Jumat 22 Aug 2014 18:35 WIB

Kasus HIV/AIDS di Papua Turun

Red: operator

Pemerintah memandang perlu pemetaan baru pemberantasan HIV/AIDS.

RAJA AMPAT -- Prevalensi kasus penularan HIV/AIDS di Pulau Papua tercatat menurun pada pendataan terakhir. Namun, pengobatan kepada penderita ternyata tidak efektif lantaran kurangnya fasilitas kesehatan di pelosok.

Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional Kemal Siregar mengatakan, prevalensi penularan HIV AIDS di Papua turun menjadi 2,3 persen pada 2013 dari pendataan terakhir 2007 yang mencapai 2,4 persen. Jumlah infeksi baru HIV di Papua dinilai stabil. "Infeksi baru di tanah Papua mulai stabil, tapi tetap perlu turunkan laju infeksi baru," ungkapnya dalam dialog pemberantasan HIV/AIDS di Raja Ampat, Papua Barat, Kamis (21/8).

Meski demikian, Sekretaris KPA Kota Jayapura Purnomo mengatakan, penderita HIV yang sudah ditemukan tidak mendapat pengobatan memadai. Padahal, kegiatan pencarian selalu aktif dilakukan. "Kasus HIV di Provinsi Papua tersebar di pelosok dan layanan kesehatan terbatas sehingga pengobatan tidak efektif," ungkapnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:Widodo S. Jusuf/ANTARA

Sejumlah pelajar berfoto bersama di dekat mural tentang pendidikan dan pencegahan HIV dan AIDS di kota Wamena, Papua, Rabu (14/8).

 

Keterbatasan tidak hanya pada fasilitas kesehatan berupa puskesmas dan peralatannya. Purnomo mengatakan, sumber daya manusia untuk penanganan kasus HIV masih minim. Menurutnya, meski ada puskesmas di distrik, yang menjangkau sampai kampung terbatas. Bahkan, di ibu kota Jayapura masih banyak yang belum terjangkau sehingga masyarakat lambat menerima informasi.

Penanganan HIV/AIDS yang sulit juga dialami di Maluku Utara. Sekretaris KPA Maluku Utara, Rani Abdulatif, mengatakan, penemuan orang dengan HIV/AIDS (ODHA) sering terlambat. "ODHA paling tinggi ditemukan sudah stadium 3-4 dan sudah dirawat di rumah sakit, bukan penemuan dini," ujarnya.

Dari sembilan kabupaten/kota di Maluku Utara, penemuan kasus HIV/AIDS tertinggi berada di Ternate. Kota tersebut memiliki kasus HIV tinggi karena merupakan lokasi transit bagi pendatang dari Sorong dan Ambon. Rani mengatakan, ada 388 kasus di Malut yang tercatat sejak 2004.

Sementara itu, Sekretaris KPA Maluku Samsudi Haris mengatakan, jumlah kasus infeksi HIV/AIDS di Maluku menurun dalam dua tahun terakhir. Prevalensi kasus penularan HIV/AIDS masih 0,97 persen.

Namun, dia menilai, pengetahuan masyarakat tentang HIV/AIDS di Maluku masih perlu ditingkatkan. "Pengetahuan tentang HIV, terutama untuk kalangan remaja, perlu ditingkatkan, masih banyak yang tidak tahu," ungkapnya.

Pemetaan baru

Penanganan kasus HIV dan AIDS di Indonesia juga dinilai butuh pemetaaan baru untuk mencari wilayah yang berpotensi ada penularan. "Kita harus punya peta baru penanganan HIV AIDS untuk melihat potensi yang bisa penularan dengan fokus ke daerah tertentu, termasuk lokalisasi," ungkap Ketua Komisi Penanggulangan AIDS Nasional Agung Laksono, kemarin.

Perkembangan di masyarakat dinilai sudah berubah menyusul adanya penutupan lokalisasi. Salah satu lokalisasi yang ditutup, yakni di kawasan Dolly, Surabaya, Jawa Timur. Penutupan lokalisasi dinilai membuat pemantauan penyebaran kasus HIV AIDS lebih sulit.

Menurutnya, kebijakan Pemkot Surabaya melakukan pemberdayaan pekerja lokalisasi untuk beralih profesi memiliki tujuan mulia. Namun, di sisi lain, pemantauan menjadi sulit karena para pekerja seksual menyebar di masyarakat. “Tak bisa dipastikan mereka tidak berprofesi seperti sebelumnya," ujar Agung.

Selain lokalisasi, proyek pertambangan dan perkebunan perlu menjadi perhatian khusus dalam penanganan kasus HIV. Banyaknya pekerja yang berpisah dengan keluarga dalam waktu lama dinilai rawan untuk tertular HIV. "Meski tidak otomatis (tertular), tetap kita yang bertugas controling wajib pantau," katanya.

Kawasan wisata seperti Raja Ampat pun harus menjadi wilayah yang ikut dipantau dalam pemetaan rawan penularan HIV. Kerawanan penularan HIV berasal dari tingginya mobilitas penduduk di kawasan wisata.

rep:nur aini ed: fitriyan zamzami

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement