Visa menjadi masalah pembuka dari pelaksanaan haji Indonesia tahun ini. Ratusan orang jamaah calon haji terpaksa tidak berangkat ke Tanah Suci di hari yang sudah dijadwalkan akibat visa yang belum dikeluarkan oleh Pemerintah Arab Saudi.
Keterlambatan penyelesaian visa bagi sejumlah jamaah menimbulkan banyak cerita. Jamaah calon haji suami-istri yang seharusnya satu kelompok terbang (kloter) terpaksa harus berpisah karena visa sang suami belum kelar. Belakangan bahkan calon haji yang visanya belum keluar terpaksa meninggalkan asrama haji sampai visa tersebut rampung dan siap diterbangkan ke Tanah Suci.
Menurut data Kementerian Agama (Kemenag), hingga akhir pekan lalu masih terdapat 4.312 calon jamaah haji yang bermasalah. Semula Kemenag menargetkan semua visa calon jamaah haji akan selesai di Senin (24/8) malam. Namun, sampai kemarin siang masih sekitar 1.000 calon jamaah haji yang visanya belum selesai.
Bila kita mencoba mencermati pelaksanaan haji di tahun-tahun sebelum-sebelumnya, jarang terdengar masalah visa "mengganggu" proses kelancaran dari pelaksanaan haji Indonesia di Tanah Suci. Kalaupun masalah visa mencuat, biasanya karena jamaah haji nonkuota batal berangkat setelah pada hari keberangkatan visanya tidak dikeluarkan oleh Pemerintah Arab Saudi. Sementara, jamaah haji kuota selalu tidak bermasalah dengan urusan visa.
Kementerian Agama telah mengklaim bahwa masalah visa ini bukan berada dalam kekuasaan Pemerintah Indonesia. Masalah visa muncul karena mulai tahun ini pemerintah Arab Saudi menerapkan sistem digitilisasi dokumen haji atau dikenal dengan e-hajj. Pemerintah Arab Saudi menggunakan sistem baru dengan sistem paket pelayanan mulai dari perumahan, transportasi, dan katering. Jika proses pemaketan itu sudah dilakukan, visa akan langsung keluar. Namun, bila paket tidak lengkap, visa juga akan terkendala.
Jika melihat kebijakan yang baru tersebut, sudah seharusnya Pemerintah Indonesia melengkapi seluruh persyaratan membuat visa yang dibutuhkan. Jangan sampai ada persyaratan yang diharuskan oleh Pemerintah Arab Saudi tetapi pemerintah kita lalai dan mengakibatkan visa pun tidak bisa langsung keluar dan membutuhkan waktu lagi untuk melengkapinya. Kalau seluruh persyaratan untuk mengurus visa jamaah sudah semuanya lengkap, persoalan memang muncul di Arab Saudi karena sistem baru ini pun membutuhkan waktu penerapannya oleh mereka sehingga masih ada kekurangan di sana-sini.
Bagaimanapun kita harus belajar banyak soal keterlambatan penyelesaian visa ini. Tahun depan, potensi masalah visa sudah harus bisa diantisipasi oleh Kementerian Agama. Apabila proses pengurusan visa membutuhkan waktu yang lebih lama, Pemerintah Indonesia harus sudah mempersiapkannya sejak jauh-jauh hari supaya masalah ini tidak terulang.
Di sisi lain, kita berharap pemerintah, dalam hal ini Kemenag, dapat meningkatkan pelayanan kepada jamaah sehingga masalah-masalah yang sering muncul dan dikeluhkan jamaah di luar masalah visa tidak terjadi. Jamaah juga dapat melaksanakan ibadah haji dengan tenang tanpa terganggu masalah-masalah di luar yang menyangkut prosesi ibadah haji.