Jumat 13 Jun 2014 12:00 WIB

Jangan Ada Konflik di Dolly

Red:

SURABAYA -- Komisi Nasional Hak Asai Manusia (Komnas HAM) meminta Pemerintah Kota Surabaya mengkaji ulang rencana penutupan lokalisasi Dolly dan Jarak pada 18 Juni mendatang. Hal tersebut karena masih adanya warga yang menolak.

''Kalau sampai ada kekerasan, pihak kepolisian juga terlibat dalam pelanggaran HAM itu. Makanya, kalau ada konflik kita tidak mau,'' kata Komisoner Komnas HAM Dianto Bachriadi saat menghadiri mimbar bebas di Gang Dolly Surabaya, Kamis (12/6).

Menurutnya, Komnas HAM menemukan berbagai indikasi adanya dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan pemerintah. Namun, hasil investigasi tersebut masih belum final.

Intinya, lanjut dia, Komnas HAM menemukan adanya dugaan pelanggaran HAM, yang lebih menyudutkan kondisi perekonomian bagi perempuan PSK maupun warga terdampak. Sebab, hingga kini janji pemerintah pusat melalui Kementerian Sosial juga belum dirasakan warga.

Dianto mengatakan, akan menemui Wli Kota Surabaya untuk mengonfirmasi terkait beberapa data temuan investigasi. Seluruh laporan tersebut akan disampaikan ke pemerintah. Dia mengatakan,  setidaknya ada sebuah fakta yang harus diketahui jika penutupan dilakukan.

Rencana pembangunan, misalnya, tidak boleh dipaksakan oleh pemerintah meskipun tujuannya baik. Dia khawatir jika penutupan Dolly tetap dipaksakan, akan terjadi kekerasan yang berujung pada pelanggaran HAM.

Lebih jauh, dia menyebut masalah prostitusi yang terjadi di suatu daerah sebenarnya hanya permasalahan hilir bukan hulu. Menurutnya,  jika negara mampu memberikan kehidupan yang layak bagi warganya, prostitusi itu akan hilang dengan sendirinya.

Karena itu, Dianto berharap pemerintah tidak bersikap semena-mena tanpa menyelesaikan masalah yang ada terlebih dahulu. ''Saya menghormati semua pendapat karena negara ini adalah negara demokrasi. Yang terpenting, jangan sampai ada saling menghujat, tidak ada pemaksaaan. Di negeri ini HAM harus ditegakkan,'' tegasnya.

Dianto mengatakan, Pemkot Surabaya harusnya mencontoh  penutupan lokalisasi prostitusi di Bandung, Jawa Barat, yang berjalan lancar tanpa adanya gejolak. Dia menilai, jika penutupan lokalisasi Dolly bermasalah, artinya pemkot tidak memiliki manajemen penutupan yang baik. Hal itu bisa dilihat dari tidak adanya dialog antara pemerintah dengan warga di Dolly.

''Padahal, pemerintah seharusnya memiliki manajamen yang baik dan terencana. Sehingga, Dolly dapat ditutup dengan bijaksana,'' katanya.

Sementara itu, berbagai aspirasi dan bentuk kekecewaan juga disuarakan oleh perwakilan PSK maupun pengurus PKK di dua lokalisasi. Meski pihak panitia telah menyediakan kursi bagi Gurbernur, Wali Kota, maupun Kepala Dinsos Kota Surabaya, namun kursi tersebut kosong. ''Diundang seperti ini tidak mau hadir. Tapi, penutupan terus diwujudkan, tolong sampaikan ke Wali Kota jangan seenaknya sendiri,'' kata Novi, salah seorang pekerja seks komersial (PSK).

PSK lainnya, Santi mengatakan, keberadaannya di Dolly tidak main-main yaitu mencari nafkah untuk diri sendiri, anak, dan keluarganya. Untuk itu, ia menolak keras rencana penutupan Dolly meski diberi janji kompensasi.  rep:rr leany sulistyawati/antara ed: andi nur aminah

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement