Sabtu 17 Dec 2016 16:00 WIB

Ketua MPR: Persaudaraan Kebangsaan Kita Memudar

Red:

YOGYAKARTA -- Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Zulkifli Hasan merasa prihatin terkait memudarnya rasa persaudaraan kebangsaan, wawasan kebangsaan, dan cinta tanah air di Indonesia. Masyarakat, menurut dia, banyak yang berlomba-lomba untuk menang.

Banyak orang berlomba mengkhianati negerinya, obral sumber daya alam, merusak lingkungan ada di mana-mana, ujar Zulkifli saat menjadi pembicara dalam Kongres ke-V Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) di Yogyakarta, Jumat (16/12).

Menurut ketua umum DPP PAN ini, sudah ratusan pemimpin di negara ini yang berpindah kantor ke hotel prodeo. Gubernur saja ada 19 orang, sementara bupati sudah puluhan orang, begitu juga anggota DPR daerah maupun pusat. Hal ini, menurut dia, menjadikan keprihatinan tersendiri.

Belum lagi, kata dia, saat ke daerah, kesenjangan ekonomi di masyarakat cukup terlihat. Masyarakat yang memiliki tabungan Rp 5 miliar ke atas jumlahnya hanya 0,1 persen, tapi mereka menguasai 60 persen uang. Sedangkan yang memiliki tabungan Rp 500 ribu hingga Rp 100 juta jumlahnya mencapai 93 persen penduduk, tapi penguasaan ekonomi secara total hanya 15 persen.

Ini kesenjangan luar biasa. Belum lagi jika bicara penguasaan lahan dan kekayaan alam, kata Zulkifli. Padahal, dia melanjutkan, mestinya demokrasi bisa melahirkan kesejahteraan ekonomi dan politik. Jika hal itu tidak ada, justru ada perselingkuhan dengan yang punya uang sehingga lahir bupati yang disponsori.

Karena itu, menurut dia, Indonesia perlu kembali kepada nilai luhur keindonesiaan. Yaitu nilai-nilai yang ada dalam Pancasila, Pembukaan UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika.

Sikap antropolog

Berbicara terpisah, situasi serupa juga dirasakan oleh kelompok ilmuwan dari ilmu antropologi. Guru besar Antropologi Universitas Indonesia (UI), Amri Marzali, mengatakan, Indonesia itu dibangun oleh kesadaran kolektif para pendahulu bangsa.

Namun, negara telah lama membiarkan tempat-tempat ibadah dibakar dan dirusak, diskusi ilmiah dibubarkan, ritual keagamaan dihentikan, hak milik rakyat dirusak, rasa benci disebar secara luas, termasuk melalui tempat ibadah di kampung, kantor, bahkan kampus.

Karena itu, para antropolog membentuk Gerakan Antropolog untuk Indonesia yang Bineka dan Inklusif.  Sudah lama kami melihat masalah-masalah sosial yang sifatnya memecebelah bangsa, tidak persatukan bangsa yang kami sebut eksklusif, tidak toleran, mau menang sendiri sudah lama tapi akhir-akhir ini memuncak, kata Amri, Jumat (16/12).

Sedangkan tujuan ilmu antropologi, kata dia, mempersatukan berbagai suku, agama, dan bahasa di Indonesia ke dalam satu NKRI. Maka, melihat situasi yang intoleran seperti sekarang ini, kata dia, para antropolog tersinggung.

Ini hancur ilmu kami, karena ilmu antropologi itu ideologinya Bhinneka Tunggal Ika, katanya. Dengan gerakan ini, para antropolog menunjukkan tidak lagi abai terhadap masalah keindonesiaan. Mereka kemudian menyampaikan pernyataan sikap:

Menolak segala bentuk kekerasan dan pemaksaan, penyerangan, dan pembungkaman terhadap kelompok agama, ras, etnis, gender, kepercayaan, keyakinan, kelas sosial, atau sudut pandang yang berbeda.

Kemudian, menolak segala bentuk manipulasi yang mempetentangkan antargolongan, menajamkan perbedaan, dan bahkan menganjurkan eksklusivitas.

Selanjutnya, menolak segala sikap dan tindakan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai keindonesiaan, yakni nilai-nilai yang dibingkai dalam Pancasila dan dijamin oleh konstitusi.     rep: Yulianingsih, Lintar Satria, ed: Stevy Maradona

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement