nomor serinya dengan yang disita dari kediaman Rudi.
Menteri ESDM Jero Wacik sempat mengatakan bahwa uang tersebut merupakan dana operasional Kementerian ESDM. Meski demikian, ia meralat ucapannya saat diperiksa KPK awal Desember tahun lalu. Ia tak menjelaskan lebih jauh untuk apa dana tersebut. n bambang noroyono ed: fitriyan zamzami
BOX:
Nama Sutan di Dakwaan
Bambang Noroyono, M Akbar Wijaya
Nama anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Sutan Bhatoegana, kembali disebut terlibat dalam skandal suap Kepala Satuan Kerja Khusus Minyak dan Gas (SKK Migas) Rudi Rubiandini. Ia disebut menerima aliran dana senilai 200 ribu dolar AS dari transaksi haram.
Dalam dakwaan yang dibacakan pada persidangan tindak pidana korupsi, Selasa (7/1), jaksa dari KPK, Riyono, mengungkapkan bahwa uang tersebut diambil dari nilai suap bos PT KOPL Widodo Ratanachiatong kepada Rudi. Uang suap dari Widodo senilai 200 ribu dolar Singapura (SGD) dan 900 ribu dolar AS.
“Melalui Tri Yulianto, terdakwa (Rudi) memberikan uang senilai 200 dolar AS kepada Sutan Bhatoegana,” kata Riyono. Tri Yulianto adalah anggota Komisi VII dari Fraksi Partai Demokrat.
Masih di persidangan, Riyono melanjutkan, pemberian itu terjadi pada 26 Juli 2013. Katanya, lansiran kesekian kali uang dari Widodo kepada Rudi dilakukan lewat Direktur Operasional PT KOPL Indonesia Simon Gunawan Tanjaya.
Selanjutnya, lansiran uang senilai 300 dolar AS diberikan Simon lewat orang dekat Rudi, yakni Deviardi. Dari uang tersebut, sebagian berbelok ke Sutan.
Menurut Jaksa, transaksi dengan Sutan dilakukan di sebuah toko buah All Fresh di Jakarta Selatan. “Uang lebihnya disimpan pada safe deposit Bank Mandiri,” kata Riyono.
Nama Sutan mula-mula mengemuka pada kasus suap SKK Migas dalam bocoran dokumen berita acara pemeriksaan (BAP) Rudi Rubiandini. Dalam dokumen tersebut, Rudi mengatakan Sutan sempat meminta tunjangan hari raya (THR) untuk anggota Komisi VII pada bulan puasa 2013.
Namun, Sutan membantah menerima aliran dana dari suap SKK Migas. Menurutnya, sangkalan soal dugaan suap yang ia terima telah disampaikannya dalam BAP ketika diperiksa KPK. Ia mengakui kerap bertemu Rudi, namun sekadar membicarakan hubungan Komisi VII dan SKK Migas sebagai mitra.
KPK juga telah memeriksa Tri Yulianto di Rumah Sakit (RS) Premiere, Jakarta Timur. Yang bersangkutan juga membantah menerima atau menyalurkan aliran dana terkait suap SKK Migas. n ed: fitriyan zamzami
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.