Senin 29 Aug 2016 14:00 WIB

Mendorong Kredit dan Ekonomi Tumbuh

Red:

Dengan mendorong penurunan suku bunga, pertumbuhan kredit pun akan terdorong. Apalagi, realisasi pertumbuhan kredit tercatat masih di bawah 10 persen, yakni pada April 2016 sebesar 7,7 persen, Mei 2016 8,0 persen, dan Juni 2016 8,9 persen.

Meski dalam tren meningkat, pertumbuhan kredit diestimasi BI tidak akan menyentuh double digit pada akhir tahun. Untuk itu, otoritas moneter merevisi proyeksi pertumbuhan kredit menjadi 7,0-9,0 persen.

Berdasarkan data bank sentral, pertumbuhan kredit Indonesia masih tercatat relatif rendah, bahkan berada di bawah tiga persen (year to date). Kendati begitu, Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, BI memprediksi sektor swasta mulai pulih sehingga investasi swasta akan membaik pada semester II 2016.

"Kami juga mendorong peningkatan kebijakan makro prudensial yang melonggarkan loan to value (LTV)," kata Agus. Penggunaan suku bunga acuan baru BI 7-Day (Reverse) Repo Rate juga diharapkan mampu mendorong peningkatan realisasi penyaluran kredit hingga akhir tahun.

Ekonom dari Kenta Institute, Eric Sugandi, memproyeksikan pertumbuhan kredit pada akhir tahun nanti tidak jauh dari kisaran bank sentral, yaitu akan berada di kisaran 8,0-10,0 persen. Pertumbuhan kredit pada semester II 2016, kata Eric, seharusnya bisa lebih tinggi daripada semester I 2016 karena beberapa faktor.

Dari sisi supply kredit, faktor yang pertama, yaitu tren penurunan suku bunga kredit. Kedua, adanya kebijakan mikroprudensial BI yang melonggarkan aturan loan to value (LTV) dan financing to value (FTV) Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

Selain itu, adanya kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) juga akan menambah suplai dana pihak ketiga (DPK). "Walau saya skeptis target pemerintah tercapai, tetap ada tambahan DPK yang masuk sehingga cost of fund atau biaya dana bank-bank bisa turun, likuiditas di sistem perbankan bertambah, dan memungkinkan bank-bank akan ekspansi kredit," kata Eric kepada Republika, beberapa waktu lalu.

Sementara, faktor dari sisi permintaan (demand), yaitu pertama, aktivitas ekonomi pada semester II 2016 akan lebih tinggi daripada semester I 2016. Kedua, persepsi investor dan pengusaha terhadap ekonomi Indonesia membaik sehingga menaikkan risk appetite untuk kredit.

Walau demikian, Eric menilai karena pertumbuhan kredit pada semester I 2016 masih lambat, pertumbuhan kredit sepanjang tahun ini sulit di atas 10 persen.

Dengan tumbuhnya kredit, diharapkan pertumbuhan ekonomi pun akan meningkat. Sebelumnya BI juga merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi 2016 menjadi menjadi 4,9-5,3 persen, dari kisaran 5,0-5,4 persen. Revisi ini merupakan yang ketiga kalinya, setelah awalnya bank sentral memproyeksikan pertumbuhan ekonomi akan berada pada kisaran 5,4-5,6 persen.

Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, ada tiga faktor utama yang membuat BI tidak seoptimistis sebelumnya. Pertama, hal ini sebagai indikasi penyesuaian fiskal oleh pemerintah, yaitu pemangkasan anggaran hingga Rp 133 triliun.

"Dalam konteks ini, BI memandang itu sesuatu yang diperlukan untuk memperbaiki atau mendukung kinerja pertumbuhan ekonomi," ujar Perry. Faktor kedua, proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia yang juga menurun selepas Brexit.

Selain itu, pertumbuhan ekonomi AS tidak sekuat perkiraan. Kemudian pertumbuhan ekonomi Cina yang cenderung tidak akan tinggi.

"Kami lihat ada proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia di 2016 sebesar 3,1 persen dan di 2017 sebesar 3,2 persen. Yang sebelumnya diperkirakan pada 2017 sebesar 3,3-3,4 persen. Faktor kedua ini juga mendorong mengapa BI turunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia," kata Perry. Faktor ketiga, permintaan domestik, khususnya untuk investasi swasta, masih memerlukan waktu perbaikan.

Menurut Perry, BI melihat sudah ada tanda-tanda indikasi permintaan investasi swasta naik sebagai dampak stimulasi fiskal yang dilakukan pemerintah ataupun relaksasi makroprudensial oleh BI. "Tapi, indikator selama ini ternyata tidak sekuat yang kami perkirakan. Dalam konteks ekspektasi bisnisnya yang belum kuat," ujarnya.    rep: Idealisa Masyrafina, ed: Muhammad Iqbal

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement