Rabu 19 Nov 2014 12:00 WIB

Revolusi Mental dan Kenaikan Harga BBM

Red:

Konsep revolusi mental telah diperkenalkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla (JK) kepada publik. Implementasinya pun terlihat sangat jelas. Konsep revolusi mental itu tampak dari perilaku pemerintah yang terkesan menentang tradisi dan konvensi kenegaraan di Indonesia.

Dalam kurun waktu sebulan pemerintahan Jokowi-JK, secara lahiriah, Presiden Jokowi memulai revolusi mental dengan mengumumkan nama-nama menteri Kabinet Kerja di halaman Istana Negara. Pengumuman itu dilengkapi dengan kemeja putih lengan panjang Presiden Jokowi dan para menterinya yang digulung ke atas.

Kejutan lainnya pun terlihat ketika pelantikan para menteri di ruang utama Istana Negara. Para menteri dan seluruh tamu undangan sama-sama memakai dresscode batik, tidak ada yang menggunakan setelan pantalon jas dan dasi lengkap.

Sejak masa Presiden Soeharto hingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), pengumuman dan pelantikan para menteri selalu mengunakan setelan jas lengkap dengan dasi. Namun, cara berbeda ditunjukkan pemerintahan Jokowi-JK kepada publik saat mengumumkan dan melantik para menterinya.

Kejutan-kejutan pemerintahan Jokowi-JK ternyata tidak berhenti sampai di situ. Baru sebulan memerintah, Presiden Jokowi berani ambil risiko menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), tepat pada Selasa (18/11), pukul 00.00 WIB.

Dengan kemeja putih lengan panjang, Presiden Jokowi mengumumkan kenaikan harga Premium dari Rp 6.500 per liter menjadi Rp 8.500 per liter. Sementara, harga Solar mengalami kenaikan dari Rp 5.500 per liter menjadi Rp 7.500 per liter. Jadi, harga bahan bakar minyak (BBM) mengalami kenaikan sebesar Rp 2.000 per liter.

Anehnya, kenaikan harga BBM ini dilaksanakan saat harga minyak dunia mengalami penurunan. Misalnya, harga minyak Indonesia (ICP) pada Oktober 2014 mencapai 83,72 dolar AS per barel atau turun 11 dolar AS lebih dari bulan sebelumnya. Sebulan sebelumnya, September 2014, harga minyak Indonesia mencapai 94,97 dolar AS per barel.

Penurunan harga juga dialami minyak Minas/SLC yang pada Oktober 2014 turun menjadi 84,46 dolar AS per barel, dari sebelumnya seharga 95,66 dolar AS per barel. Artinya, terjadi penurunan harga minyak hingga 11,20 dolar AS per barel.

  

Padahal sejak era kepemimpinan Presiden SBY, harga minyak selalu dinaikkan seiring dengan meningkatnya harga minyak dunia. Bahkan, harga minyak pun ikut diturunkan ketika harga minyak dunia turun. Presiden SBY tercatat pernah menaikkan harga minyak sebanyak empat kali dan menurunkannya sebanyak tiga kali.

Tercatat, Presiden SBY menaikkan harga BBM pada 1 Maret 2005, 1 Oktober 2005, 24 Mei 2008, dan 15 Januari 2009. Sedangkan, Presiden SBY menurunkan harga minyak pada 1 Desember 2008, 15 Desember 2008, dan 15 Januari 2009.

Publik di Indonesia tentu masih ingat dengan kampanye khas Partai Demokrat pada 2009 lalu. Saat itu Partai Demokrat mengampanyekan penurunan harga Premium dari Rp 6.000 menjadi Rp 5.500, lalu turun menjadi Rp 5.000 dan turun lagi menjadi Rp 4.500. Sedangkan, harga Solar turun dari Rp 5.500 menjadi Rp 4.800 dan turun lagi menjadi Rp 4.500. Kenaikan harga BBM di tengah kecenderungan menurunnya harga minyak dunia, termasuk harga BBM nonsubsidi di Indonesia boleh jadi merupakan bagian dari program revolusi mental ala Jokowi-JK. n c57 ed: muhammad fakhruddin

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement