Senin 03 Oct 2016 14:00 WIB

Menakar Potensi Kopi Flores

Red:

Kopi berperan penting bagi setiap sendi kehidupan masyarakat Flores. Kopi flores. Mungkin belum ba nyak yang mengetahui kopi me rupakan salah satu komoditas unggulan dari tanah Flores. Kopi bagi masyarakat Flores memegang peranan yang sangat penting dalam setiap sendi kehidupan. "Jadi, untuk semua urusan adat, sosial, bah kan sampai urusan kesehatan dan pendidikan, mayoritas masyarakat Manggarai mendapatkan modal untuk memenuhi itu semua dari hasil ber tani kopi," kata Hubertus, seorang petani kopi dari Manggarai, saat ditemui dalam acara Festival Kopi Flores, di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Di Manggarai Raya, bertani kopi sudah men jadi mata pencaharian hampir semua penduduk. Menyadari besarnya potensi Flores akan produk kopinya, Hubertus mengatakan, para petani Manggarai mulai bergabung ke sejumlah asosiasi petani kopi untuk mening katkan kualitas produk dan memperluas pasar. Salah satunya Asosiasi Petani Kopi Manggarai (Asnikom). Petani yang sudah tergabung dalam asosiasi ini ada sebanyak 1.062 petani orang. Hubertus mengatakan, berbisnis kopi pada dasarnya sangat menguntungkan dan menjan jikan karena permintaan pasar yang tinggi.

Asnikom sendiri kerap kali melayani perminta an kopi dalam jumlah besar untuk dikirim ke luar negeri. Melalui beberapa perusahaan da lam negeri, kopi-kopi yang dibeli dari petani Asnikom telah dipasarkan hingga Amerika Serikat, Jerman, Korea dan Hong Kong. Semen tara, di dalam negeri, Asnikom melayani per min taan kopi untuk kafe-kafe se-Jawa dan Bali. Bahkan, Hubertus yang juga merupakan konsultan pendamping di Asnikom menga ta kan, asosiasi kerap kewalahan dalam memenuhi besarnya permintaan pasar internasional. Su dah dua tahun ini Asnikom tidak bisa meme nuhi permintaan pembeli yang menghendaki pengiriman 2 juta liter kopi atau setara 600 ton kopi setiap musimnya. "Asosiasi hanya mampu memenuhi 300 ton. Di luar itu, asosiasi juga harus memenuhi per mintaan kafe," kata Hubertus.

Hubertus mengakui, ada sejumlah kendala yang dihadapi Flores dalam mengembangkan potensi ini. Pertama, dari segi budi daya, para petani masih banyak yang melakukan budi daya dengan cara tradisional. "Orang bilang Flores itu bukan kebun kopi, tapi hutan kopi," ujar Hu bertus dengan nada menggelitik.

Pohon-pohon kopi dibiarkan tumbuh tinggi hingga empat sampai lima meter, padahal ideal nya pohon kopi harus dipangkas menjadi 1,5 – 1,8 meter untuk menunjang pembuahan. Para petani merasa enggan untuk merevitalisasi po hon kopi mereka, mengingat minimnya penge tahuan petani dalam meningkatkan hasil per tanian, baik kuantitas maupun kualitas.

Dengan bergabung bersama asosiasi, para petani kopi diharapkan dapat meningkatkan hasil panennya. Di Asnikom, menurut Huber tus, asosiasi bekerja sama dengan lembaga donor untuk mendampingi petani, mulai dari budi daya sampai proses pascapanen. Bahkan, asosiasi juga bertugas mencari pasar untuk pen jualan kopi.

Asnikom menggunakan satu standar yang sama dalam proses pengolahan pascapa nen, yaitu dengan metode full wash. Standar pe ngolahan ini telah disesuaikan dengan per mintaan pasar, seperti untuk kafe. Kendala lainnya adalah di bagian pembelian di tingkat asosiasi. Perdagangan dengan bebe rapa mitra selama ini, proses pembayaran dila kukan paling cepat dua minggu setelah pengi riman sehingga asosiasi mengalami kekurangan modal untuk pembelian ke petani.

Lain halnya permasalahan yang dihadapi para petani kopi di Kabupaten Ngada sebagai penghasil kopi arabika flores bajawa (AFB). Bupati Ngada, Marianus Sae, mengatakan, ken dala dalam mengembangkan industri kopi AFB karena daya produksinya yang masih terbatas, padahal permintaan sudah cukup tinggi.

Hal ini disebabkan karena belum maksimal nya pemanfaatan lahan. Padahal, produksi ekspor terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2015, petani Kabupaten Ngada telah meng ekspor sebanyak 700 ton kopi green bean. Jumlah ini meningkat hampir 100 persen di bandingkan tahun sebelumnya.

Saat ini, Marianus mengatakan, luas ta naman kopi yang ada di Kabupaten Ngada yang meliputi wilayah indikasi geografis (IG) seluas 6.500 hektare. Rata-rata produksi lebih seba nyak satu ton per hektare, dalam setahun dike tahui wilayah ini mampu memproduksi lebih kurang 6.500 ton.

"Dari 6.500 hektare lahan yang sudah tergarap itu sebenarnya masih ada 35 sampai 40 persen yang masih perlu intensifikasi pertanian," kata Marianus. "Lalu, dari total 12 ribu hektare lahan potensial, masih ada sekitar 5.000 hektare yang belum tergarap."

Selain itu, tak terkontrolnya distribusi kopi dari petani ke luar daerah menjadi salah satu kendala dalam mengendalikan jumlah produk si. Dikhawatirkan, para petani terjebak di dalam permainan tengkulak dan pelaku bisnis curang lainnya. Dengan mengendalikan laju distribusi, Marianus yakin dapat mengarahkan produksi petani tidak hanya setengah tahapan, tetapi bisa diarahkan hingga ke hilir.

Untuk itu, dalam upaya meningkatkan pro duksi, Marianus mengatakan Pe me rintah Kabu paten Ngada sedang mencoba men dorong dan memberdayakan para petani yang pro duksinya belum maksimal. Caranya dengan memberikan bantuan peralatan maupun pem berian bantuan pupuk.

Untuk menjaga mutu kopi yang berkualitas. Para petani juga didorong untuk menerapkan standar operasi prosedur yang ketat dalam proses pengolahan kopi sejak tahap pemetikan gelondong merah hingga menghasilkan kopi green bean yang berkualitas. Sejumlah unit pengolahan hasil (UPH) telah dibangun untuk gerakan ini. Pengadaan sarana pascapanen pun terus diadakan, seperti mesin pulper, rak jemur, bak fermentasi, dan fasilitas pendukung lain nya.

Pemerintah Kabupaten Ngada juga menco ba menjalin kemitraan untuk memperkenalkan kopi flores melalui kafe-kafe kecil milik masya rakat. Pe merintah juga mencoba memaksi mal kan mitra-mitra di luar daerah serta membuka ruang usaha bagi mereka dengan menjadikan kopi flo res sebagai produk utama. "Kita dorong usaha kecil daerah untuk memanfaatkan po tensi yang ada di daerah dengan mendirikan sentra-sentra penjualan yang berbasis dari masyarakat," kata Marianus. rep: Retno Wulandari  ed: Citra Listya Rini

***

PRODUKSI KOPI

Luas tanaman kopi 6.500 HEKTARE

Rata-rata produksi sebanyak satu ton per hektare dalam setahun. 6.500 TON

Sumber: Pemerintah Kabupaten Ngada.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement