Sabtu 04 Jul 2015 15:51 WIB

Perkawinan Sesama Jenis

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA--Belum lama ini, kita digemparkan berita dari Amerika Serikat yang melegalkan praktik perkawinan sesama jenis. Perkawinan sejenis ialah ikatan perkawinan di bawah hukum antara sesama laki-laki atau sesama perempuan yang diakui negara.

Dengan pelegalan ini, hak dan kewajiban hukum mereka yang diikat oleh perkawinan sesama jenis sama statusnya dengan hak dan kewajiban hukum perkawinan laki-laki dan perempuan.

Sebelum Mahkamah Agung Amerika Serikat melegalkan ikatan perkawinan sesama jenis ini pada 26 Juni 2015, menurut Washington Post (26/6), su dah lebih dari 20 negara yang telah mele- galkan, antara lain Belanda (2001), Belgia (2003), Kanada (2005), Spanyol (2005), Afrika Selatan (2006), Norwegia (2009), Swedia (2009), Portugal (2010), Argentina (2010), Islandia (2010), Den mark (2012), Brasil (2013), Inggris (2013), Prancis (2013), Selandia Baru (2013), Uruguay (2013), Luksemburg (2014), Skot landia (2014), Finlandia (2015), Slovenia (2015), Irlandia (2015), dan Meksiko (2015).

Bahkan pada Juni 2014, Perdana Men teri Luksemburg Xavier Bettel menikah dengan pasangan sesama jenis bernama Gauthier Destenay dalam upacara pernikahan tertutup di Balai Kota Luksemburg. Dia pemimpin pertama di Uni Eropa yang kawin sesama jenis. Ini terjadi setelah pada Juni 2014 parlemen negara meloloskan undang- undang perkawinan sesama jenis.

Masyarakat AS dan negara Barat memandang praktik perkawinan sesama jenis merupakan bagian dari pemenuhan HAM. Upaya pelegalan praktik perkawinan sesama jenis itu dipandang sebagai tindakan terpuji dan bentuk kemajuan.

Obama memuji pelegalan oleh Mahkamah Agung AS sebagai "kemenangan untuk Amerika". Dalam pidatonya, Oba ma mengatakan, "Bangsa kita didirikan pada prinsip dasar bahwa kita semua diciptakan sama. Proyek setiap generasi adalah untuk menjembatani arti dari perkataan para pendiri bangsa ini dengan realitas perubahan zaman,"

kata Obama, Jumat (26/6/2015), sebagaimana dikutip dari USA Today.

Mengikuti logika ini, perkawinan sesama jenis merupakan hal yang patut dan pantas dijamin negara. Logika ini lebih melihat praktik perkawinan sesama jenis dari sudut kepentingan dan jaminan hak individu, bukan akibatnya.

Logika ini sama sekali tidak memperhitungkan bagaimana perkawinan dapat terlaksana dengan baik bila yang melakukan hubungan biologis sesama jenis. Dapatkah keturunan dilahirkan dari pasangan sesama jenis?

Kemungkinan, faktor terusan dari perkawinan dengan adanya keturunan bukan hal yang dipertimbangkan. Yang dipertimbangkan ialah memenuhi kepentingan individu untuk menunaikan ha srat hidup bersama dengan pasangan pilihan sendiri secara merdeka.

Berangkat dari logika ini, yang dihargai kemerdekaan untuk memilih pasangan hidup sekalipun sesama jenis. Tak dipertimbangkan lagi implikasi bagi tatanan keluarga, sosial, etika, agama.

Pelegalan perkawinan sesama jenis tak lagi menghargai agama dan tatanan keluarga untuk berketurunan secara alamiah. Dampaknya sangat besar bagi sistem nilai masyarakat itu sendiri.

Dari mana mata rantai pikiran yang memaklumi perkawinan sesama jenis ini, hal itu berakar pada gagasan tidak ada campur tangan agama atas negara dan pilihan individu. Inilah basis nor- matif praktik perkawinan sesama jenis.

Berpangkal pada pandangan hidup yang melihat hidup di dunia lah yang eksis, kehidupan akhirat nonsense. Allah berfirman, "Yang demikian itu disebabkan karena sesungguhnya mereka mencintai kehidupan di dunia lebih dari akhirat, dan bahwasanya Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang kafir." (QS an-Nahl: 107).

Agama, dalam hal ini Islam, secara tegas memandang perkawinan sesama jenis dilarang karena memberi malu dan menghina kehormatan manusia (QS al- Hijr: 68-69). Dalam ayat lain, praktik ini hanya mungkin dilakukan oleh orang yang tidak berakal dan melampaui batas (QS Hud: 78 dan QS al-A'raf: 81).

Alasan motivasi HAM yang melandasi perkawinan sesama jenis jika akibat nya merusak norma agama dan kebaikan masyarakat itu sendiri, maka hal itu dipandang nonsense.

Di sini agama lebih melihat pada inti persoalan: hubungan kelamin antar sesama jenis dan akibatnya. Sedangkan, logika di AS membiarkan hubungan kelamin dengan sesama jenis dengan segala akibatnya itu tidak terangkat ke wacana dan menggeser inti persoalan sekadar pilihan hidup atau HAM.

Jika karena pertimbangan kemanusi aan dan HAM, mengapa para pe mimpin Barat tidak membantu mereka kembali pada kehidupan normal di mana laki- laki bukan melampiaskan syahwatnya kepada sesama laki-laki atau perempuan kepada perempuan? Orang Barat menutup akal sehatnya bahwa seseorang yang menyukai sesama jenis sebenarnya tidak normal dan malah mengalihkan isunya pada kebebasan memilih. Agama lebih konsekuen dan jujur, ma sa lah sebe- narnya penyimpangan hasrat seksual.

Preseden perkawinan sesama jenis ini telah terjadi pada masa Nabi Luth. Diterangkan oleh Alquran bahwa sifat mental mereka terombang-ambing dalam kesesatan (QS al-Hijr: 72). Akibatnya, kaum Nabi Luth ditimpa azab. "Maka Kami jadikan bahagian atas kota itu terbalik ke bawah dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang keras. " (QS al-Hijr: 74).

SYAHRUL EFENDI DASOPANG

Penulis dan Pengamat Keagamaan, Ketua Umum PB HMI (2007-2009)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement