Gegap gempita menjelang pilpres 9 Juli mendatang mendominasi berita media; baik cetak, televisi, internet, atau di jejaring sosial lainnya. Berbagai profesi warga masyarakat turut "berdebat" dan mengomentari figur calon pemimpin mendatang bangsa ini. Dukung-mendukung, saling ejek, lempar yel-yel, bahkan kampanye hitam marak serta ramai. Fitnah politik serta berbagai intrik politik kotor jadi senjata untuk saling melemahkan semangat.
Sebenarnya, dan sepatutnya mereka yang tidak kompeten, tidak usah komen. Sebab ini yang kadang membuat "ruwet" persoalan negeri ini.
Pelaksanaan pilpres bertepatan pula dengan suasana puasa Ramadhan sekaligus berbarengan dengan tontonan Piala Dunia di televisi, oleh sebab itu mari kita tunaikan hak pilih kita dengan baik. Hilangkan sikap curiga-mencurigai, tolak politik uang, gunakan nurani bersih untuk memilih dengan tepat figur pemimpin negeri ini untuk masa lima tahun mendatang.
Cari pemimpin yang punya komitmen untuk memberangus korupsi, jujur, amanah, serta bekerja keras demi rakyatnya. Bukan demi kroni, partai, kelompok, atau keluarganya sendiri.
Tidak perlu emosional saat berhadapan dengan pesaing. Pesaing (baca: musuh) adalah karunia Allah juga. Keberadaannya adalah kesempatan besar untuk beramal saleh dengan cara melawan kemungkaran yang dilakukan pesaing kita.
Mudah-mudahan Pilpres 9 Juli mendatang yang bertepatan dengan puasa Ramadhan berjalan damai, tidak ada kerusuhan, sportif, dan jurdil serta nyaman. Kita butuh pemimpin yang mengayomi semua rakyat. Hukum sebagai panglima, bukan sebagai pemeras. Karakter kepemimpinan itu adalah memengaruhi. Saat ini kita butuh orang yang pandai memengaruhi ke jalan "kebaikan".
Wisnu Widjaja
Panggung, Tegal