REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Demokrat segera mengevaluasi posisi Sutan Bhatoegana dan Tri Yulianto di Komisi VII DPR. Evaluasi ini menyusul penggeledahan yang dilakukan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di ruang kerja mereka, Kamis (16/1).
"Sambil (pemeriksaan KPK) berjalan, kita lakukan evaluasi," kata Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Agus Hermanto di Kompleks Parlemen Senayan, kemarin. Namun, Agus tak menjelaskan lebih jauh bagaimana konsekuensi dari evaluasi tersebut.
Partai Demokrat, katanya, mendukung kerja pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK. "Kita junjung tinggi prinsip hukum," ujarnya.
Sejumlah penyidik KPK menyambangi ruang Fraksi Partai Demokrat di lantai 9 dan 10 Kompleks Parlemen Senayan, kemarin. Para penyidik KPK datang sekitar pukul 10.00 WIB.
Tim penyidik KPK langsung membagi tim menjadi dua bagian. Satu tim menuju lantai 10 ke ruang tempat Tri Yulianto bekerja, satu tim lain ke lantai 9 ke ruang yang ditempati Sutan Bhatoegana dan ruang Sekretariat Fraksi Demokrat. Penyidik KPK juga menggeledah ruang anggota Komisi VII dari Fraksi Golkar, Zainudin Amali.
Selain di Kompleks Parlemen Senayan, KPK juga menggeledah kediaman Sutan Bhatoegana di Perumahan Vila Duta Indah, Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor, Jawa Barat, Kamis. Sebelum menggeledah rumah di Vila Duta, tim penyidik KPK juga melakukan penggeledahan di rumah Sutan lainnya di Sentul City, Kabupaten Bogor. Untuk Zainudin Amali, KPK juga menggeledah rumahnya di Jalan Wira Budi I Blok 1, Cipinang Melayu, Jakarta Timur.
Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan, penggeledahan itu terkait dengan pengembangan kasus dugaan suap dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) aktivitas pada sektor hulu migas di Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Penyidik menduga ada jejak-jejak tersangka dalam kasus SKK Migas di tempat-tempat yang digeledah.
Kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) di kediaman mantan kepala SKK Migas Rudi Rubiandini di Jakarta Selatan pada pertengahan Agustus 2013. Dalam kasus yang sedang disidangkan di Pengadilan Tipikor tersebut, Rudi didakwa menerima aliran dana dari bos PT Kernel Oil Pte Ltd Widodo Ratanachaithong.
Dalam dakwaan juga disebutkan uang senilai 700 ribu dolar AS itu disalurkan melalui Direktur Kernel Oil Indonesia Simon Tanjaya dan pelatih golf Rudi, Deviardi. Simon telah divonis bersalah dan dihukum penjara selama tiga tahun.
Dalam pembacaan dakwaan terhadap Rudi pada 7 Januari 2014, nama Sutan juga disebut terkait kasus itu. Menurut jaksa yang membacakan dakwaan, Sutan menerima aliran dana senilai 200 ribu dolar AS dari transaksi haram. Uang tersebut diambil dari nilai suap Widodo Ratanachaitong kepada Rudi. Uang itu dialirkan ke Sutan melalui Tri Yulianto, anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Demokrat.
Nama Sutan mula-mula mengemuka pada kasus suap SKK Migas dalam bocoran dokumen berita acara pemeriksaan (BAP) Rudi Rubiandini. Dalam dokumen itu, Rudi mengatakan, Sutan sempat meminta tunjangan hari raya (THR) untuk anggota Komisi VII pada bulan puasa 2013.
Terkait penggeledahan, Tri Yulianto mengungkapkan beberapa jadwal rapat dan beberapa dokumen yang dibawa penyidik KPK. Ia tak menjelaskan secara perinci perihal dokumen itu. Tri Yulianto juga tetap menyangkal terlibat dugaan suap. Sebab itu, ia tak keberatan penyidik KPK menggeledah ruangannya. "Saya memberikan kesempatan pada KPK untuk menggeledah ruangan saya," kata Tri Yulianto.
Kemarin, Sutan menegaskan penggeledahan rumahnya yang di Bogor tak terkait kasus suap menyuap yang menimpa Rudi, tapi terkait pendalaman kasus dugaan suap yang menyeret mantan sekjen Kementerian ESDM Waryono Karno dalam kaitannya dengan Komisi VII DPR. Sutan merupakan ketua komisi yang membidangi energi tersebut.
"(Soal SKK Migas), insya Allah saya tidak terlibat. Ini bukan SKK Migas. SKK Migas sudah selesai. Ini tentang Pak Waryono Karno," kata Sutan. Di rumah Bhatoegana, KPK menggeledah ruangan dan arsip. "KPK nggak bawa apa-apa, cuma salinan hasil rapat Komisi VII," kata Sutan yang juga ketua DPP Partai Demokrat ini. n m akbar wijaya/bilal ramadhan/c54 ed: fitriyan zamzami
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.