REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aktivitas kampanye partai politik (parpol) dinilai harus diaudit untuk mengantisipasi penyimpangan laporan dana kampanye dengan alat peraga yang digunakan. Pasalnya, peredaran dana kampanye lebih banyak bergerak secara tunai.
"Kalau sistemnya 'cash and carry', maka yang bisa dilakukan selain audit laporan (dana) mereka maka perlu audit aktivitas," kata Deputi Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Veri Junaidi dalam konferensi pers di kantornya di Jakarta, Rabu (8/1).
Pendapat Veri itu merujuk pada laporan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) yang menemukan sumbangan kampanye bagi partai politik dalam bentuk barang dan jasa jauh lebih besar dibandingkan sumbangan dalam bentuk uang. Dia mencontohkan, sumbangan dana dalam bentuk uang dan sumbangan baliho harus dicek seberapa banyak alat peraga kampanye itu ditebar.
Menurutnya, melalui pengecekan itu, dapat diketahui apakah laporan dana kampanye sesuai dengan pengeluaran caleg atau tidak. “Apabila tidak seimbang, maka laporan dana kampanyenya tidak benar,” kata Veri.
Veri menambahkan, untuk memastikan kebenaran laporan dana kampanye parpol dan caleg tidak cukup hanya mengandalkan pengawasan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Pasalnya, sumbangan dalam bentuk barang dan jasa lebih rumit dan tidak dipublikasikan karena selama ini parpol hanya didorong untuk terbuka soal dana kampanye.
Karena itu, menurut dia, sulit bagi PPATK untuk menelusuri sumbangan dalam bentuk barang dan jasa tersebut. Veri juga meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) harus lebih aktif menerima masukan dari auditor apakah sumbangan dalam bentuk barang dan jasa tersebut sesuai atau tidak dengan laporan parpol.
Sebelumnya, Deputi Koordinator JPPR Masykurudin Hafidz JPPR menemukan sumbangan kampanye bagi parpol dalam bentuk barang dan jasa jauh lebih besar dibandingkan sumbangan dalam bentuk uang. Dari seluruh sumbangan yang diterima parpol, terlihat jumlah sumbangan jasa dan barang sebesar Rp 907.395.692.165 (93 persen), sedangkan dalam bentuk uang hanya sebesar Rp 67.620.388.80 (7 persen).
Menurutnya, temuan itu menunjukkan bahwa ternyata peredaran dana kampanye lebih banyak bergerak secara tunai dan cenderung liar. "Jika PPATK selama ini dipercayai dan direncanakan dapat mampu melacak peredaran keuangan melalui transaksi rekening, ternyata hal itu hanya dapat dilakukan pada tujuh persen dari total keseluruhan sumbangan partai politik ini," ujarnya.
Menurut Masykurudin, hasil kajian ini menunjukkan ada tantangan yang jauh lebih besar bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk memastikan kebenaran laporan dana kampanye yang bersifat barang dan jasa tersebut.
Sementara itu, anggota Divisi Pengawasan Teknis Penyelenggaraan Pemilu Bawaslu Sumatra Utara Aulia Andri mengatakan, banyak parpol dan caleg yang tidak mematuhi prosedur tentang pelaporan dana kampanye tersebut sesuai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu. Dalam Pasal 10 UU tersebut, dana kampanye dari caleg dan pihak simpatisan parpol tersebut harus disetor terlebih dulu ke rekening khusus yang diperuntukkan bagi kegiatan kampanye yang direncanakan.
Dengan belum dijalankannya prosedur tersebut, pihaknya berkeyakinan kuat jika pelaporan yang disampaikan selama ini tidak sesuai dengan jumlah dana kampanye sesungguhnya yang ada di rekening khusus itu. "Saya berani bilang jika laporan itu tidak sesuai isi rekening dana kampanye," katanya.
Selain pemahaman tentang prosedur pelaporan, pihaknya juga memperkirakan sumbangan yang diberikan, baik dari caleg maupun simpatisan tidak valid dan banyak penggunaan dana kampanye parpol tidak melalui rekening khusus tersebut. Untuk membuktikan perkiraan itu, pihaknya sangat berharap PPATK dapat membuka aliran dana kampanye tersebut. n antara ed: muhammad fakhruddin
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.